Suara.com - SUBPRAJA ARDINATA sejak awal yakin penyebab kematian Juwita bukan karena kecelakaan. Dia curiga adik perempuannya yang berprofesi sebagai jurnalis Newsway.co.id itu dibunuh.
“Secara logika, orang awam sudah bisa menilai itu tidak mungkin kecelakaan,” tutur Subpraja.
Warga menemukan jasad Juwita dalam kondisi tergeletak di tepi jalan kawasan Gunung Kupang, Kecamatan Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, pada Sabtu, 22 Maret 2025 sore. Jasad perempuan berusia 22 tahun itu ditemukan sudah dalam kondisi kaku dan pucat. Mengenakan baju lengan panjang, celana jins, serta helm yang masih terpasang di kepala.
Sedangkan sepeda motor matik milik Juwita ditemukan beberapa meter dari lokasi tersebut. Motor itu ditemukan dalam posisi terperosok ke semak.
Di awal Juwita sempat diduga tewas akibat kecelakaan tunggal. Namun luka-luka yang ditemukan pada tubuhnya tidak mengindikasikan sebagai korban kecelakaan. Dari hasil visum rumah sakit yang diterima keluarga, luka-luka itu justru mengarah adanya dugaan kekerasan.
Kecurigaan Subpraja terbukti. Belakangan terungkap bahwa adiknya itu memang tewas dibunuh. Terduga pelaku merupakan anggota TNI AL berinisial J alias Jumran. Pria berusia 23 tahun berpangkat Kelasi Satu tersebut tidak lain merupakan kekasih Juwita.
Komandan Detasemen Polisi Militer Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Balikpapan, Mayor Laut Ronald Ganap menyebut Jumran telah ditangkap dan ditahan oleh POM AL. Kekinian yang bersangkutan masih diperiksa secara insentif untuk mengetahui kronologi hingga motif di balik dugaan pembunuhan tersebut.
Sementara Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Muhammad Ali mengklaim akan memproses kasus tersebut secara transparan. Sanksi tegas, kata dia, akan diberikan kepada Jumran jika terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan tersebut.
Sebagai perwakilan keluarga, Subpraja berharap proses hukum terhadap Jumran dapat dilakukan lewat mekanisme peradilan umum. Dia juga meminta supaya pelaku pembunuh adiknya itu dijatuhi hukuman berat.
“Wajib hukuman mati. Itu permintaan dari pihak keluarga dan saya pribadi sebagai kakak yang merasa kehilangan,” ungkapnya.
Diduga Diperkosa Sebelum Dibunuh
Berdasar sumber informasi yang diterima Suara.com Juwita diduga diperkosa sebelum dibunuh. Dugaan itu merujuk temuan adanya bercak cairan diduga seperma yang ditemukan pada celana korban pada bagian selangkangan depan hingga ke belakang.
Suara.com telah mengonfirmasi kabar tersebut kepada Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen Kristomei Sianturi. Namun Kristomei meminta agar hal itu ditanyakan langsung kepada Kepala Dinas Penerangan TNI AL atau Kadispenal Laksamana Pertama TNI I Made Wira Hady Arsanta Wardhana. Semenatara Wira saat dikonfirmasi mengaku kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan dan penyidikan.
“Terkait apa kabar itu masih belum kami terima informasnya. Nanti akan disampaikan sekiranya selesai pelaksanaan penyidikan,” ujar Wira.
Koordinator Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan Banjarmasin, Rendy Tisna yang turut memantau kasus ini menilai dari serangkaian temuan di lapangan kasus ini terindikasi kuat sebagai pembunuhan berencana.
“Kasus ini memang indikasi kuat pembunuhan berencana,” kata Rendy kepada Suara.com.
Seperti harapan keluarga korban, Rendy juga mendorong agar perkara hukum ini diproses di peradilan sipil bukan militer. Sebab tindak pidana yang dilakukan Jumran merupakan pidana umum bukan pidana yang berkaitan dengan kemiliteran.
“Transparansi dan akses publik dalam persidangan akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan tanpa adanya tekanan dari institusi tertentu,” jelas Rendy.
Kasus pembunuhan Juwita ini juga turut mendapat perhatian anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin. Dia mendorong agar kasus tersebut diusut secara tuntas dan transparan.
