Wacana Pencabutan Moratorium PMI ke Arab Saudi: Jangan Hanya Demi Devisi, Tapi Abai Nasib Pekerja
Home > Detail

Wacana Pencabutan Moratorium PMI ke Arab Saudi: Jangan Hanya Demi Devisi, Tapi Abai Nasib Pekerja

Bimo Aria Fundrika | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Senin, 24 Maret 2025 | 12:09 WIB

Suara.com - Pemerintah berencana mencabut moratorium pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi. Keputusan ini harapannya tidak hanya berorientasi pada potensi pemasukan negara, tetapi juga memastikan perlindungan bagi para pekerja migran.

Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sekaligus Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding, menyampaikan rencana pencabutan moratorium pada Jumat (14/3/2023). Ia mengatakan keputusan ini akan segera diambil setelah berkoordinasi dengan pemerintah Saudi.

"Kami sudah melakukan perundingan dengan Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi," ujar Karding.

Moratorium yang telah berlaku selama 10 tahun ini akan dibuka dengan target pengiriman 600 ribu PMI. Sebanyak 400 ribu di antaranya pekerja informal, termasuk pekerja rumah tangga, sementara 200 ribu lainnya merupakan pekerja formal.

Pemerintah mengklaim kebijakan ini dapat menghasilkan remitansi sekitar Rp 31 triliun.

Massa yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Pekerja Migran Indonesia melalukan aksi di sekitar Patung Kuda, Jakarta, Senin (31/7/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Massa yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Pekerja Migran Indonesia melalukan aksi di sekitar Patung Kuda, Jakarta, Senin (31/7/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Perlindungan Pekerja Migran Prioritas Utama

Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, mengingatkan bahwa perlindungan terhadap PMI harus menjadi prioritas utama, bukan hanya potensi pemasukan negara.

"Kalau niat membuka moratorium ini hanya demi remitansi hingga diprediksi mencapai Rp 30 triliun, berarti pemerintah kita hanyalah pemerintah mata duitan," kata Wahyu kepada Suara.com.

Moratorium ini sebelumnya diterbitkan pada 2015 melalui Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) Nomor 260 Tahun 2015. Kebijakan tersebut melarang penempatan pekerja migran Indonesia pada pengguna perseorangan di negara-negara kawasan Timur Tengah.

Keputusan ini diambil setelah berbagai kasus kekerasan hingga vonis mati menimpa pekerja migran Indonesia di Arab Saudi.

Data Migrant Care mencatat, dalam kurun 2008–2018, enam PMI dieksekusi mati di Saudi. Sementara itu, Kementerian Luar Negeri mencatat 188 WNI terancam hukuman mati pada periode 2011–2017. Saudi dan Malaysia menjadi dua negara dengan jumlah PMI terbanyak yang menghadapi ancaman serupa.

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) juga melaporkan 1.219 pengaduan dari PMI di Arab Saudi sepanjang 2012–2023. Dari jumlah itu, 84 kasus kekerasan, 284 perdagangan orang, dan 92 orang hilang.

Berkaca pada data ini, Wahyu Susilo mengingatkan agar pemerintah tidak terus-menerus mengandalkan negara-negara Timur Tengah sebagai tujuan utama penempatan PMI.

Menurutnya, pemerintah belum pernah berhasil membuat kesepakatan yang menjamin perlindungan bagi para pekerja di kawasan tersebut.

Karena itu, pemerintah harus mencari strategi alternatif ke negara-negara yang lebih menghormati hak asasi manusia dan memberikan perlindungan lebih baik bagi pekerja migran Indonesia.

"Oke, kita tentu tidak bisa melarang migrasi ke Timur Tengah. Itu hak asasi manusia, dan tugas negara adalah melindungi PMI," kata Wahyu.

"Tapi pemerintah jangan sampai menghabiskan terlalu banyak sumber daya hanya untuk penempatan di Timur Tengah," lanjutnya.

Perlu Evaluasi Menyeluruh

Ketua DPP PKB bidang Kesehatan dan Perlindungan Anak, Nihayatul Wafiroh. (Suara.com/Bagaskara)
Ketua DPP PKB bidang Kesehatan dan Perlindungan Anak, Nihayatul Wafiroh. (Suara.com/Bagaskara)

Di sisi lain, pemerintah perlu mengevaluasi penerapan moratorium ini secara menyeluruh, dan menganalisis dampak positif dan negatifnya. Hasil evaluasi ini penting untuk membentuk kebijakan perlindungan yang lebih kuat bagi PMI.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI sekaligus Ketua Satgas PMI DPP PKB, Nihayatul Wafiroh, meminta pemerintah tidak gegabah mencabut moratorium. Menurutnya, sebelum mengambil keputusan, pemerintah harus memastikan mekanisme perlindungan PMI di Saudi sudah jelas.

"Bagaimana sistem pengelolaannya di sana? Apakah benar-benar siap menerima PMI kita? Jika terjadi masalah, bagaimana penyelesaiannya? Semua itu harus dipastikan dulu," ujar Nihayatul dalam keterangannya.

