Suara.com - Penolakan terhadap organisasi masyarakat (ormas) kian menguat beberapa waktu belakangan. Di Bali, warga secara tegas menolak kehadiran Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya.
Mereka menilai, Bali tak membutuhkan ormas luar untuk urusan keamanan. Pecalang, petugas keamanan adat, sudah menjadi garda terdepan di 1.400 desa adat yang tersebar di Pulau Dewata.
“Kalau ormas luar datang dengan dalih menjaga keamanan dan kenyamanan, kami rasa tidak perlu,” tegas Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta, Senin (5/5/2025).
Penolakan ini mencuat setelah GRIB mendeklarasikan dan melantik pengurusnya di Bali. Acaranya menuai kontroversi. Dalam video yang beredar, tampak bendera Partai Gerindra, memicu spekulasi soal afiliasi politik. Sekretaris DPD Gerindra Bali, I Kadek Budi Prasetya, buru-buru membantah.
“Partai Gerindra tidak pernah berafiliasi dengan Ormas GRIB,” katanya dalam unggahan Instagram @dpdgerindrabali, dikutip Suara.com, Rabu (7/5/2025).
GRIB Jaya sebenarnya . Organisasi ini didirikan oleh Rosario De Marshall, atau yang lebih dikenal sebagai Hercules. Sosok legendaris yang pernah menjadi preman paling ditakuti di Tanah Abang.
Didirikan pada 2012, GRIB Jaya langsung dipimpin Hercules sebagai ketua umum. Bahkan Prabowo Subianto sempat masuk jajaran teratas sebagai Dewan Ketua Pembina. Namun, ia mundur pada 2022.
Nama GRIB makin sering muncul. Sayangnya, bukan karena prestasi. Tapi karena konflik.
Di Kalimantan Tengah, mereka menyegel kantor PT Bumi Asri Pasaman. Dalihnya membela warga dalam sengketa lahan. Tapi cara-cara mereka dianggap main hakim sendiri.
Di Depok, situasinya lebih panas. Pada 18 April 2025, tiga mobil polisi dibakar. Pelakunya anggota GRIB Jaya. Aksi itu dipicu penangkapan Ketua Anak Cabang GRIB Harjamukti terkait kepemilikan senjata ilegal dan sengketa lahan.
Sebelumnya, Januari lalu, GRIB bentrok dengan Pemuda Pancasila. Lokasinya di Bandung dan Blora. Meski berakhir damai, insiden itu menambah panjang daftar konflik horizontal yang melibatkan ormas.
Pemerintah mulai gelisah. Bukan hanya karena keresahan warga. Tapi juga karena ormas seperti ini mulai mengganggu iklim investasi.
“Banyak investor mengeluh soal pungli,” kata Menteri Investasi Rosan Perkasa Roeslani.
Ia kini menggandeng Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan kepala daerah untuk memberantas premanisme berkedok ormas.
Keresahan itu akhirnya membuat Presiden Prabowo Subianto akhirnya bersuara.
Lewat Penasihat Khusus Urusan Pertahanan, Jenderal (Purn) Dudung Abdurachman, ia menegaskan bahwa negara tak boleh kalah oleh ormas yang bertindak seenaknya.
"Presiden juga menyampaikan masalah ormas. (Presiden menekankan) ormas yang tertib, yang kemudian tidak mengganggu, apalagi memalak dan sebagainya,” kata Dudung di Istana Negara, Jakarta pada Senin (5/5/2025).
Dukungan juga datang dari Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya. Ia menyerukan kepada para kepala daerah dan aparat penegak hukum agar bersikap tegas. Tak ada ruang toleransi bagi ormas yang melanggar hukum.
"Kami minta kepala daerah koordinasi dengan Forkopimda, Kapolres, Dandim, Kajari. Pastikan ada tindakan hukum,” tegas Bima.
Masalahnya, jumlah ormas di Indonesia tak sedikit. Per Maret 2024, data Kementerian Dalam Negeri mencatat ada 554.692 ormas.
Ormas yang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) hanya 1.530. Sementara yang berbadan hukum: 553.162. Jawa jadi pusat penyebaran ormas terbanyak. Di Jawa Timur ada 118.155, disusul Jawa Barat 116.647, dan Jawa Tengah 110.479 ormas.
Ada Kepentingan Elite Politik di Baliknya
Sosiolog Universitas Jenderal Soedirman, Hariyadi, menegaskan bahwa secara konseptual, organisasi masyarakat (ormas) adalah bagian dari gerakan sosial. Dibentuk oleh dan untuk masyarakat. Sukarela. Nirlaba. Tidak berhubungan langsung dengan negara. Dalam praktiknya, ormas sering dilibatkan dalam kegiatan sosial, termasuk urusan keamanan saat hajatan di desa-desa.