“Harus diungkap apa sebenarnya motif pembunuhan ini, apakah dilakukan sendiri atau ada kemungkinan pihak lain yang turut serta,” kata TB.
Di sisi lain TB Hasanuddin juga meminta KSAL untuk memberikan perhatian serius terhadap beberapa kasus pembunuhan yang melibatkan anggota TNI AL belakangan ini. Mulai dari kasus pembunuhan bos rental mobil hingga kasus Juwita.
“Saya harap ada evaluasi menyeluruh terhadap satuan, termasuk dalam pembinaan personel secara lebih intensif agar kasus-kasus serupa tidak terulang di masa depan,” tuturnya.
Femisida Intim
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menilai pembunuhan yang dilakukan Jumran terhadap Juwita masuk kategori femisida intim. Berdasar catatan Komnas Perempuan femisida intim memang paling banyak ditemukan di Indonesia.
Dari hasil pemantauan pemberitaan yang dilakukan Komnas Perempuan sejak 1 Oktober 2023 hingga 31 Oktober 2024 setidaknya ditemukan 290 kasus dengan indikasi femisida. Di mana dari ratusan kasus femisida itu mayoritas di antaranya merupakan femisida intim.
Pada 2023 Komnas Perempuan, kata Siti Aminah, setidaknya mencatat ada sekitar 71 kasus femisida intim yang dilakukan suami terhadap istri. Kemudian 47 kasus femisida intim dilakukan pacar, 29 kasus femisida intim anggota keluarga, dan penggunaan layanan seksual 16 kasus.
Para korban femisida intim acap kali dianiaya atau dibunuh dengan menggunakan benda-benda seperti batu, bambu, palu, balok, kain, sabuk atau tali. Adapun ciri khas femisida, yakni tubuh atau organ seksual yang dirusak, penelanjangan, mutilasi, kekerasan seksual sebelum dan sesudah kematian, disembunyikan sampai dengan dibakar.
Siti Aminah menjelaskan femisida intim acap kali terjadi karena adanya relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban. Ketimpangan itu semakin besar ketika pelaku adalah anggota TNI atau Polri, yang dianggap memiliki status sosial tinggi di masyarakat.
“Itu juga dipengaruhi oleh kultur kita yang terbangun selama Orde Baru bahwa militer itu ditempatkan dalam strata sosial yang lebih tinggi,” kata Siti kepada Suara.com.
Siti juga sepakat dengan usulan keluarga korban dan AJI Persiapan Banjarmasin agar kasus ini diproses di pengadilan umum. Menurutnya selain dijerat dengan pasal pembunuhan dalam KUHP, pelaku femisida semestinya juga dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau TPKS.
“Jadi memang seharusnya ini ruangnya diadili di peradilan umum bukan militer,” pungkas Siti.
"Pelaku sebaiknya dibawa ke pengadilan umum/sipil..."
Majelis Hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta menjatuhkan vonis penjara dan dipecat dari militer pada ketiga tersangka.
"Empat hari lagi menuju satu dekade kasus Akseyna, di mana lembaran akan ditutup," cuit warganet.
"...Dan akhirnya diketahui bahwa di dalam lemari pendingin terdapat potongan tubuh dari terduga JR."
Harapan untuk Timnas Indonesia bisa lolos ke Piala Dunia 2026 masih ada. Patrick Kluivert diminta untuk tidak coba-coba formasi demi hasil maksimal.
Apa yang menjadi tuntutan VISI dan AKSI untuk segera diselesaikan melalui Revisi UU Hak Cipta?
Selain bertentangan dengan kebebasan pers dan prinsip terbuka untuk umum, pelarangan tersebut dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pengadilan.
Penghapusan SKCK perlu dipertimbangkan secara proporsional dengan kepentingan publik.
Patut diduga PT LTI terhubung dengan Partai Gerindra yang menjadikan proses penunjukan PT LTI menimbulkan konflik kepentingan, kata Erma.
Tindakan kekerasan yang melibatkan anggota TNI terhadap peserta demo tolak pengesahan UU TNI adalah sebuah peringatan, sekaligus upaya membungkam masyarakat sipil.
Nominal BHR dari aplikator ke pengemudi ojol yang Rp50 ribu sangat tidak manusiawi.