Di Balik Mutasi Kilat Letjen Kunto Arief, Benarkah Ada Tarik Menarik Politik di Tubuh TNI?
Home > Detail

Di Balik Mutasi Kilat Letjen Kunto Arief, Benarkah Ada Tarik Menarik Politik di Tubuh TNI?

Chandra Iswinarno | Muhammad Yasir

Selasa, 06 Mei 2025 | 15:27 WIB

Suara.com - Keputusan Panglima TNI batal memutasi Letjen Kunto Arief Wibowo dari jabatan Pangkogabwilhan I menjadi sorotan. Beberapa pihak menilai sejak awal mutasi tersebut sarat dengan muatan politis. Sebab, mutasi tersebut terjadi tak lama setelah Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno menandatangani pernyataan sikap Forum Purnawirawan TNI yang menuntut Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka diganti.

KEPUTUSAN Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto memutasi Letjen Kunto Arief Wibowo dari jabatan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I tertuang dalam Surat Nomor: Kep/554/IV/2025 yang terbit pada 29 April 2025. Namun sehari setelah itu dibatalkan lewat Surat Nomor: Kep/554.A/IV/2025.

Dalam Surat Keputusan Panglima TNI Nomor: Kep/554/IV/2025, Kunto awalnya dimutasi menjadi Staf Khusus (Stafsus) Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD). Posisinya sebagai Pangkogabwilhan I digantikan oleh Laksamana Muda Hersan.

Hersan sebelumnya diketahui menjabat sebagai Panglima Komando (Pangko) Armada III. Perwira tinggi TNI Angkatan Laut tersebut pernah menjadi ajudan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo dan Sekretaris Militer Presiden atau Sesmilpres.

Keputusan Panglima TNI memutasi Kunto sejak awal disorot lantaran terjadi tak lama setelah Wakil Presidenke-6 RI Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno —ayah Kunto— menandatangani delapan pernyataan sikap Forum Purnawirawan TNI. Dalam salah satu poin tuntutan tersebut meminta Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka putra sulung Jokowi diganti.

Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra menilai keputusan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, baik saat melakukan mutasi ataupun membatalkannya sangat tidak wajar. Ia menyebut, selama 10 tahun terakhir setidaknya baru kali pertama ini terjadi.

"Baik mutasi yang dilakukan Panglima TNI sebelumnya maupun pembatalannya ini sangat kental nuansa politik," kata Ardi kepada Suara.com, Senin (5/5/2025).

Mutasi di tubuh TNI, kata Ardi, seharusnya bebas dari nuansa politik termasuk kepentingan kekuasaan politik presiden.

"Mutasi harus benar-benar dilakukan berdasarkan sistem meritokrasi yang didasarkan pada kompetensi dan kebutuhan organisasi TNI itu sendiri," jelasnya.

Ia juga menilai bahwa seharusnya Panglima TNI secara terbuka menjelaskan kepada publik mengapa mutasi dan pembatalan itu bisa terjadi.

Tanpa adanya penjelasan, ia menilai wajar jika keputusan tersebut akhirnya dikaitkan dengan adanya dugaan kepentingan politik dari pihak-pihak tertentu.

Tarik Menarik Kepentingan

Peneliti ISEAS-Yusof Ishak Insitute, Made Supriatma mengungkap pembatalan atau pergantian jabatan tinggi di tubuh TNI secara kilat bukan kali ini saja terjadi.

Sebelumnya, peristiwa serupa pernah terjadi terjadi saat reformasi bergulir di tahun 1998 atau tidak lama setelah Presiden Soeharto lengser.

Pada 22 Mei 1998, Made menyebut Letjen (Purn) Johny Lumintang pernah ditunjuk sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) menggantikan Prabowo Subianto.

Namun ketika itu, Johny yang baru saja menjabat selama 17 jam, tiba-tiba diganti oleh Letjen (Purn) Djamari Chaniago. Keputusan itu menurutnya juga tak lepas dari kepentingan politik.

