'Peradilan Keluarga' Lindungi Pembunuh Berseragam? Rangkaian Kasus TNI Bunuh Warga Sipil Terungkap!
Home > Detail

'Peradilan Keluarga' Lindungi Pembunuh Berseragam? Rangkaian Kasus TNI Bunuh Warga Sipil Terungkap!

Erick Tanjung | Muhammad Yasir

Jum'at, 21 Maret 2025 | 08:44 WIB

Suara.com - Kasus pembunuhan yang dilakukan anggota TNI terus berulang kali terjadi. Korbannya bukan hanya sipil. Di Kabupaten Way Kanan, Lampung, tiga anggota polisi tewas ditembak TNI. Mereka adalah Kapolsek Negara Batin Iptu Lusiyanto, Bripka Petrus Apriyanto dan Bripda M. Ghalib Surya Ganta.

IPTU Lusiyanto, Bripka Petrus dan Bripda Ghalib tewas ditembak saat menggerebek lokasi judi sabung ayam di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung. Peristiwa itu terjadi pukul 16.50 WIB pada Senin, 17 Maret 2025.

Iptu Lusiyanto tewas mengenaskan dengan luka tembak di dada kanan. Bripka Petrus tewas dengan luka tembak pada bagian mata menebus ke tempurung kepala. Sedangkan Bripda Ghalib tewas dengan luka tembak yang menembus rongga mulut hingga tempurung kepala belakang.

Terduga pelaku Peltu Lubis dan Kopka Basarsyah yang ditengarai sebagai pemilik arena sabung ayam. Mereka melakukan penembakan dengan menggunakan tiga jenis senjata. Dugaan itu merujuk barang bukti 13 selongsong peluru berukuran 5,5 mm, 7,2 mm dan 9 mm yang ditemukan di lokasi kejadian.

Panglima Kodam II Sriwijaya Mayjen TNI Ujang Darwis masih menyelidiki jenis dan asal usul senjata yang digunakan Peltu Lubis dan Kopka Basarsyah. Penyelidikan dilakukan bersama Polri.

"Pengakuan oknum itu, senjata yang digunakan adalah rakitan. Tapi kami cari dahulu, lalu disesuaikan dengan uji balistik,” kata Ujang dalam konferensi pers di Mapolda Lampung, Rabu (19/3/2025).

Di hari yang sama kasus pembunuhan oleh anggota TNI juga terjadi di Aceh. Korbannya seorang sales mobil bernama Hasfiani alias Imam (37). Jasad Imam yang tewas ditembak anggota TNI AL Kelasi Dua berinisial DI itu ditemukan dalam kondisi terbungkus karung di kawasan Gunung Salak, Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara.

Pasukan Khusus TNI AL melakukan perimeter tempur saat Latihan Operasi Dukungan Pasukan Khusus di Pulau Damar, Jakarta, Senin (19/9/2022) dini hari. [ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja /foc].
Ilustrasi anggota TNI. [Antara/Muhammad Adimaja /foc].

Pada 2 Januari 2025 kasus serupa terjadi di Tangerang, Banten. Kepala Kelasi Bambang Apri Atmojo, Sertu Akbar Adli, dan Sertu Rafsin Hermawan menembak bos rental mobil Ilyas Abdurrahman (48) hingga tewas di rest area KM 44 Tol Tangerang-Merak.

Ketiga anggota TNI AL itu kini tengah menjalani persidangan di Pengadilan Militer. Kepala Kelasi Bambang dan Sertu Akbar dituntut penjara seumur hidup. Sedangkan Sertu Rafsin dituntut 4 tahun penjara.

Berdasar catatan Amnesty International Indonesia, sepanjang tahun 2025 terdapat sembilan kasus pembunuhan di luar hukum yang dilakukan TNI dan Polri. Total korban dari peristiwa itu mencapai 11 orang.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyebut data tersebut belum termasuk kasus-kasus pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Papua. Di mana aparat keamanan maupun aktor non-negara kerap melakukan pembunuhan di luar hukum dengan impunitas.

Kasus-kasus pembunuhan di luar hukum yang dilakukan aparat itu, kata Usman, terus terjadi karena adanya budaya impunitas di tubuh Polri maupun TNI.

“Pelaku harus diadili melalui peradilan umum bukan peradilan militer yang prosesnya cenderung tertutup dan tidak transparan” kata Usman kepada Suara.com, Kamis (20/3/2025).

