Suara.com - Di hari-hari pertama penayangan, jumlah penonton Jumbo tidak memperlihatkan jumlah yang mengesankan.
Apalagi ada dua film horor, yang masih jadi genre favorit masyarakat Indonesia, tayang saat lebaran.
Kabar bahwa Jumbo menjadi film animasi yang paling banyak ditonton agaknya cukup banyak mengundang gairah para calon penonton untuk memilihnya, termasuk saya.
Jumlah penonton semakin meningkat tajam ketika film Jumbo memperoleh 1 juta penonton di hari kedelapan penayangan.
Puncaknya saat Jumbo menyalip perolehan jumlah penonton Qodrat 2 yang semula berada di posisi kedua di bawah Pabrik Gula.
Apa yang membuat film Jumbo (bisa dibilang) mendadak digandrungi? Jawabannya sudah ada di pembuka tulisan ini.. karena film horor..
Sinopsis (Agak Spoiler)
Seperti yang sudah bisa dibaca di mana-mana, film Jumbo menceritakan seorang bocah yatim piatu bernama Don.
Buku dongeng berjudul "Pulau Gelembung" menjadi peninggalan orangtua yang terus-terusan dibanggakan Don.
Buku itu juga menjadi satu-satunya hal yang dibanggakan Don karena ia tak pandai dalam permainan yang berbau fisik.
Tubuhnya yang besar membuat teman-temannya ogah satu tim dengannya saat main kasti atau bola karena lelet.
Situasi itulah yang memicu Don untuk unjuk diri melalui pementasan dari buku dongeng buatan orangtuanya.
Apabila kamu pikir konfliknya adalah bagaimana Don mementaskan buku dongeng tersebut, jawabannya salah besar!
Pementasan "Pulau Gelembung" dengan penampilan Don menyanyikan lagu "Selalu Ada di Nadimu" justru sudah ditampilkan di tengah-tengah film.
Konflik utama film Jumbo hingga sampai klimaks sebenarnya adalah sosok Meri, arwah yang membantu Don menyukseskan pementasan.
Jumpscare di film Jumbo terbilang cukup mengagetkan karena siapa yang bakal menyangka.. kan ini film animasi anak-anak.. katanya..
Saya sempat kepikiran, ini anak-anak nggak papa kah, dikaget-kagetin begini?
Tapi memang nggak sebanyak itu kok jumpscare-nya. Reaksi para bocil (bocah kecil) yang menonton di bioskop yang sama dengan penulis pun cukup terkontrol.
Malahan, kalau dipikir-pikir, adrenalin menonton sesuatu yang menakutkan ini malah disukai bocil-bocil. Mengingat mereka belum bisa nonton film horor Indonesia yang banyak adegan dewasanya, eh.
Film Animasi Asli Indonesia Loh!
Menonton film Jumbo dengan perasaan bangga bahwa yang membuatnya adalah anak-anak bangsa memang tak terhindarkan.
Ketika membaca dan mendengar bahwa film Jumbo memberikan suguhan cerita yang sangat baik, mengesankan, bahkan mengharukan, saya sebenarnya pesimis.
Terkadang ada paksaan bahwa kita harus mengapresiasi karya anak bangsa, meski sebenarnya standar atau bahkan jelek banget.
Namun setelah menonton film Jumbo, apabila ditanya pendapat, saya cuma jawab dua kata: bagus bangeeet!
Secara teknis animasi, penulis mungkin tidak begitu paham. Hanya saja mata saya sangat dimanjakan tanpa ada hal-hal yang mengganggu.
Karakter Mbek, Mbeek, dan Mbeeek cukup mencuri perhatian di luar fakta bahwa pengisi suaranya adalah Angga Dwimas Sasongko, Chicco Jerikho, dan Ganindra Bimo.
Pemilihan hewan kambing, dan dibuat sedemikian menggemaskan, menjadi salah satu unsur penting yang mengingatkan bahwa film Jumbo benar-benar asli buatan Indonesia.
Film Jumbo juga menghadirkan cerita yang Indonesia banget.
Suasana yang disuguhkan dalam film Jumbo adalah perayaan 17 Agustus yang biasa diisi dengan unjuk bakat maupun lomba-lomba.
Untuk mendapatkan dana pementasannya, Don bersama kawan-kawan diceritakan mengikuti perlombaan seperti lomba panjat pinang dan gigit koin.
Permasalahan utama film Jumbo pun agaknya hanya ada di Indonesia, yaitu penggusuran lahan untuk proyek pembangunan infrastruktur.
Bukan hanya warga sekitar yang protes, arwah-arwah yang lahan makamnya akan digusur pun ikutan.
Arwah di film Jumbo juga Indonesia banget dengan penggunaan ronce bunga melati (atau bunga sedap malam? Penulis tidak begitu yakin) sebagai kalung.
