Darurat Kekerasan Seksual Anak: Saat Ayah dan Kakek Jadi Predator, Negara Malah Pangkas Anggaran
Home > Detail

Darurat Kekerasan Seksual Anak: Saat Ayah dan Kakek Jadi Predator, Negara Malah Pangkas Anggaran

Chandra Iswinarno | Muhammad Yasir

Kamis, 17 April 2025 | 12:08 WIB

Suara.com - Kasus pemerkosaan yang dilakukan ayah, paman dan kakek terhadap anak usia lima tahun di Kabupaten Garut, Jawa Barat mendapat kecaman keras. Tak cukup sebatas menjatuhi hukuman berat, pemerintah dan aparat penegak hukum harus benar-benar menaruh perhatian serius agar kasus kekerasan terhadap anak tak terus berulang!

POLISI menangkap YMA (24) dan YMU (31) pada Selasa, 8 April 2025. Keduanya merupakan ayah dan paman korban. Belakangan polisi turut menangkap ES (57) yang tidak lain juga adalah kakek korban.

Kasus pemerkosaan terhadap anak perempuan usia lima tahun yang dilakukan ayah, paman dan kakeknya ini terungkap setelah salah satu tetangga curiga melihat bercak darah pada celana korban. Ketika itu, korban sempat dibawa ke Puskesmas untuk diperiksa. Namun bidan merekomendasikan agar korban dibawa ke rumah sakit agar dilakukan visum.

Hasil visum rumah sakit lalu menunjukkan korban mengalami robek pada selaput dara kemaluan yang diduga akibat persetubuhan. Hasil visum itu selanjutnya dijadikan dasar ibu korban untuk melapor ke polisi.

Berdasar hasil penyelidikan dan penyidikan terungkap pelaku merupakan YMA, YMU dan ES. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Garut AKP Joko Prihatin menyebut ketiganya kekinian telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polres Garut.

“Tersangka melakukan kekerasan seksual tersebut di waktu berbeda-beda,” kata Joko kepada Suara.com, Rabu (16/4/2025).

Tindakan pemerkosaan itu diduga telah terjadi sejak empat bulan lalu semenjak istri ES atau nenek korban meninggal dunia. Joko menyebut korban selama ini diasuh oleh kakek dan neneknya setelah orang tuanya bercerai. Sedangkan pemerkosaan terhadap korban itu dilakukan ketiga tersangka di waktu berbeda-beda ketika rumah dalam keadaan sepi.

"Pengakuan tersangka motifnya karena nafsu birahi," ungkap Joko.

Berdasar data, sepanjang tahun 2024 hingga Februari 2025 Komnas Perlindungan Anak telah menerima 2.457 laporan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Di mana dari 864 kasus di antaranya, pelaku merupakan keluarga korban.

Sementara hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) yang dilakukan Kementerian PPPA pada 2024 menunjukkan, 1 dari 2 anak usia 13-17 tahun di Indonesia atau sekitar 11,5 juta anak mengalami setidaknya satu bentuk kekerasan di sepanjang hidupnya. Jumlah ini terdiri dari 5,8 juta anak laki-laki (49,83 persen) dan 5,7 juta anak perempuan (51,78 persen).

Berdasar data SNPHAR 2024 itu diketahui pula bahwa kekerasan emosional merupakan bentuk kekerasan yang paling banyak dialami oleh anak usia 13-17 tahun.

Hampir separuh anak atau sekitar 45,43 persen pernah mengalami kekerasan emosional di sepanjang hidupnya dengan prevalensi lebih tinggi pada perempuan, yakni sebesar 47,82 persen dibandingkan laki-laki 43,17 persen.

Sedangkan prevalensi anak usia 13-17 tahun yang pernah mengalami kekerasan di sepanjang hidup mereka mencapai angka 8,57%. Angka lebih tinggi terjadi pada perempuan 9,8 persen dibanding laki-laki 8,34 persen.

Perberat Hukuman

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Arifah Fauzi memastikan akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Pengawalan diberikan demi memastikan korban mendapat keadilan serta perlindungan dan pemulihan secara penuh.

“Kementerian PPPA berkomitmen untuk terus mengawal proses hukum secara adil serta memastikan pemulihan dan pemenuhan hak-hak korban secara menyeluruh,” ujar Arifah.