Usman mendesak pemerintah dan DPR RI segera mereformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Revisi penting dilakukan agar pelanggaran hukum pidana umum yang dilakukan personel militer dapat diproses melalui peradilan umum.

“Ini lebih penting ketimbang merevisi UU TNI saat ini yang akan mengembalikan dwi fungsi TNI dan memperparah militerisasi ruang-ruang sipil maupun jabatan sipil di Indonesia,” ungkapnya.

Sementara anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP I Wayan Sudirta menilai kasus pembunuhan yang dilakukan dua anggota TNI terhadap tiga anggota polisi di Kabupaten Way Kanan bisa dibawa ke peradilan umum. Sebab peristiwa itu terjadi di luar tugas kemiliteran.

“Jika memang itu bukan dalam melaksanakan tugas, dia bisa diadili di pengadilan umum," kata Wayan.

Pendapat serupa juga disampaikan pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Menurutnya pembunuhan yang dilakukan anggota TNI terhadap warga sipil memang sepatutnya diadili di peradilan umum.

“Pembunuhan orang sipil bukan dalam konteks perang. Jadi harus diadili di pengadilan sipil,” jelas Fickar kepada Suara.com.

Ilustrasi prajurit TNI. [Istimewa]
Ilustrasi prajurit TNI. [Istimewa]

Suara.com telah berupaya menghubungi Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Hariyanto terkait tuntutan agar pelaku diproses di peradilan umum. Namun hingga kekinian yang bersangkutan belum memberikan jawaban.

Ancaman Setelah RUU TNI Disahkan

Pemerintah dan DPR RI resmi mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi Undang-Undang. Keputusan itu disampaikan dalam Rapat Paripurna yang digelar di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada Kamis, 20 Maret 2025.

Dalam RUU TNI yang telah disahkan menjadi undang-undang itu, pemerintah dan DPR RI sepakat menambah lima pos kementerian dan lembaga yang dapat diisi prajurit aktif. Kelima kementerian dan lembaga tersebut, yakni; Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Kejaksaan Agung RI.

Wakil Direktur Imparsial Husein Ahmad menilai perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit aktif TNI berpotensi semakin meningkatkan kekerasan militer terhadap masyarakat sipil.

“Persinggungan antara sipil dan militer itu menjadi lebih sering. Konsekuensi logisnya pasti akan lebih menambah potensi kekerasan terhadap sipil itu terjadi,” tutur Husein kepada Suara.com.

Imparsial yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan sejak awal mendorong pemerintah dan DPR RI untuk merevisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Bukan justru merevisi Undang-Undang TNI. Apalagi revisi tersebut semakin mengembalikan dwifungsi TNI.

Revisi Undang-Undang Peradilan Militer, kata Husein, sudah semestinya dilakukan. Sebab ‘peradilan keluarga’ itu kerap menjadi sarana impunitas bagi anggota TNI yang terlibat dalam kejahatan.

“Kami katakan ini adalah peradilan keluarga, kenapa? Karena baik terdakwanya, pengacaranya, jaksanya, dan hakimnya itu semuanya adalah anggota militer,” ungkapnya.

Dalam banyak perkara, peradilan militer cenderung memberikan hukuman ringan terhadap anggota TNI. Contohnya dalam perkara pembunuhan Pendeta Yeremia Zanambani (68) di Papua. Tiga anggota TNI AD yang menyiksa dan membunuh secara tragis hanya dijatuhi hukuman 1 tahun penjara.

“Artinya apa? Ada yang salah dalam sistem peradilan militer kita. Itu sebetulnya yang menyebabkan seorang panjurit TNI tidak takut melakukan perbuatan seperti itu. Karena tidak ada efek jeranya,” pungkas Husein.


Terkait

Dudung Abdurachman Buka Suara soal Desakan Pemakzulan Gibran oleh Purnawirawan TNI
Senin, 05 Mei 2025 | 22:47 WIB

Dudung Abdurachman Buka Suara soal Desakan Pemakzulan Gibran oleh Purnawirawan TNI

Dudung Abdurachman berbicara soal forum purnawirawan prajurit tni yang mendesak pemakzulan Wapres Gibran.

