Suara.com - Isu polisi bisa langsung menyita kendaraan milik masyarakat yang terkena tilang karena STNK mati selama dua tahun menuai kritik keras. Di media sosial warganet ramai-ramai menyidir negara dan aparat penegak hukum karena dinilai hanya galak ke rakyat kecil.
“Yang ditunggu-tunggu sejak 10 tahun lalu kapan mulai sita aset koruptor? Lah kok malah cepet banget geraknya kalau mau sita kendaraan milik rakyat. Mikir…mikir…mikirr… Ini negara apa?,” tulis akun @nanangnug77 di kolom komentar Instagram Suara.com.
Kritik serupa disampaikan akun @rivaldy.96. Dia menilai wewenang polisi bisa langsung menyita kendaraan milik masyarakat itu sebagai bentuk perampasan.
“Kendaraan beli pakai uang sendiri bukan uang negara. Kau main sita aja sama saja perampasan gilak!” tulisnya.
Sementara akun @radial_primajaya mempertanyakan soal ketaatan pajak para anggota polisi. Sebab dia ragu kendaraan-kendaraan yang dipakai anggota polisi itu seluruhnya patuh membayar pajak.
“Lagi-lagi masyarakat jadi sasaran, kendaraan yang dipakai aparat ada nggak jaminan sudah bayar pajak semua pak @listyosigitprabowo?” tuturnya.
Berdasar penelusuran Suara.com, pernyataan polisi bisa langsung menyita kendaraan milik masyarakat yang terkena tilang karena STNK mati selama dua tahun ini diutarakan oleh Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Artanto. Dia menyebut sebelum dilakukan penyitaan, kendaraan milik masyarakat yang STNK mati selama dua tahun terlebih dahulu akan dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi kendaraan.
Sanksi tegas administrasi itu, kata Artanto, tertuang dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau LLAJ. Kemudian juga tercantum dalam Pasal 85 Peraturan Kepolisian (Parpol) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor atau Regident Ranmor.
Dalam Pasal 85 Ayat 1 dijelaskan, unit pelaksana Regident Ranmor wajib memberikan peringatan terlebih dahulu sebanyak tiga kali kepada pemilik kendaraan. Apabila peringatan tersebut tidak dihiraukan, baru kemudian data kendaraan tersebut dapat dihapus atau diblokir dari daftar Regident Ranmor.
Namun, dalam pasal itu sebenarnya tidak ada aturan yang memberikan wewenang polisi untuk dapat langsung melakukan penyitaan terhadap kendaraan milik masyarakat. Sementara di Pasal 260 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ disebutkan, polisi dapat melakukan penyitaan sementara terhadap kendaraan apabila diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil kejahatan.
Tidak bisa sewenang-wenang
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan negara atau polisi tidak bisa sewenang-wenang langsung menyita kendaraan milik masyarakat karena menunggak pajak. Sebab persoalan pajak merupakan aspek keperdataan atau administrasi.
“Polisi tidak bisa sewenang-wenang menyita harta milik orang lain, karena itu bukan kejahatan, itu soal administrasi saja,” kata Fickar kepada Suara.com, Selasa (18/3/2025).
Penyitaan, kata Fickar, memungkinkan dilakukan oleh polisi terhadap kendaraan milik masyarakat yang menunggak pajak dan datanya telah dihapus dari daftar Regident Ranmor. Namun penindakan itu baru bisa dilakukan apabila kendaraan tersebut dipergunakan di jalan.
Penyitaan itu, lanjut Fickar, juga hanya bersifat sementara. Artinya, polisi wajib mengembalikan kendaraan itu apabila pemiliknya telah melunasi pajak.
“Tapi negara atau kepolisian tidak bisa menyita begitu saja sepanjang kendaraan itu tidak digunakan di jalan raya,” jelasnya.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto sependapat dengan Fickar. Penyitaan terhadap kendaraan milik masyarakat yang telat membayar pajak dan telah dihapus dari daftar Regident Ranmor itu menurutnya juga harus dilakukan melalui mekanisme peradilan.
“Penyitaan hak milik seseorang tetap harus melalui pengadilan,” tutur Bambang kepada Suara.com.
Jika penyitaan dilakukan tanpa melalui proses pengadilan, Bambang menilai itu sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak kepemilikan warga negara.
“Penggunaan kekuasaan untuk merampas hak milik warga juga bisa diartikan sebagai kekerasan negara,” imbuhnya.
Tanggapan Korlantas Polri
Direktur Penegakan Hukum (Dirgakum) Korlantas Polri, Brigjen Slamet Santoso belakangan membantah kabar polisi dapat langsung menyita kendaraan milik masyarakat yang terkena tilang karena STNK mati selama dua tahun. Bantahan itu disampaikan setelah kabar tersebut viral di media sosial dan mendapat kritik keras dari masyarakat.
“Info yang beredar itu tidak benar,” kata Slamet.
Polisi, kata Slamet, hanya akan melakukan penilangan terhadap pemilik kendaraan yang menunggak pajak. Selain ditilang, pemilik kendaraan juga akan diarahkan untuk melunasi pajak tersebut ke Samsat.
"Tapi kendaraan tidak disita,” ungkapnya.
Sementara pemblokiran terhadap data kendaraan yang menunggak pajak selama dua tahun, Slamet menjelaskan itu hanya bersifat sementara. Di mana data kendaraan tersebut akan dibuka kembali ketika pemilik melunasi pajak berikut denda sesuai peraturan daerah atau perda masing-masing provinsi.
"Blokir akan dibuka kembali setelah konfirmasi atau pembayaran denda dilakukan," tandasnya.
Wacana revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia kian bergulir hingga berpotensi memantik kontroversi publik
Cek pajak motor sekarang sudah bisa dilakukan secara online. Ini mempermudah kita untuk menyelesaikan kewajiban bayar pajak tanpa meninggalkan aktivitas harian mereka.
Jokowi mengaku mendapat 35 pertanyaan dari pihak kepolisian saat buat laporan atas tudingan ijazah palsu.
Panduan lengkap mengenai prosedur dan biaya pengambilan kendaraan pasca kecelakaan di kantor polisi, termasuk dasar hukum, persyaratan, dan hal-hal yang perlu diperhatikan
Masalah anggaran PCO dan sulitnya akses informasi serta komunikasi dengan pemerintahan disinyalir penyebab di balik mundurnya Hasan Nasbi.
Langkah ini muncul di tengah lonjakan angka PHK dan dampak ekonomi global, termasuk kebijakan tarif impor dari Presiden AS Donald Trump.
Lngkah Dedi justru menuai kritik tajam. Alih-alih menjadi solusi, kebijakan ini dianggap sebagai ancaman bagi anak-anak tersebut.
Membangun budaya penggunaan transportasi massal perlu dibarengi dengan pengembangan atau peningkatan layanan angkutan umum hingga ke kawasan perumahan.
"Hal ini mengindikasikan perencanaan pengadaan oleh KPU bermasalah," kata Agus.
Ini untuk menjamin transparansi, kejelasan otoritas kelembagaan, serta perlindungan atas hak publik dalam mengakses informasi dari lembaga resmi negara, jelas Hazmin.
"Karena Gibran memang tidak disenangi oleh banyak pihak, dia mestinya juga harus menunjukan kapasitasnya. Tapi ternyata tak begitu, sehingga orang semakin kecewa," Arsinaldi.