Program Student Loan: Solusi atau Komersialisasi Pendidikan?
Home > Detail

Program Student Loan: Solusi atau Komersialisasi Pendidikan?

Erick Tanjung | Muhammad Yasir

Selasa, 18 Maret 2025 | 12:08 WIB

Suara.com - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) tengah menyiapkan lembaga pinjaman pendidikan atau student loan. Alih-alih membantu mahasiswa yang kesulitan bayar uang kuliah, pembentukan lembaga itu justru menjadi modus baru liberalisasi pendidikan. Pendidikan tidak lagi menjadi hak warga, tetapi menjadi komoditas yang berorientasi bisnis.

MENDIKTISAINTEK Brian Yuliarto menyebut wacana pembentukan lembaga pinjaman pendidikan ini masih dalam tahap perumusan. Pemerintah rencananya akan melibatkan partisipasi masyarakat. Pelibatan masyarakat itu salah satunya dalam sumber pendanaan yang menggunakan skema crowdfunding.

“Sehingga kita sesama bangsa Indonesia ini, sama-sama saling membantu menyelesaikan atau mencari jalan untuk pendidikan tinggi di Indonesia," kata Brian di Kantor Kemendiktisaintek, Jakarta, Jumat (14/3).

Sementara Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menilai program student loan ini bisa menjadi solusi bagi mahasiswa yang terkendala ekonomi. Khususnya bagi mereka yang tidak memenuhi syarat sebagai penerima program Kartu Indonesia Pintar Kuliah atau KIP Kuliah.

Lewat program student loan itu, kata Hetifah, mahasiswa nantinya bisa mencicil membayar pinjamannya setelah lulus. Namun sebelum diterapkan, pemerintah perlu menjalin kerja sama dengan perbankan yang terpercaya.

“Jadi bukan semacam pinjol-pinjol," katanya.

Program pinjaman pendidikan atau student loan ini sebenarnya pernah diterapkan di era Orde Baru dengan nama Kredit Mahasiswa Indonesia atau KIM. Program tersebut diperuntukkan bagi mahasiswa semester akhir untuk biaya penelitian.

Ilustrasi Mahasiswa - Link Pendaftaran KIP Kuliah 2025 (Freepik)
Ilustrasi Mahasiswa. (Freepik)

Kredit yang diberikan pemerintah di era Presiden Soeharto kepada mahasiswa itu rata-rata berkisar Rp750 ribu. Mereka diperkenankan mencicil pinjaman tersebut setelah dua tahun lulus dengan bunga 6 persen.

Hingga April 1989 mahasiswa penerima KMI tercatat mencapai 82.986 orang. Total dana yang dikeluarkan sebesar Rp67,2 miliar. Namun program tersebut akhirnya dibekukan karena banyak mahasiswa yang gagal bayar. Lemahnya pengawasan ditengarai sebagai akar masalahnya. Di mana banyak mahasiswa penerima KMI justru menggunakan pinjaman tersebut untuk keperluan di luar penelitian. Lantas apakah student loan kini bisa menjadi solusi atas masalah biaya kuliah mahal?

Liberalisasi dan komersialisasi pendidikan

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai, alih-alih menjadi solusi, kebijakan tersebut justru dianggapnya sebagai liberalisasi pendidikan. Sekaligus menunjukkan pendidikan di negeri ini tidak lagi dijadikan hak, tapi komoditas pasar.

“Student loan ini bukan solusi, tapi jebakan baru atau modus baru komersialisasi dan liberalisasi pendidikan,” kata Ubaid kepada Suara.com, Senin (17/3).

Seharusnya, kata Ubaid, biaya kuliah sepenuhnya ditanggung pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945. Kalaupun pemerintah tidak mampu menanggung biaya pendidikan penuh, kata dia, semestinya menggunakan skema subsidi, bukan menyiapkan lembaga pinjaman.

“Kebijakan student loan ini sama saja dengan kebijakan orang miskin dilarang kuliah. Karena mana mungkin orang miskin bisa ngutang atau bayar utang,” ungkap Ubaid.