Hingga kekinian, kata Arifah, Kementerian PPPA terus berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Garut. Pada 11 April 2025 lalu, UPTD PPA Kabupaten Garut menurutnya juga telah melakukan pemeriksaan dan pendamping psikologis kepada korban.

“Keluarga juga sepakat untuk menempatkan korban di rumah aman untuk memastikan hak-haknya terpenuhi sesuai dengan kebutuhannya,” ungkapnya.

Dalam perkara ini penyidik Polres Garut telah menjerat ketiga tersangka menggunakan Pasal 76D Juncto Pasal 81 atau 76E Juncto Pasal 82 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. Arifah berharap jaksa penuntut umum dapat memperberat ancaman hukuman tersebut hingga sepertiga dari hukuman pokok sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.

“Mengingat ketiga pelaku merupakan ayah, paman dan kakek korban,” jelasnya.

Di sisi lain Arifah juga mendorong masyarakat baik yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor. Ia juga mengapresiasi tetangga korban dalam kasus ini yang telah peduli dan berani melapor.

Arifah menilai tindakan yang dilakukan tetangga korban tersebut mencerminkan bahwa kekerasan seksual bukan lagi dianggap sebagai urusan privat. Tetapi persoalan publik yang menuntut perhatian dan aksi nyata dari seluruh elemen masyarakat.

“Ketika lingkungan sekitar turut peduli dan bertindak, kita tidak hanya melindungi korban, tetapi juga menciptakan efek jera bagi pelaku dan membangun budaya perlindungan yang lebih kuat,” katanya.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi. (Suara.com/Lilis)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi. (Suara.com/Lilis)

Perlu Perhatian Serius

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dian Sasmita menilai pemerintah perlu benar-benar memberikan perhatian serius terhadap perlindungan anak. Apalagi di tengah ancaman kekerasan seksual yang terjadi bukan lagi sebatas perkosaan dan pencabulan, tapi juga eksploitasi seksual berbasis online.

"Ini yang perlu perhatian serius pemerintah. Salah satunya adalah anggaran perlindungan anak harus ditingkatkan, jangan malah diefisiensi,” ungkap Dian kepada Suara.com.

KPAI merupakan lembaga dengan satuan kerja di bawah Kementerian PPPA yang turut terdampak kebijakan efisiensi anggaran.

Berdasar data, bahkan Kementerian PPPA merupakan salah satu kementerian yang terkena pemangkasan cukup besar, yakni hampir 50 persen dari pagu anggaran awal sebesar Rp300,6 miliar.

Pemangkasan anggaran akibat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 itu sempat mendapat sorotan dari anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDIP, Matindas J Rumambi.

Dalam rapat kerja Komisi VIII DPR RI dengan Kementerian PPPA, ia khawatir buntut dari pemangkasan anggaran tersebut Kementerian PPPA tidak lagi memiliki alokasi untuk program pendampingan, perlindungan, dan rehabilitasi bagi perempuan dan anak korban kekerasan sebagaimana amanat undang-undang.

Penanganan kekerasan terhadap anak, kata Dian, memang sudah semestinya menjadi prioritas secara nasional.

Bukan hanya sebatas ketika ada kasus, tapi perlu dilakukan secara komprehensif meliputi pencegahan, mitigasi risiko, hingga penanganannya.

"Jadi tiga level intervensi ini harus diupayakan semua, jangan hanya pada kasus semata. Karena fenomena gunung es itu sangat ada," ungkapnya.

Sedangkan penegakan hukum yang dapat dilakukan untuk memberikan efek jera, menurut Dian tidak hanya sebatas memperberat ancaman hukuman pelaku. Tetapi juga mewajibkan pelaku membayar restitusi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau UU TPKS.

"Restitusi itu penting sekali. Jangan sampai aparat penegak hukum lupa untuk memastikan restitusi anak ini terpenuhi," jelasnya.

Di dalam UU TPKS, lanjut Dian, apabila pelaku kekerasan seksual merupakan anggota keluarga, pelaku juga bisa dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak asuh anak atau pencabutan pengampuan.

"Selain dijatuhi pidana, pelaku dapat dikenakan tindakan berupa rehabilitasi medis dan sosial. Supaya ketika pelaku ketika bebas tidak mengulangi tindak pidana," katanya.