Namun, kata Hariyadi, tak bisa dimungkiri—ada ormas yang dibentuk demi kepentingan elite politik. Akibatnya, perilaku pengurus dan anggotanya sering kali semena-mena. Meresahkan warga.
“Terutama bila ormas itu beranggotakan preman. Ini bukan hal baru. Sejak Orde Baru hingga hari ini, ormas model seperti itu terus bermunculan,” kata Hariyadi kepada Suara.com, Rabu (7/5/2025).
Ia menyebut banyak studi menunjukkan kecenderungan elite politik dari berbagai rezim memanfaatkan ormas demi kepentingan mereka sendiri.
Dalam kontestasi pilkada, misalnya, tak sedikit kandidat yang terang-terangan menggandeng ormas sebagai bagian dari tim pemenangan. Masalahnya muncul ketika ormas itu terlibat kasus. Sikap kepala daerah akan sangat ditentukan oleh relasi politiknya dengan ormas tersebut.
"Jika (kepala daerah) mereka memang tidak memiliki kaitan apapun dengan ormas tersebut atau tidak 'tersandera' oleh mereka, mestinya bisa mendorong aparat penegak hukum untuk bersikap profesional," kata Hariyadi.
Hal serupa berlaku bagi aparat penegak hukum. Bila tidak terikat kepentingan, mestinya bisa bersikap tegas menghadapi ormas-ormas yang menyimpang.
Meski begitu, Hariyadi menekankan tidak semua ormas bermasalah. Banyak ormas yang tetap bekerja secara sukarela, mendampingi masyarakat, dan turut mendukung program pembangunan pemerintah.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Andreas Budi Widyanto, menyoroti akar masalah di balik perilaku ormas yang meresahkan. Bukan sekadar urusan moral atau ketertiban. Ini soal ekonomi.
Menurutnya, banyak ormas yang melakukan pungutan liar (pungli) berasal dari kelompok masyarakat yang menganggur. Tidak ada pekerjaan. Tidak ada penghasilan. Maka pungli menjadi jalan pintas—baik kepada warga maupun ke perusahaan.
“Negara juga gagal memberikan penghidupan kepada warga negaranya. Ini yang harus dibaca lebih jauh,” tegas Widyanto.
Persoalannya tidak berhenti di situ. Lemahnya penegakan hukum justru memperparah situasi.
“Dalam kasus pungli, kadang bukan hanya ormas yang jadi pelaku. Aparat penegak hukum pun ada yang ikut bermain,” tambahnya.
Masalah struktural. Ketimpangan. Dan negara yang abai. Itulah kombinasi yang membuat sebagian ormas berkembang menjadi bayang-bayang premanisme berseragam.
Bill Gates mengucurkan dana besar senilai USD5 juta atau setara Rp82,64 miliar untuk pengembangan sektor pertanian.
Bappenas optimis kejar target pertumbuhan ekonomi 8 persen hingga 2029, meski kuartal I 2025 di bawah 5 persen.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana yang ikut hadir di lokasi, menyampaikan pendapat Bill Gates terhadap program MBG
Program MBG menuai kontroversi setelah Presiden Prabowo membela kasus keracunan sebagai "hanya 0,01% kegagalan", mengabaikan urgensi transparansi dan kesehatan anak-anak.
Tim Indonesia Leaks juga menemukan adanya aliran uang dari PT MSAM dan PT JARR ke kementerian, institusi militer, hingga kepolisian.
Tembakan itu diklaim sebagai tembakan peringatan. Diarahkan ke kaki. Tapi situasi gelap, jarak tak pasti. Semua serba cepat dan tidak terkendali.
Panglima TNI batalkan mutasi Letjen Kunto, Pangkogabwilhan I, picu sorotan. Dikaitkan dengan tuntutan ayah Kunto soal Gibran. Mutasi dinilai politis, langka.
Menjadikan vasektomi sebagai syarat bansos menurut sejumlah pakar bermasalah.
Prabowo ingin menghapus outsourcing, masih belum jelas bagaimana itu akan dilakukan tanpa revisi fundamental terhadap regulasi eksisting, ujar Nur.
Di hadapan ribuan buruh yang memadati kawasan Monas, Jakarta, Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap RUU Perampasan Aset.
Salah satu daya tarik utama Thunderbolts* adalah interaksi antar karakternya.