Suara.com - Nama mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah, terseret dalam kasus pencucian uang (TPPU) yang melibatkan mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Tak hanya Febri, dua rekannya juga terseret. Mereka ialah mantan pegawai KPK, Rasamala Aritonang, dan mantan peneliti ICW, Donal Fariz. Ketiganya tergabung dalam kantor hukum Visi Law Office saat memberikan bantuan hukum kepada SYL.
Kini, mereka dicegah bepergian ke luar negeri. KPK menduga SYL membayar jasa hukum mereka menggunakan uang hasil korupsi di Kementerian Pertanian.
Kemunculan nama Febri dan rekan-rekannya memicu pertanyaan, bagaimana advokat bisa terseret dalam dugaan pencucian uang kliennya sendiri?
SYL telah divonis bersalah dan dihukum 10 tahun penjara atas kasus pemerasan serta gratifikasi. KPK kini mengembangkan kasusnya ke dugaan TPPU, dengan nilai mencapai Rp 60 miliar.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa uang yang digunakan SYL untuk membayar Visi Law Office diduga berasal dari hasil korupsi.
"Visi Law Office dipekerjakan SYL sebagai penasihat hukum. Kami menduga uang hasil korupsi SYL digunakan untuk membayar mereka," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/3/2025).
Penyidik KPK tidak hanya menggeledah kantor Visi Law Office. Mereka juga memeriksa Rasamala Aritonang di Gedung Merah Putih KPK.
Menurut Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, pemeriksaan ini bertujuan memastikan apakah kontrak antara Febri CS dan SYL sesuai aturan atau tidak.
“Apakah ada hal-hal lain yang dititipkan, dan lain-lain. Itu yang sedang kami dalami,” ujarnya.
Perkembangan terbaru, Senin (24/3/2025), KPK memanggil Fathroni Diansyah, adik Febri Diansyah, sebagai saksi.
Namun, Fathroni tidak hadir. Ia mengaku baru menerima surat panggilan sehari sebelumnya, Minggu (23/3), dan sudah memiliki agenda lain.
"Intinya, dia menghormati panggilan KPK, tapi meminta penjadwalan ulang," kata Febri menanggapi pemanggilan adiknya.
Mengenal Modus Saving Scheme
Di sisi lain, pakar pencucian uang Ardhian Dwiyoenanto menjelaskan secara umum soal modus pencucian uang. Ia enggan berkomentar khusus soal kasus Febri dan kawan-kawan.
Menurutnya, ada 21 modus pencucian uang, salah satunya menggunakan jasa profesional atau saving scheme.
"Saving scheme, secara sederhana, adalah ketika pelaku kejahatan menitipkan uang hasil kejahatannya dengan dalih membayar professional fee," kata Ardhian kepada Suara.com, Senin (24/3/2024).
Modus ini bertujuan mengaburkan asal-usul uang. Caranya, pelaku membayar jasa profesional dengan nilai jauh lebih besar dari seharusnya.
Misalnya, biaya jasa sebenarnya hanya Rp 1 miliar, tapi pembayaran dibuat Rp 5 miliar. Selisih Rp 4 miliar akan dikembalikan setelah klien bebas atau sesuai kesepakatan.
Ardhian menegaskan bahwa modus saving scheme bukan hal baru. Ia sering menemukannya saat menjadi ahli dalam berbagai sidang korupsi.
Beberapa kasus besar yang pernah melibatkan dirinya sebagai ahli antara lain Jiwasraya, Asabri, Garuda, BTS Kominfo, hingga kasus eks pegawai pajak Rafael Alun Trisambodo.
“Apakah ini baru? Saya melihat ini sudah terjadi. Tapi, faktanya belum pernah ada yang terungkap. Kalau selalu berhasil, tentu akan terus jadi pilihan,” kata Ardhian.
Sulitnya mengungkap TPPU dengan modus ini disebabkan oleh perlindungan hukum terhadap beberapa jasa profesional. Modus ini menyulitkan aparat dalam asset tracking hingga asset recovery.
