Di Balik Sorotan AS Terhadap Barang Bajakan Pasar Mangga Dua
Home > Detail

Di Balik Sorotan AS Terhadap Barang Bajakan Pasar Mangga Dua

Chandra Iswinarno | Muhammad Yasir

Selasa, 22 April 2025 | 15:03 WIB

Suara.com - Pasar Mangga Dua, Jakarta menjadi sorotan Amerika Serikat. Salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Indonesia itu dituding sebagai sarang barang bajakan. Mereka menekan Indonesia memperkuat perlindungan dan penegakan hukum terhadap hak atas kekayaan intelektual (HaKI) demi mempererat serta memperlancar hubungan dagang antarkedua negara. Benarkah tekanan itu tak terlepas dari faktor perang dagang yang terjadi antara AS dan China?

HAMBATAN perdagangan antara AS dan Indonesia tertuang dalam dokumen '2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers.'

Dokumen tersebut diterbitkan Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) pada 31 Maret 2025 atau beberapa hari sebelum Presiden Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif resiprokal terhadap beberapa negara.

Salah satu hambatan perdagangan AS dan Indonesia yang dikeluhkan Negeri Paman Sam yakni maraknya barang bajakan. Pasar Mangga Dua yang dituding sebagai sarang barang bajakan itu bahkan masuk dalam daftar pantauan prioritas otoritas perdagangan AS.

Sorotan AS terhadap maraknya barang bajakan di berbagai negara sebelumnya juga sempat dituangkan dalam laporan bertajuk 2024 Review of Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy.

Selain Mangga Dua, dalam laporan yang disusun Executive of The President USA dan dipublikasikan USTR itu juga turut menyoroti maraknya barang bajakan di Pasar Petaling Street, Kuala Lumpur, Malaysia serta MBK Center, Bangkok, Thailand.

Pemerintahan Donald Trump telah mendesak Indonesia memperkuat perlindungan dan penegakan hukum terhadap HaKI. Desakan itu merupakan bagian dari diplomasi antarkedua negara di tengah panasnya perang dagang.

Sementara Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengklaim pengawasan terhadap peredaran barang ilegal telah dilakukan secara reguler dan rutin.

Selain itu, komitmen pemerintah terhadap penegakan HaKI menurutnya bukan serta merta karena menjadi perhatian dalam konteks kerja sama dengan AS, tapi juga negara-negara mitra dagang lainnya.

“Dua hari yang lalu, kita juga ada penyitaan barang-barang yang ilegal. Jadi itu terus kita berjalan,” kata Budi di Pelataran Sarinah, Jakarta, Minggu (20/4/2025).

Pada Kamis, 17 April 2025 Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan penyitaan terhadap barang-barang ilegal senilai Rp15 miliar.

Barang bukti yang disita itu merupakan hasil dari pengawasan terhadap peredaran barang dan jasa yang dilakukan Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) bekerja sama dengan kementerian/lembaga selama periode Januari-Maret 2025.

Budi menyebut sebagian besar barang impor yang disita berasal dari China. Penyitaan dilakukan lantaran barang-barang tersebut tidak memenuhi ketentuan; Standar Nasional Indonesia (SNI), tidak menggunakan label berbahasa Indonesia, tidak memiliki manual atau kartu garansi, serta tidak memiliki nomor registrasi K3L atau Kesehatan, Keselamatan, Keamanan dan Lingkungan.

Mengapa Indonesia Disorot?

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai tekanan terhadap Indonesia, Malaysia dan Thailand terkait peredaran barang bajakan ini tidak terlepas dari perang dagang antara AS dan China. Sebab, Tiongkok merupakan negara dengan volume produksi barang palsu terbesar di dunia.

"Lebih dari 70 persen barang bajakan secara global menurut laporan OECD dan EUIPO," kata Nur kepada Suara.com, Selasa (22/4/2025).

Pasar Mangga Dua disebut Presiden Donald Trump sebagai tempat pembajakan barang jenama di Indonesia. [Suara.com/Faqih]
Pasar Mangga Dua disebut Presiden Donald Trump sebagai tempat pembajakan barang jenama di Indonesia. [Suara.com/Faqih]

AS, kata Nur, memiliki kepentingan strategis: melindungi brand dan industri mereka dari erosi nilai akibat pemalsuan.

Pasalnya, ketika barang palsu yang meniru merek-merek Amerika itu masuk dan dijual bebas di negara-negara lain seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand mereka tidak hanya kehilangan potensi penjualan, tetapi juga menghadapi degradasi reputasi merek.

Nur menyebut fokus AS yang justru menyasar negara-negara yang menjadi titik pasar produk barang palsu Tiongkok itu tidak terlepas dari kompleksitas hubungan dua negara tersebut.

“Ini yang mendorong AS untuk menekan negara seperti Indonesia agar memperkuat perlindungan HaKI. Meski negara asal produksi seperti Tiongkok tidak disentuh secara frontal karena kompleksitas hubungan dagang yang lebih besar,” ungkapnya.