Profil Harta Letjen Kunto Arief Wibowo: Jenderal yang Mutasinya Dibatalkan dalam Sehari
Senin, 05 Mei 2025 | 22:15 WIB

Profil Harta Letjen Kunto Arief Wibowo: Jenderal yang Mutasinya Dibatalkan dalam Sehari

Berikut rincian laporan harta kekayaan Letjen Kunto Arief Wibowo yang mutasinya dibatalkan dalam sehari.

Terungkap! Demi Bunuh Jurnalis Juwita, Oknum TNI AL Gadai Motor Hingga Rekayasa Alibi
Senin, 05 Mei 2025 | 18:55 WIB

Terungkap! Demi Bunuh Jurnalis Juwita, Oknum TNI AL Gadai Motor Hingga Rekayasa Alibi

Setelah merencanakan pembunuhan. Terdakwa menggadaikan sepeda motor miliknya untuk membiayai operasional dari Balikpapan ke Banjarbaru,

Dedi Mulyadi Akan "Militerkan" Anak Nongkrong dan Pemabuk: Siap-siap Dibina TNI
Senin, 05 Mei 2025 | 17:26 WIB

Dedi Mulyadi Akan "Militerkan" Anak Nongkrong dan Pemabuk: Siap-siap Dibina TNI

Dedi Mulyadi tinjau barak militer binaan remaja nakal dan berencana masukkan juga dewasa.

Terbaru
Menakar Janji Prabowo Hapus Sistem Outsourcing
polemik

Menakar Janji Prabowo Hapus Sistem Outsourcing

Senin, 05 Mei 2025 | 18:30 WIB

Prabowo ingin menghapus outsourcing, masih belum jelas bagaimana itu akan dilakukan tanpa revisi fundamental terhadap regulasi eksisting, ujar Nur.

Menguji Komitmen Prabowo pada RUU Perampasan Aset: Akankah Jadi Realita atau Cuma Omon-Omon? polemik

Menguji Komitmen Prabowo pada RUU Perampasan Aset: Akankah Jadi Realita atau Cuma Omon-Omon?

Senin, 05 Mei 2025 | 09:13 WIB

Di hadapan ribuan buruh yang memadati kawasan Monas, Jakarta, Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap RUU Perampasan Aset.

Review Thunderbolts*, Ketika Para Antihero Menjadi Harapan Baru MCU nonfiksi

Review Thunderbolts*, Ketika Para Antihero Menjadi Harapan Baru MCU

Sabtu, 03 Mei 2025 | 07:11 WIB

Salah satu daya tarik utama Thunderbolts* adalah interaksi antar karakternya.

Dua Faktor di Balik Pengunduran Diri Hasan Nasbi polemik

Dua Faktor di Balik Pengunduran Diri Hasan Nasbi

Jum'at, 02 Mei 2025 | 13:18 WIB

Masalah anggaran PCO dan sulitnya akses informasi serta komunikasi dengan pemerintahan disinyalir penyebab di balik mundurnya Hasan Nasbi.

Hari Buruh Dihantui PHK Massal, Mampukah Satgas Membendung? polemik

Hari Buruh Dihantui PHK Massal, Mampukah Satgas Membendung?

Jum'at, 02 Mei 2025 | 09:03 WIB

Langkah ini muncul di tengah lonjakan angka PHK dan dampak ekonomi global, termasuk kebijakan tarif impor dari Presiden AS Donald Trump.

Barak Militer untuk 'Anak Nakal': Mengapa Wacana Dedi Mulyadi Rentan Langgar Hak Anak? polemik

Barak Militer untuk 'Anak Nakal': Mengapa Wacana Dedi Mulyadi Rentan Langgar Hak Anak?

Rabu, 30 April 2025 | 15:03 WIB

Lngkah Dedi justru menuai kritik tajam. Alih-alih menjadi solusi, kebijakan ini dianggap sebagai ancaman bagi anak-anak tersebut.

Ketika ASN Jakarta Jadi Pelopor: Mungkinkah Penggunaan Transportasi Umum Dibudayakan? polemik

Ketika ASN Jakarta Jadi Pelopor: Mungkinkah Penggunaan Transportasi Umum Dibudayakan?

Rabu, 30 April 2025 | 09:25 WIB

Membangun budaya penggunaan transportasi massal perlu dibarengi dengan pengembangan atau peningkatan layanan angkutan umum hingga ke kawasan perumahan.