Tentara Negara Indonesia.
Ilustrasi Tentara Nasional Indonesia.

“Johny Lumintang jadi Pangkostrad dulu itu hanya 17 jam kemudian dicopot juga karena alasan politis. Nah Kunto juga saya kira seperti itu,” ungkap Made kepada Suara.com.

Tarik menarik kepentingan di tubuh TNI menurut Made bukan hal baru, apalagi di tingkatan perwira tinggi.

Sebab, jabatan seorang jenderal seringkali dinilai sebagai jabatan politis hingga turut melibatkan pihak luar.

"Di dalam TNI sendiri juga ada faksionalisme. Ada yang setia pada TNI, ada juga yang mendekatkan diri dengan ini dan itu. Itu selalu ada," bebernya.

Kondisi tersebut, kata Made, semakin diperparah lantaran wewenang perwira tinggi TNI menjabat jabatan sipil semakin diperluas. Sehingga mereka akhirnya semakin aktif 'berpolitik'.

"Sekarang mereka terlibat di mana-mana. Itu akibatnya mereka ingin ada dalam politik terus-menerus," jelasnya.

Sementara Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen TNI Kristomei Sianturi membantah adanya kepentingan politik di balik keputusan Panglima TNI mutasi Kunto yang kemudian dibatalkan.

Ia mengklaim alasan keputusan mutasi Kunto dan enam perwira tinggi TNI tersebut ditangguhkan karena ada beberapa yang belum bisa bergeser dari jabatannya.

"Sehingga diputuskanlah sekarang untuk meralat atau menangguhkan rangkaian itu," kata Kristomei saat jumpa pers Jumat 2 Mei 2025 malam.

Kristomei juga menegaskan bahwa keputusan Panglima TNI membatalkan atau menangguhkan mutasi tersebut tidak ada kaitannya dengan adanya isu pemakzulan Gibran.

Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal TNI Kristomei Sianturi saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (3/4/2024). ANTARA/Ilham Kausar
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal TNI Kristomei Sianturi saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (3/4/2024). ANTARA/Ilham Kausar

Sebab kebijakan mutasi, rotasi, dan pemberian promosi yang dilakukan Panglima TNI itu selalu berpedoman pada hasil sidang majelis Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tertinggi atau Wanjakti.

“Tidak ada kaitan dengan hal lain,” katanya.

Sulit Dipercaya

Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi juga menilai alasan Panglima TNI membatalkan mutasi Kunto dan enam perwira tinggi TNI lainnya itu sulit dipercaya. Sekalipun, mereka mengklaim dan menegaskan bahwa mutasi merupakan bagian dari mekanisme pembinaan karier dan kebutuhan organisasi.

“Publik sulit mempercayai hal itu," kata Hendardi dalam keterangannya kepada Suara.com.

Publik sulit percaya, selain karena tiba-tiba dibatalkan, mutasi terhadap Kunto menurut Hendardi juga cenderung terlalu cepat.

Apalagi Kunto terhitung baru empat bulan menjabat sebagai Pangkogabwilhan I.

“Sulit bagi publik untuk percaya bahwa mutasi yang dibatalkan itu didasarkan pada profesionalitas tata kelola TNI dan tuntutan objektif untuk TNI beradaptasi, tapi lebih mengakomodasi motif dan kepentingan politik kekuasaan," ungkapnya.

Keputusan Panglima TNI membatalkan mutasi ini menurut Hendardi sudah seharusnya dijadikan pelajaran.

Apalagi TNI tidak boleh menjadi alat politik kekuasaan dan menjadi perpanjangan kepentingan politik pihak tertentu.

"TNI hanya boleh menjadi instrumen politik negara dan menjalankan fungsi utamanya di bidang pertahanan untuk melindungi kedaulatan dan keselamatan negara," ujarnya.