Apalagi di beberapa negara banyak terjadi kasus gagal bayar student loan. Salah satunya di Amerika Serikat. Risiko gagal bayar itu, menurut Ubaid juga sangat tinggi jika diterapkan di Indonesia.

“Lulusan di Indonesia banyak yang masih pengangguran karena nggak dapat pekerjaan. Kalaupun dapat pekerjaan, gaji kecil di bawah UMR. Lalu nyicilnya gimana?” tuturnya.

Pendapat serupa disampaikan Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Herianto. Meskipun bertujuan membantu mahasiswa yang terkendala biaya kuliah, student loan menurut Herianto berpotensi menimbulkan permasalahan baru. Salah satunya berupa beban utang yang menumpuk setelah lulus.

“Di beberapa negara menunjukkan bahwa pinjaman pendidikan dapat menjadi beban finansial jangka panjang bagi lulusan,” ujar Herianto kepada Suara.com.

Daripada menerapkan skema student loan, Herianto menawarkan beberapa alternatif yang dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengatasi persoalan biaya kuliah. Misalnya, memperluas program beasiswa dan bantuan pendidikan bagi mahasiswa berprestasi dan kurang mampu. Kebijakan ini dapat meringankan beban biaya kuliah, tanpa menimbulkan utang bagi mahasiswa.

Sejumlah mahasiswa UAJY memanfaatkan fasilitas kampus untuk mengerjakan tugas dan berdiskusi [Suara.com]
Sejumlah mahasiswa UAJY memanfaatkan fasilitas kampus untuk mengerjakan tugas dan berdiskusi [Suara.com]

“Juga subsidi pendidikan. Pemerintah bisa memberikan subsidi langsung kepada perguruan tinggi untuk menekan biaya operasional sehingga biaya kuliah dapat ditekan,” ungkapnya.

Kemana keberpihakan negara?

Peneliti sekaligus dosen Administrasi Negara Universitas Lampung (Unila) Dodi Faedlulloh menilai di tengah ketimpangan ekonomi yang tinggi, kebijakan student loan hanya akan melanggengkan utang mahasiswa. Padahal, pendidikan seharusnya menjadi hak, bukan sekadar komoditas yang harus dibayar dengan skema utang.

Alih-alih menjamin pendidikan terjangkau, kata Dodi, lewat kebijakan student loan negara secara tidak langsung melepaskan tanggung jawabnya dalam mendanai pendidikan tinggi. Sekaligus menyerahkan urusan pendidikan itu ke mekanisme pasar.

“Ini adalah bentuk komersialisasi pendidikan yang bertentangan dengan prinsip pendidikan sebagai hak publik,” jelas Dodi kepada Suara.com.

Akibatnya, lanjut Dodi, mahasiswa dari keluarga kurang mampu akan lebih rentan terjebak dalam utang. Sementara pendidikan menjadi semakin eksklusif bagi mereka yang memiliki kemampuan finansial lebih baik.

Daripada membebankan mahasiswa dengan skema pinjaman, pemerintah menurut Dodi seharusnya berfokus pada kebijakan yang menjamin akses pendidikan tinggi bagi semua lapisan masyarakat. Salah satunya dengan meningkatkan subsidi pendidikan untuk memastikan perguruan tinggi negeri lebih terjangkau.

“Yang tidak kalah penting adalah mereformasi tata kelola pendidikan tinggi agar biaya operasional perguruan tinggi tidak bergantung pada kenaikan UKT,” imbuhnya.

Tantangan utama dalam penyediaan pendidikan tinggi yang terjangkau di Indonesia menurut Dodi sebenarnya bukan hanya persoalan skema pendanaan. Tetapi juga keberpihakan negara dalam menentukan prioritas kebijakan.

Pemerintah saat ini sedang gencar melakukan kebijakan efisiensi anggaran. Namun ironisnya justru berdampak pada sektor-sektor esensial seperti pendidikan. Dalam konteks ini, kata dia, pertanyaannya bukan sekadar bagaimana mahasiswa bisa membayar kuliah, tetapi ke mana sebenarnya negara berpihak.