Di sisi lain, Nur menilai penegakan hukum terhadap barang palsu di Indonesia memang masih jauh panggang dari api.

Terlebih di ranah digital. Menurutnya ketidakhadiran sistem filtering yang efektif, lemahnya pengawasan dari pemerintah, serta kurangnya insentif bagi platform digital untuk membersihkan diri dari pedagang ilegal merupakan akar masalahnya.

“Ini memerlukan pembaruan regulasi digital dan kolaborasi aktif antara pemerintah, penyedia platform, dan pemegang hak kekayaan intelektual. Tanpa itu, e-commerce akan terus menjadi jalur aman bagi pelaku pemalsuan,” bebernya.

Sementara Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho menilai ada atau tidaknya sorotan AS terhadap barang bajakan di Indonesia memang sudah sepatutnya menjadi perhatian pemerintah.

Sebab, selain berdampak terhadap produk-produk brand luxury dari luar negeri, keberadaan barang bajakan atau tiruan tersebut turut menekan produk dalam negeri.

“Produk bajakan, palsu, tiruan itu juga menekan permasalahan yang saat ini terjadi dimana industri domestik kita sedang menurun. Sebab mereka harus bersaing dengan produk-produk tersebut,” ujar Andry kepada Suara.com.

Bagaimana Nasib UMKM?

Keberadaan pelaku usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM sebagai penjual produk bajakan di Mangga Dua menurut Andry juga perlu menjadi perhatian pemerintah. Pemerintah menurutnya perlu mengambi kebijakan secara hati-hati agar tidak merugikan mereka.

“Kita tidak ingin juga UMKM kita terdampak. Menurut saya pemerintah memang harus coba untuk melakukan pembenahan,” tuturnya.

Nur juga sependapat dengan Andry. Menurutnya banyak UMKM di Mangga Dua memilih menjual barang tiruan bukan karena niat kriminal, melainkan karena tidak mampu mengakses barang legal dengan margin yang kompetitif.

“Maka dari itu, solusi tidak bisa hanya berbentuk represi dan penggerebekan,” ujarnya.

Pemerintah, kata Nur, harus hadir memberi pendampingan bagi UMKM agar bisa beralih ke produk legal atau bahkan produksi merek sendiri.

Langkah tersebut, misalnya bisa dilakukan pemerintah lewat program pendampingan hukum, pembiayaan untuk produksi legal, hingga subsidi untuk transisi dari produk palsu ke produk resmi.

“Dengan begitu, kebijakan penertiban tidak menimbulkan korban ekonomi baru di kalangan rakyat kecil,” tutur Nur.

Benarkah Mangga Dua Sarang Barang Bajakan?

Jurnalis Suara.com mencoba menelusuri hal tersebut ke ITC Mangga Dua, yang letaknya berada di dekat WTC dan Mangga Dua Square.

Saat masuk ke lantai dasar, pemandangan langsung dimanjakan berbagai macam barang, seperti tas, baju, hingga produk parfum dan kosmetik.

Terlihat beberapa jenama dunia seperti Coach dan Guess serta produk tas lokal, Eiger dengan harga di bawah pasaran.

Salah satu lapak penjual di Pasar Mangga Dua, Jakarta. [Suara.com/Faqih]
Salah satu lapak penjual di Pasar Mangga Dua, Jakarta. [Suara.com/Faqih]

Linda salah pedagang tas blak-blakan mengaku menjual produk bajakan. Dengan harga berkisar Rp200-300 ribu, ia mengklaim barang dagangnya itu cukup berkualitas.

“Kalau ori mana ada harga segini. Jelas ini bukan ori, tapi ini cukup awet, bisa tahan 1-2 tahun,” katanya kepada Suara.com, Senin (21/4/2025).

Seorang pedagang lainnya yang enggan disebut namanya, juga mengakui turut menjual barang bajakan alias KW. Namun, ia memilih menyebut barang dagangnya itu dengan sebutan kualitas mirror.

Dari pandangan mata beberapa produk yang dijual itu merupakan brand kenamaan seperti The North Face, Patagonia, dan Stone Island.

Dari sisi bahan dan tag produk, tidak terlalu jauh berbeda dari produk yang asli. Namun jika diamati, jahitan pada produk tersebut agak sedikit kurang rapih.

Penjual di toko tersebut pun, mengaku jika pembelinya bukan hanya orang biasa. Namun ada juga artis yang berbelanja di sana.

“Gak kelihatan KW, tergantung yang pakai. Artis-artis juga sering ada yang belanja di sini, tapi nggak enak kalau disebut,” ungkapnya.

Meski mengaku sudah cukup lama menjual barang KW, pedagang tersebut mengklaim tidak pernah mendapat sanksi atau sidak dari pihak kepolisian.

“Kita kan udah kenal dengan polisi-polisi,” timpalnya.

Suara.com sempat berupaya meminta tanggapan dari Customer Relation ITC Mangga Dua, Teguh Santoso. Namun ia enggan memberikan keterangan karena alasan pimpinan sedang tidak ada.

“Dari manajemen belum bisa memberikan tanggapan. Jadi kebetulan, pimpinan juga tidak ada,” katanya.