Dalam jasa bantuan hukum, misalnya, UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak mengatur secara spesifik besaran tarif yang harus dibayarkan klien.
Pasal 21 ayat 2 UU Advokat hanya menyebutkan bahwa honorarium ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Frasa “berdasarkan persetujuan kedua belah pihak” bisa menjadi celah. Advokat dan klien bebas menentukan nilai biaya tanpa batasan jelas.
Meski sulit dilacak, bukan berarti modus ini tak bisa diungkap. Tantangannya adalah membuktikan apakah bayaran yang disepakati sesuai dengan jasa yang diberikan.
Febri membantah menerima dana dari hasil korupsi SYL. Ia menyatakan bahwa isu ini sudah terjawab dalam persidangan SYL dan dua terdakwa lainnya.
“Dana yang digunakan di tahap penyelidikan adalah iuran kami bertiga dari dana pribadi. Bukan dari dana Kementan,” kata Febri, Jumat (21/3/2025).
Ia mengutip pernyataan mantan Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono, yang menyatakan menolak honor dari anggaran negara (APBN).
Dari Aktivis Antikorupsi Jadi Pembela Koruptor
Febri bukan nama baru dalam dunia hukum dan antikorupsi. Saat bekerja di ICW, ia aktif mengawal kasus korupsi Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazaruddin, pada 2011.
Saat menjadi jubir KPK, ia kerap menginformasikan perkembangan kasus besar, seperti skandal e-KTP yang menjerat Setyo Novanto, kasus suap Menpora Imam Nahrawi, hingga kasus PLTU Riau yang menyeret Eks Mensos Idrus Marham.
Keluar dari KPK, Febri beralih menjadi pengacara. Ia mendirikan Visi Law Office bersama Donal Fariz, mantan aktivis ICW, dan Rasamala Aritonang, eks pegawai KPK.
Ia sempat menjadi kuasa hukum SYL. Febri mengungkap dua alasan dirinya dan tim di Visi Integritas Law Office menerima Syahrul Yasin Limpo sebagai klien. Salah satunya berkaitan dengan isu politik.
“Kami mendengar ada yang mengaitkan kasus ini dengan politik atau Pilpres 2024,” ujar Febri, Senin (2/10/2023).
Namun, ia menegaskan bahwa fokusnya tetap pada aspek hukum. Alasan lainnya, menurut Febri, adalah karena substansi kasus ini masih simpang siur dan butuh kajian lebih lanjut.
“Saat penyelidikan, kami melihat isu ini belum jelas. Karena itu, kami merasa perlu mengkajinya lebih dalam,” kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Terlepas dari berbagai spekulasi, Febri mengklaim bahwa pendekatan mereka tetap berbasis hukum.
Masih dilakukan pembahasan secara internal."
Telah dilakukan pelimpahan tersangka dan barang bukti untuk 3 tersangka perkara Pekanbaru (RM, IPN, NK) dari Penyidik ke Jaksa Penuntut Umum."
Tanak menegaskan, KPK merupakan lembaga negara yang dibentuk khusus untuk menangani kasus korupsi di Indonesia
Tessa tidak mengungkapkan materi penyidikan yang akan digali penyidik dalam pemeriksaan terhadap Fathroni Diansyah.
Pungli permintaan THR oleh ormas disebabkan negara gagal memberikan penghidupan kepada warganya.
Moratorium yang telah berlaku selama 10 tahun ini akan dibuka dengan target pengiriman 600 ribu PMI.
"Prinsip equality before the law seolah tidak berlaku bagi anggota kepolisian," ujar Bambang.
Pilihan film yang tayang di momen Lebaran kali ini begitu mencuri perhatian.
Pengiriman paket ini kami curigai sebagai teror, sebagai simbol ancaman pembunuhan, ucap Erick.
Adakah rencana rahasia di baliknya?
Pika adalah anak yang belasan tahun berjuang melawan cerebral palsy. Langkah Pika kini berhenti. Ia telah mengembuskan napas terakhir.