Gelombang Aksi Tolak UU TNI: Korban Demonstran Berjatuhan, Setop Kekerasan Aparat!
Home > Detail

Gelombang Aksi Tolak UU TNI: Korban Demonstran Berjatuhan, Setop Kekerasan Aparat!

Erick Tanjung | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Kamis, 27 Maret 2025 | 11:59 WIB

Suara.com - GELOMBANG aksi demonstrasi penolakan pengesahan Revisi Undang-Undang TNI semakin masif dalam sepekan terakhir. Di berbagai daerah mahasiswa bersama sejumlah elemen masyarakat turun ke jalanan menyampaikan sikapnya.

Celakanya, aksi unjuk rasa mahasiswa direspon dengan tindakan represif oleh aparat Polri dan TNI. Sejumlah peserta aksi dari mahasiswa hingga jurnalis mendapat kekerasan dari aparat.

Data yang dihimpun Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) hingga Rabu 26 Maret 2025, menyebutkan aksi unjuk rasan penolakan pengesahan RUU TNI tersebar di 51 wilayah di Indonesia. Dilaporkan 10 dari 51 wilayah yang menggelar demonstrasi mendapatkan tindakan represif dari aparat.

Beberapa wilayah yang mendapatkan tindakan represif di antaranya terjadi di Surabaya dan Malang. Di Surabaya aksi demonstrasi digelar pada 24 Maret. Di sana unjuk rasa berakhir dengan ricuh.

Sejumlah demonstran mengalami tindakan kekerasan dari aparat, bahkan 25 orang dilaporkan ditangkap. Tak hanya itu, seorang jurnalis bernama Rama dari Beritajatim.com dilaporkan mengalami tindakan kekerasan. Dia dipukuli dan diseret oleh polisi.

Sementara di Malang, aksi unjuk rasa digelar di depan Kantor DPRD Kota Malang pada 23 Maret. Aksi unjuk rasa juga berakhir ricuh, dan sejumlah demonstran mengalami tindakan kekekaran. Setidaknya empat pengunjuk rasa dan enam polisi mengalami luka-luka.

Selain itu beredar pula video viral yang menunjukan posko tim medis yang diduga diserang polisi dan militer. Hal itu juga dikonfirmasi oleh Koordinator Lembaga Bantuan Hukum Surabaya Pos Malang Daniel Alexander Siagian. Padahal katanya, posko medis tersebut berada jauh dari titik aksi.

Di Jakarta, hal serupa juga terjadi pada aksi demonstrasi yang digelar di depan Gedung DPR RI pada 20 Maret. Bahkan seorang pengemudi ojek online dipukul hingga babak belur oleh anggota kepolisian.

Massa berusaha menjebol pagar Gedung DPR RI saat menggelar aksi demo Tolak RUU TNI di Jakarta, Kamis (20/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Aksi demonstrasi mahasiswa dan elemen masyarakat sipil menolak pengesahan RUU TNI di Jakarta, Kamis (20/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Di Lumajang aksi unjuk rasa digelar di depan Gedung DPRD Kabupaten Lumajang pada 24 Maret. Dua mahasiswa dilaporkan terluka. Bahkan beredar video viral tindakan kekerasan yang dilakukan aparat berbaju militer terhadap seorang demonstran.

Dari berbagai rangkaian aksi unjuk rasa tersebut, Ketua Bidang Advokasi YLBHI Zainal Arifin menyebut terdapat pola baru dilakukan aparat dalam merespons aksi, yakni pelibatan anggota TNI.

"Kalau dulu kekerasan dilakukan oleh aparat kepolisian, hari ini melibatkan militer di beberapa wilayah," kata Zainal pada acara diskusi daring, Rabu (26/3/2025).

Dia menilai masifnya aksi kekerasan yang melibatkan anggota TNI menjadi sebuah peringatan, sekaligus upaya membungkam masyarakat sipil. Terlebih pada saat RUU TNI disahkan menjadi undang-undang di kompleks DPR-MPR, Senayan, Jakarta mendapatkan pengamanan dari anggota TNI bersenjata.

"Apakah kemudian ingin memberikan sinyal bahwa, 'Hei! Para sipil, militer kembali, kalian jangan main-main.' Nah saya rasa ini kemudian juga harus dimaknai," ujar Zainal.

Serangan di Ruang Digital

Bersamaan dengan semakin besarnya gelombang aksi unjuk rasa penolakan pengesahan RUU TNI, Southeast Asia Freedom of Expression Network atau Safenet menerima banyak aduan penyerangan yang terjadi ruang digital. Safenet mencatat terdapat 25 serangan.