Terkait

Dua Korban Sudah Melapor, Kemen PPPA Ajak Perempuan Lain Ungkap Pelecehan Dokter di Garut
Rabu, 16 April 2025 | 17:25 WIB

Dua Korban Sudah Melapor, Kemen PPPA Ajak Perempuan Lain Ungkap Pelecehan Dokter di Garut

"Sampai saat ini (16/04) sudah ada 2 korban baru yang melapor ke UPTD PPA Kabupaten Garut," kata Ratna

Siswa SMA di Pinrang Jadi Pelaku Sodomi, KPAI Minta Proses Hukum Tetap Pakai UU Peradilan Anak
Jum'at, 28 Maret 2025 | 15:05 WIB

Siswa SMA di Pinrang Jadi Pelaku Sodomi, KPAI Minta Proses Hukum Tetap Pakai UU Peradilan Anak

KPAI tegaskan kasus sodomi di Pinrang, Sulsel gunakan UU Perlindungan Anak & SPPA, tolak usul UU TPKS. Prioritaskan hak anak, pendampingan, dan pemulihan korban atau pelaku.

Sering Diabaikan, KPAI: Jangan Ada Pelanggaran Hak Anak Selama Mudik!
Kamis, 27 Maret 2025 | 16:52 WIB

Sering Diabaikan, KPAI: Jangan Ada Pelanggaran Hak Anak Selama Mudik!

"Anak-anak juga rentan mengalami kekerasan seksual serta pelanggaran hak lainnya selama perjalanan massal."

Terbaru
Isu Fatherless Makin Marak, Film Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah Tayang di saat yang Tepat!
nonfiksi

Isu Fatherless Makin Marak, Film Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah Tayang di saat yang Tepat!

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah berhasil meraih 420 ribu penonton meski berhadapan dengan film The Conjuring.

Pengalaman Tiga Hari di Pestapora 2025, Festival Musik yang Penuh Warna dan Kejutan nonfiksi

Pengalaman Tiga Hari di Pestapora 2025, Festival Musik yang Penuh Warna dan Kejutan

Selasa, 09 September 2025 | 20:27 WIB

Catatan tiga hari Pestapora 2025, pesta musik lintas generasi.

Review Film The Conjuring: Last Rites, Penutup Saga Horor yang Kehilangan Taring nonfiksi

Review Film The Conjuring: Last Rites, Penutup Saga Horor yang Kehilangan Taring

Sabtu, 06 September 2025 | 08:00 WIB

Plot yang lemah, jumpscare yang klise, serta kurangnya ide segar membuat film terasa datar.

Review Panji Tengkorak, Tetap Worth It Ditonton Meski Meski Penuh Cacat nonfiksi

Review Panji Tengkorak, Tetap Worth It Ditonton Meski Meski Penuh Cacat

Sabtu, 30 Agustus 2025 | 08:00 WIB

Film ini justru hadir dengan nuansa kelam, penuh darah, dan sarat pertarungan.

'Sudahlah Tertindas, Dilindas Pula', Kesaksian Teman Affan Kurniawan yang Dilindas Rantis Brimob polemik

'Sudahlah Tertindas, Dilindas Pula', Kesaksian Teman Affan Kurniawan yang Dilindas Rantis Brimob

Jum'at, 29 Agustus 2025 | 13:04 WIB

Affa Kurniawan, driver ojol yang baru berusia 21 tahun tewas dilindas rantis Brimob Polda Jaya yang menghalau demonstran, Kamis (28/8) malam. Semua bermula dari arogansi DPR.

Review Film Tinggal Meninggal: Bukan Adaptasi Kisah Nyata tapi Nyata di Sekitar Kita nonfiksi

Review Film Tinggal Meninggal: Bukan Adaptasi Kisah Nyata tapi Nyata di Sekitar Kita

Sabtu, 23 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Film Tinggal Meninggal lebih banyak mengajak penonton merenungi hidup ketimbang tertawa?

80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror polemik

80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror

Minggu, 17 Agustus 2025 | 15:38 WIB

Di usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia, jurnalis masih menghadapi intimidasi, teror, hingga kekerasan.