Maka dengan rencana penayangan di 17 negara di luar Indonesia, termasuk Turki dan Rusia, penulis rasa penonton di sana akan mendapatkan cerita baru yang tak dimiliki film animasi negara lain.
Pesan Moral yang Gak Dipaksakan
Tak hanya Don, karakter-karakter dalam film Jumbo yang lain pun cukup menarik perhatian.
Karakter mereka dibuat abu-abu, tidak ada yang sepenuhnya baik, pun jahat banget.
Semua karakter diberi alasan akan sifatnya yang membuat penonton bisa berpindah-pindah keberpihakan.
Don sebagai karakter utama tidak dibuat sebagai sosok yang paling baik. Don tetaplah anak-anak yang punya sisi egois, hanya mau didengar, tetapi juga mau belajar.
Atta, sosok yang merundung Don, pun digambarkan sebagai bocah yang begitu peduli kepada kakaknya.
Di usia anak-anak, Atta sudah berpikir cara membantu abangnya yang bernama Acil untuk mencari uang.
Sebab keduanya yatim piatu, dan kaki Acil terluka sehingga tidak bisa mencari nafkah dengan maksimal.
Meski sama-sama yatim piatu, kondisi Don dan Atta sangat berbeda. Hal itu pun memicu rasa iri Atta sehingga merundung Don.
Don punya dua teman dekat bernama Nurman dan Mae yang seolah menggantikan peran orangtuanya. Dalam salah satu dialog, Don merasa orangtuanya mengirim Nurman dan Mae untuk menemaninya.
Nurman adalah teman Don yang selalu ditemani tiga kambing peliharaan engkong-nya. Ia suka menggambar bunga dan pandai bermain gitar, anaknya 'nyeni' banget.
Mae dan Meri, meski beda dimensi, sama-sama digambarkan sebagai teman yang baik hati.
Untuk para orangtua, karakter-karakter dalam film Jumbo bisa banget jadi bahan diskusi bersama anak-anak untuk memperkenalkan hal baik dan buruk.
Pesan moral dalam film Jumbo terasa sangat kuat, tetapi juga tidak menggurui.
Semua karakternya berproses, pernah berada di posisi yang salah, punya alasan di baliknya, dan mau memperbaiki diri.
Belum lagi cerita mengharukan yang membuat penonton sesenggukan di bioskop, apalagi kalau sudah tidak punya orangtua seperti Don.
Penonton akan dibuat merasakan senang, sedih, geregetan, kaget, deg-degan, dan berbagai macam perasaan lainnya.
Visinema Pictures sebagai production house juga patut diapresiasi akan kesabarannya menanti pengerjaan film Jumbo selama lima tahun dan melibatkan ratusan animator. Angkat topi juga buat Ryan Adriandhy yang menyutradarai film ini.
Harus diakui pula bahwa Visinema Pictures jago mempromosikan film-filmnya, termasuk Jumbo, ketika mengenalkan sosok-sosok tak terduga di balik suara para karakternya selama penayangan.
Sebenarnya masih banyak alasan film Jumbo telah (dan harus) disaksikan jutaan penonton.
Namun satu hal yang pasti, film Jumbo benar-benar cocok dinikmati semua usia dan sangat layak meraih lebih dari 2 juta penonton, 3 juta, dan seterusnya.
Kontributor : Neressa Prahastiwi
Tak disangka, hadirnya karakter Nurman adalah bentuk penghormatan Ryan pada seseorang, yaitu Verrys Yamarno.
Perangkat ini dijual dengan harga terjangkau dan baterai jumbo 6.000 mAh.
Ryan Adriandhy, sutradara film Jumbo, mengungkapkan fakta mengejutkan saat hadir di podcast Raditya Dika.
Apa saja rekomendasi film dan serial yang melibatkan Ryan Adriandhy?
Saya kira ini sebenarnya bukan isu kemanusiaan, tapi isu politik. Prabowo sepertinya tidak punya cara lain untuk bernegosiasi dengan Trump, kata Smith.
Faktor orang berbondong-bondong ke kota besar, terutama Jakarta adalah penghasilan mereka di daerah semakin tidak mencukupi memenuhi kebutuhan hidup.
Ini bisa menjadi tantangan bahkan hambatan ketika guru-guru yang direkrut adalah guru-guru yang tidak punya pengalaman, kata Satriwan.
Ari bilang eror seperti itu bukanlah hal baru selama ia memakai JakOne Mobile.
Indonesia kini dikenai tarif balasan hingga 32 persen.
Persoalan politik dan ekonomi manjadi salah satu faktor utama yang mendorong Prabowo akhirnya menemui Megawati.
Pastikan kamu memilih versi yang sesuai dengan usia agar bisa menikmati pengalaman menonton yang maksimal.