Pendapat serupa juga disampaikan anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKB, Oleh Soleh. Menurutnya, TNI tidak boleh memiliki loyalitas ganda. Apalagi terpengaruh kepentingan politik.

“Kepentingan politik dari luar jangan sampai merusak TNI. Ini sangat penting diperhatikan, terutama bagi perwira tinggi TNI,” katanya.


Terkait

Prabowo akan Hadiri Halalbihalal PPAD di Tengah Usulan Pemakzulan Gibran, Bakal Ada Manuver Lagi?
Selasa, 06 Mei 2025 | 14:47 WIB

Prabowo akan Hadiri Halalbihalal PPAD di Tengah Usulan Pemakzulan Gibran, Bakal Ada Manuver Lagi?

Halalbihalal purnawirawan TNI AD disebut akan digelar di Balai Kartini, Selasa sore ini

Prabowo Buka Peluang Bertemu Jenderal Try Sutrisno dkk, Nasib Wapres Gibran di Ujung Tanduk?
Selasa, 06 Mei 2025 | 10:02 WIB

Prabowo Buka Peluang Bertemu Jenderal Try Sutrisno dkk, Nasib Wapres Gibran di Ujung Tanduk?

"Presiden sangat bijak bahwa sesuaikan dengan jalur konstitusional saja karena tidak bisa seorang presiden menjawab seperti itu."

Dudung Abdurachman Buka Suara soal Desakan Pemakzulan Gibran oleh Purnawirawan TNI
Senin, 05 Mei 2025 | 22:47 WIB

Dudung Abdurachman Buka Suara soal Desakan Pemakzulan Gibran oleh Purnawirawan TNI

Dudung Abdurachman berbicara soal forum purnawirawan prajurit tni yang mendesak pemakzulan Wapres Gibran.

Terbaru
Sengketa Blang Padang: Tanah Wakaf Sultan Aceh untuk Masjid Raya
polemik

Sengketa Blang Padang: Tanah Wakaf Sultan Aceh untuk Masjid Raya

Selasa, 01 Juli 2025 | 18:32 WIB

"Dalam catatan sejarah itu tercantum Blang Padang (milik Masjid Raya), kata Cek Midi.

Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa! nonfiksi

Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa!

Sabtu, 28 Juni 2025 | 09:05 WIB

M3GAN 2.0 nggak lagi serem seperti film pertamanya.

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar polemik

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar

Kamis, 26 Juni 2025 | 19:08 WIB

"Tapi saya yakin tidak ada lah penegakan hukum yang akan menjerat penjual pecel lele. Itu tidak apple to apple," ujar Zaenur.

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam polemik

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam

Kamis, 26 Juni 2025 | 14:36 WIB

Setiap tindak penyiksaan harus diberikan hukuman yang setimpal dan memberi jaminan ganti rugi terhadap korban serta kompensasi yang adil, jelas Anis.

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu? polemik

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu?

Kamis, 26 Juni 2025 | 08:41 WIB

Kerja sama tersebut menghilangkan daya kritis ormas keagamaan terhadap kebijakan atau keputusan pemerintah yang tidak pro rakyat.

2 Juta Lapangan Kerja dari Koperasi Prabowo: Ambisius atau Realistis? polemik

2 Juta Lapangan Kerja dari Koperasi Prabowo: Ambisius atau Realistis?

Rabu, 25 Juni 2025 | 21:34 WIB

Angka ini sangat ambisius apabila dilihat dari track record koperasi kita, kata Jaya.

Marcella Mengaku, Marcella Membantah; Upaya Membelokan Nalar Kritis di Ruang Publik polemik

Marcella Mengaku, Marcella Membantah; Upaya Membelokan Nalar Kritis di Ruang Publik

Rabu, 25 Juni 2025 | 18:34 WIB

Pengakuan Marcella Soal Biaya Narasi Penolakan RUU TNI dan "Indonesia Gelap" Dinilai Berbahaya: Membuat Kelompok Masyarakat Sipil Semakin Rentan