Serangan itu berupa doxing, peretasan, pengambilalihan akun media sosial seperti Whatsapp dan Instagram, serta teror berupa pesan berisi ancamanan.

Direktur Eksekutif Safenet Nenden Sekar Harum menilai berbagai tindakan tersebut sebagai upaya mempersempit ruang aspirasi publik di ranah digital.

"Serangan-serangan tersebut kami lihat sebagai salah satu bentuk represif terhadap ekspresi maupun aspirasi publik yang disampaikan secara aktif di ruang digital," kata Nenden.

Safenet juga menemukan adanya upaya stigmatisasi terhadap aktivis yang vokal menyurakan penolakan pengesahan RUU TNI. Upaya itu berupa video yang menarasikan penolak RUU TNI sebagai antek asing. Nenden menyebut upaya tersebut tergolong masif.

Beberapa video tersebut diunggah di akun-akun Instagram milik TNI seperti akun @kodim_1623_karangasem, @kodam.ix.udayana, dan @babinkum.tni. Ketiga akun ini kompak mengunggah video yang sama yang menarasikan sejumlah aktivis yang menggerebek rapat tertutup pembahasan RUU TNI oleh DPR dan pemerintah sebagai antek asing.

"Indonesia dalam bahaya. Antek asing bergerak. Mereka hidup dari uang asing. Mereka membela kepentingan asing. Mereka tak ingin TNI kuat. Tak ingin negara ini berdaulat. Mereka takut jika TNI dan rakyat bersatu," demikian penggalan narasi dalam video yang diunggah.

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan Safenet dalam beberapa tahun terakhir, serangan-serangan digital tersebut merupakan pola lama. Akan marak terjadi ketika masyarakat sipil menunjukkan sikap penolakan keras terhadap kebijakan kontroversial yang diambil pemerintah dan DPR.

Demo penolakan Undang - Undang (UU) TNI di depan Gedung Negara Grahadi sempat diwarnai kerusuhan. [SuaraJatim/Yuliharto Simon]
Demo penolakan Undang - Undang (UU) TNI di depan Gedung Negara Grahadi sempat diwarnai kerusuhan. [SuaraJatim/Yuliharto Simon]

"Misalnya pada aksi peringatan darurat di tahun lalu. Kemudian juga tolak Undang-Undang Cipta Kerja pada tahun 2020-2021, dan juga beberapa gerakan protes lainnya," ujar Nenden.

Dia menyebut berbagai serangan digital tersebut sangat membahayakan bagi kebebasan berpendapat dan berekspresi. Cara-cara demikian dikhawatirkan membuat masyarakat takut menyampaikan kritik dan pendapatanya di ruang sipil.

Hentikan Tindakan Represif

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid meminta aparat keamanan negara menghentikan tindakan represif terhadap demonstran yang menolak pengesahan RUU TNI. Ditegaskannya kekerasan tidak dapat dijadikan sebagai alat penghukuman kepada masyarakat yang menolak pengesahan RUU TNI.

"Kami menyesalkan sekali situasi yg berkembang hari-hari terakhir ini. Pengamanan yang semula kondusif justru berujung brutal. Dan fatalnya, ini bukan pertama kali," kata Usman kepada Suara.com.

Aparat keamanan negara seharusnya belajar dari peristiwa masa lalu. Kekerasan yang digunakan dapat merenggut hak asasi manusia, bahkan merenggut nyawa. Mahasiswa hingga jurnalis yang turun ke jalanan bukanlah pelaku kriminal.

"Mahasiswa ingin mengkritik kebijakan dan lembaga negara. Jurnalis menjalankan tugas. Tenaga medis juga demikian," tegas Usman.

Amnesty International Indonesia mendesak agar aparat yang menjadi pelaku kekerasan diusut secara pidana. Pembiaran dinilai hanya akan menjadi impunitas bagi aparat yang melanggar hak demokrasi masyarakat sipil. Hal tersebut ditekankan Usman bercermin dari tindakan represif aparat di berbagai aksi demonstrasi sebelumnya.

"Tahun lalu aparat keamanan juga terlibat dalam kekerasan ketika merespon unjuk rasa #PeringatanDarurat, dan hingga hari ini belum ada proses hukum yang tuntas terhadap para pelaku," tegasnya.

Usman juga meminta agar pengamanan aksi unjuk rasa dievaluasi agar tidak kembali memakan korban. Kekerasan dengan alat seperti peluru karet, gas air mata, kanon air, hingga tongkat pemukul tak perlu digunakan.