Ia menegaskan, potensi penerimaan negara dari pencabutan moratorium ini tidak boleh mengorbankan perlindungan bagi PMI.

"Jangan sampai hanya karena tergiur lowongan kerja yang banyak di sana, kita jadi terlena. Ingat, devisa tidak sebanding dengan nyawa dan keselamatan PMI," tegasnya.

Keputusan yang diambil harus berdasarkan kesepakatan kedua negara. Kesepakatan ini harus tertulis dan mencakup beberapa hal krusial, seperti pemberi kerja yang berbadan hukum, hak dan kewajiban para pihak, mekanisme penyelesaian masalah, perjanjian kerja, serta sistem pengawasan dan evaluasi.

"Yang nggak kalah penting adalah pembentukan Tim Pengawasan Khusus. Tim ini bertanggung jawab memastikan kebijakan berjalan di lapangan, termasuk pemantauan kondisi PMI di Arab Saudi. Sejauh ini kan belum ada," ujarnya.

Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengklaim pencabutan moratorium dilakukan setelah tercapai kesepakatan perlindungan yang lebih pasti. Selain itu, gaji PMI di Saudi juga diklaim lebih layak.

PMI di Saudi akan menerima gaji minimal 1.500 Riyal Saudi atau sekitar Rp7,5 juta per bulan. Mereka juga mendapat bonus Umrah jika menyelesaikan kontrak dua tahun.

Selain itu, pemerintah menjamin perlindungan kesehatan dan ketenagakerjaan. Ada juga integrasi data untuk mengawasi PMI yang direkrut secara nonprosedural.

"Jadi yang unprocedural otomatis akan terdeteksi dan bisa kita kontrol bersama. Kami integrasikan data mereka dengan sistem kita. Insya Allah ke depan jauh lebih baik," kata Karding, Jumat (14/3/2025).


Terkait

6 WNI Jemaah Umrah Meninggal Kecelakaan di Mekkah, Anggota DPR: Apakah Ada Ketidaklayakan Kendaraan?
Sabtu, 22 Maret 2025 | 11:38 WIB

6 WNI Jemaah Umrah Meninggal Kecelakaan di Mekkah, Anggota DPR: Apakah Ada Ketidaklayakan Kendaraan?

Bus yang membawa 20 jemaah umrah asal Indonesia habis terbakar setelah terlibat insiden kecelakaan dengan mobil berjenis jeep.

Warna-warni Lebaran di Berbagai Belahan Dunia, Tradisi Unik yang Patut Diketahui
Sabtu, 22 Maret 2025 | 06:05 WIB

Warna-warni Lebaran di Berbagai Belahan Dunia, Tradisi Unik yang Patut Diketahui

Setiap negara memiliki tradisi unik masing-masing dalam merayakan hari raya Idul Fitri atau lebaran.

KJRI Beberkan Fakta Baru Kecelakaan Bus Umrah: Bukan Kecelakaan Tunggal!
Jum'at, 21 Maret 2025 | 23:09 WIB

KJRI Beberkan Fakta Baru Kecelakaan Bus Umrah: Bukan Kecelakaan Tunggal!

Kecelakaan bus di jalur Madinah-Mekkah menewaskan 6 WNI jamaah umrah & 3 WNA. Bus menabrak jip saat disalip. Investigasi masih berlangsung.

Terbaru
Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa
nonfiksi

Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa

Sabtu, 01 November 2025 | 08:05 WIB

Film Caught Stealing menghadirkan aksi brutal, humor gelap, dan nostalgia 90-an, tapi gagal memberi akhir yang memuaskan.

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan nonfiksi

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan

Jum'at, 31 Oktober 2025 | 13:18 WIB

Ia hanya ingin membantu. Tapi data dirinya dipakai, dan hidupnya berubah. Sebuah pelajaran tentang batas dalam percaya pada orang lain.

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur nonfiksi

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 08:00 WIB

Film ini rilis perdana di festival pada 2023, sebelum akhirnya dirilis global dua tahun kemudian.

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan nonfiksi

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan

Jum'at, 24 Oktober 2025 | 13:06 WIB

Di sebuah kafe kecil, waktu seolah berhenti di antara aroma kopi dan tawa hangat, tersimpan pelajaran sederhana. Bagaimana caranya benar-benar di Buaian Coffee & Service.

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu? nonfiksi

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu?

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 09:05 WIB

No Other Choice memiliki kesamaan cerita dengan Parasite, serta sama-sama dinominasikan untuk Oscar.

Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan nonfiksi

Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan

Jum'at, 17 Oktober 2025 | 13:12 WIB

Di tengah padatnya kuliah, mahasiswa Jogja bernama Vio menyulap hobi nail art menjadi bisnis. Bagaimana ia mengukir kesuksesan dengan kuku, kreativitas, dan tekad baja?

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung nonfiksi

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung

Sabtu, 11 Oktober 2025 | 09:00 WIB

Rangga & Cinta tak bisa menghindar untuk dibandingkan dengan film pendahulunya, Ada Apa Dengan Cinta? alias AADC.

×
Zoomed