Terkait

Pengamat Ramal Harga Emas Antam-Pegadaian Bisa Tembus Rp2,3 Juta.
Selasa, 22 April 2025 | 12:01 WIB

Pengamat Ramal Harga Emas Antam-Pegadaian Bisa Tembus Rp2,3 Juta.

Pengamat prediksi Harga Emas Dunia tembus USD3.700, karena ketegangan politik AS dan global, serta terbatasnya suplai domestik.

IHSG Diprediksi Bisa Terkoreksi Hari Ini, Simak Saham-saham Pilihan
Selasa, 22 April 2025 | 08:45 WIB

IHSG Diprediksi Bisa Terkoreksi Hari Ini, Simak Saham-saham Pilihan

IHSG diprediksi terkoreksi akibat kekhawatiran pasar atas independensi The Fed setelah kritikan Trump, serta penurunan saham teknologi AS.

Cara CEO Apple Tim Cook Rayu Donald Trump, Sukses Bujuk Harga iPhone Tak Makin Mahal
Senin, 21 April 2025 | 22:28 WIB

Cara CEO Apple Tim Cook Rayu Donald Trump, Sukses Bujuk Harga iPhone Tak Makin Mahal

CEO Apple Tim Cook ternyata turun gunung untuk merayu Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, soal tarif impor. Cara ini ternyata ampuh.

Trump Kalahkan Biden Jauh! Dana Pelantikan Capai Rp3,8 Triliun, Ini Rinciannya
Senin, 21 April 2025 | 20:30 WIB

Trump Kalahkan Biden Jauh! Dana Pelantikan Capai Rp3,8 Triliun, Ini Rinciannya

Trump cetak rekor dana pelantikan $239 juta, lampaui pelantikan sebelumnya & Biden. Didukung perusahaan besar (Airbnb, Amazon, Meta). Miliarder teknologi hadir.

Terbaru
Perusahaan Tahan Ijazah Karyawan: Modus Baru Perbudakan Modern?
polemik

Perusahaan Tahan Ijazah Karyawan: Modus Baru Perbudakan Modern?

Selasa, 22 April 2025 | 10:26 WIB

Sejumlah daerah memiliki peraturan daerah yang melarang perusahaan menahan ijazah pekerja.

Saat Serdik Polri Pilih Sowan ke Jokowi: Apa Kabar Arah Reformasi Polisi? polemik

Saat Serdik Polri Pilih Sowan ke Jokowi: Apa Kabar Arah Reformasi Polisi?

Senin, 21 April 2025 | 19:27 WIB

Perwira Penuntun (Patun) Pokjar II Serdik Sespimmen, Kombes Denny, menyebut kunjungan tersebut hanya sebatas silaturahmi.

Sengkarut di Balik Dapur MBG yang Belum Dibayar: Apa Akar Masalahnya? polemik

Sengkarut di Balik Dapur MBG yang Belum Dibayar: Apa Akar Masalahnya?

Senin, 21 April 2025 | 12:21 WIB

Dapur mengaku belum dibayar. Kisruh ini makin menegaskan amburadulnya pelaksanaan program andalan Presiden Prabowo Subianto tersebut.

Wajah Muda, Umur Tua: Awas Trik Licik Piala Dunia U-17 polemik

Wajah Muda, Umur Tua: Awas Trik Licik Piala Dunia U-17

Sabtu, 19 April 2025 | 11:08 WIB

Pentas perhelatan Piala Dunia U-17 2025 akan dihelat Qatar. Meski hanya kompetisi untuk pemain kelompok umur, trik jahat pencurian umur mengintai.

Review Pengepungan di Bukit Duri, Lebih Ngeri dari Semua Film Joko Anwar nonfiksi

Review Pengepungan di Bukit Duri, Lebih Ngeri dari Semua Film Joko Anwar

Sabtu, 19 April 2025 | 07:35 WIB

Konsep alternate history dalam "Pengepungan di Bukit Duri" membuat ceritanya terasa akrab, meski latarnya fiksi.

Tentara Masuk Kampus, Ancaman NKK/BKK dan Kembalinya Bayang-Bayang Rezim Soeharto polemik

Tentara Masuk Kampus, Ancaman NKK/BKK dan Kembalinya Bayang-Bayang Rezim Soeharto

Kamis, 17 April 2025 | 20:53 WIB

Rentetan tentara masuk kampus (UIN, Unud, Unsoed) saat diskusi, dinilai intervensi & ancaman kebebasan akademik, mirip Orde Baru. Kritik RUU TNI menguatkan kekhawatiran militerisasi.

Predator di Balik Ruang Pemeriksaan: Mengapa Kekerasan Seksual Bisa Terjadi di Fasilitas Kesehatan? polemik

Predator di Balik Ruang Pemeriksaan: Mengapa Kekerasan Seksual Bisa Terjadi di Fasilitas Kesehatan?

Kamis, 17 April 2025 | 15:04 WIB

Posisi dan keahlian medis digunakan untuk melancarkan kejahatan seksual.