"Jika itu ternyata digunakan tanpa alasan, maka harus dipertanggungjawabkan," kata Usman.


Terkait

Pandji Pragiwaksono Hingga Baskara Putra Soroti Operasi Militer di Ruang Siber
Rabu, 26 Maret 2025 | 21:36 WIB

Pandji Pragiwaksono Hingga Baskara Putra Soroti Operasi Militer di Ruang Siber

Kebijakan operasi militer di ruang siber langsung menuai reaksi keras di kalangan masyarakat.

Sepupu Almarhum Briptu Ghalib Dapat Rekpro, Kapolri Janji Usut Tuntas Penembakan 3 Polisi
Rabu, 26 Maret 2025 | 20:07 WIB

Sepupu Almarhum Briptu Ghalib Dapat Rekpro, Kapolri Janji Usut Tuntas Penembakan 3 Polisi

Dalam pertemuan dengan keluarga, Kapolri memastikan bahwa Polri dan TNI akan mengusut tuntas kasus perjudian sabung ayam dan kasus penembakan terkait kasus itu

THR Dicicil 30 Persen, Karyawan RS Sardjito Mogok! Direksi Disoraki, Lalu...
Rabu, 26 Maret 2025 | 20:07 WIB

THR Dicicil 30 Persen, Karyawan RS Sardjito Mogok! Direksi Disoraki, Lalu...

Ada pula tuntutan terkait kesejahteraan dan penghargaan terhadap beban kerja perawat.

Terbaru
Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan
nonfiksi

Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan

Jum'at, 17 Oktober 2025 | 13:12 WIB

Di tengah padatnya kuliah, mahasiswa Jogja bernama Vio menyulap hobi nail art menjadi bisnis. Bagaimana ia mengukir kesuksesan dengan kuku, kreativitas, dan tekad baja?

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung nonfiksi

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung

Sabtu, 11 Oktober 2025 | 09:00 WIB

Rangga & Cinta tak bisa menghindar untuk dibandingkan dengan film pendahulunya, Ada Apa Dengan Cinta? alias AADC.

Review Tukar Takdir, Bukan Film yang Bikin Penonton Trauma Naik Pesawat! nonfiksi

Review Tukar Takdir, Bukan Film yang Bikin Penonton Trauma Naik Pesawat!

Sabtu, 04 Oktober 2025 | 12:33 WIB

Mouly Surya dan Marsha Timothy kembali menunjukkan kerja sama yang memukau di film Tukar Takdir.

Arsitektur Sunyi 'Kremlin', Ruang Siksa Rahasia Orba yang Sengaja Dilupakan nonfiksi

Arsitektur Sunyi 'Kremlin', Ruang Siksa Rahasia Orba yang Sengaja Dilupakan

Selasa, 30 September 2025 | 19:26 WIB

Ada alamat di Jakarta yang tak tercatat di peta teror, namun denyutnya adalah neraka. Menelusuri 'Kremlin', ruang-ruang interogasi Orde Baru, dan persahabatan aneh di Cipinang

Menyusuri Jejak Ingatan yang Memudar, Penjara Tapol PKI di Jakarta nonfiksi

Menyusuri Jejak Ingatan yang Memudar, Penjara Tapol PKI di Jakarta

Selasa, 30 September 2025 | 15:38 WIB

Ingatan kolektif masyarakat tentang tapol PKI dari balik jeruji penjara Orde Baru telah memudar, seiring perkembangan zaman. Jurnalis Suara.com mencoba menjalinnya kembali.

Review Film Kang Solah: Spin-Off Tanpa Beban, Tawa Datang Tanpa Diundang nonfiksi

Review Film Kang Solah: Spin-Off Tanpa Beban, Tawa Datang Tanpa Diundang

Sabtu, 27 September 2025 | 08:00 WIB

Akankah Kang Solah from Kang Mak x Nenek Gayung menyaingi kesuksesan Kang Mak tahun lalu?

Review Afterburn, Dave Bautista dan Samuel L. Jackson Pun Gagal Selamatkan Film Medioker Ini nonfiksi

Review Afterburn, Dave Bautista dan Samuel L. Jackson Pun Gagal Selamatkan Film Medioker Ini

Sabtu, 20 September 2025 | 09:00 WIB

Film Afterburn adalah karya aksi pasca-apokaliptik yang gagal total karena cerita tidak logis, naskah yang lemah, dan eksekusi yang membosankan.

×
Zoomed