“Apakah pada kepentingan publik dengan menjamin hak atas pendidikan? Atau pada logika pasar yang menuntut efisiensi dengan cara membebankan biaya pendidikan kepada individu melalui skema utang,” katanya.


Terkait

Krisis Air dan Dampaknya: Ketika Pendidikan Anak Tergadai oleh Kekeringan
Selasa, 18 Maret 2025 | 10:24 WIB

Krisis Air dan Dampaknya: Ketika Pendidikan Anak Tergadai oleh Kekeringan

Krisis air akibat kekeringan dan perubahan iklim mengancam pendidikan anak-anak di Indonesia, terutama di NTT, NTB, dan wilayah pesisir. Solusi berkelanjutan sangat dibutuhkan

Kembangkan SDM dan Hilirisasi Industri Berbasis SDA, FAST Tel-U Dukung Astacita Pendidikan Tinggi
Selasa, 18 Maret 2025 | 09:05 WIB

Kembangkan SDM dan Hilirisasi Industri Berbasis SDA, FAST Tel-U Dukung Astacita Pendidikan Tinggi

Forum Alumni Telkom University (FAST) mendukung Astacita Pemerintah Indonesia di lingkup pendidikan tinggi.

Kembangkan Potensi Desa, Ahmad Luthfi Libatkan Mahasiswa dari 44 Perguruan Tinggi
Senin, 17 Maret 2025 | 20:27 WIB

Kembangkan Potensi Desa, Ahmad Luthfi Libatkan Mahasiswa dari 44 Perguruan Tinggi

Jateng libatkan mahasiswa KKN Tematik untuk kembangkan potensi desa, tangani kemiskinan, validasi data, dan pembangunan. Pemprov gandeng 44 PT melalui perjanjian kerjasama.

Terbaru
Prabowo-Gibran Dianggap Berhasil Berantas Korupsi? Ada Fakta Pahit di Baliknya!
polemik

Prabowo-Gibran Dianggap Berhasil Berantas Korupsi? Ada Fakta Pahit di Baliknya!

Senin, 16 Juni 2025 | 21:49 WIB

"Saya melihat pemerintahan Prabowo belum punya prestasi apapun yang signifikan dalam pemberantasan korupsi. Baru semangat pidato dan janji," kata Zaenur.

Rahasia Empat Pulau Aceh: 'Tanya Rembulan, Tanya Rumput di Pulau Panjang' polemik

Rahasia Empat Pulau Aceh: 'Tanya Rembulan, Tanya Rumput di Pulau Panjang'

Senin, 16 Juni 2025 | 18:53 WIB

Ada pejabat pemerintah di Jakarta yang bilang MoU Helsinki tidak bisa dijadikan dasar. Saya kira itu orang tidak paham sejarah perdamaian Aceh," kata Munawar.

Giant Sea Wall: Solusi Krisis Iklim atau Proyek Bisnis Raksasa? polemik

Giant Sea Wall: Solusi Krisis Iklim atau Proyek Bisnis Raksasa?

Senin, 16 Juni 2025 | 16:07 WIB

"Bukannya belajar dari kesalahan, Prabowo justru memilih untuk melakukan kesalahan yang lebih buruk dengan membangun giant sea wall," ujar Silvia.

Antara Kesejahteraan dan Keserakahan: Kenaikan Gaji Hakim Solusi Cegah Korupsi? polemik

Antara Kesejahteraan dan Keserakahan: Kenaikan Gaji Hakim Solusi Cegah Korupsi?

Senin, 16 Juni 2025 | 08:11 WIB

Tetapi kalau korupsinya karena keserakahan atau corruption by greed, gaji berapapun tidak akan menjadi jawaban, ujar Zaenur.

Catatan Liputan Suara.com di Jepang: Keajaiban Tas, Uang dan Paspor Hilang Kembali ke Pemilik nonfiksi

Catatan Liputan Suara.com di Jepang: Keajaiban Tas, Uang dan Paspor Hilang Kembali ke Pemilik

Sabtu, 14 Juni 2025 | 21:26 WIB

Salah satu hal dari Negeri Sakura selama ini terkenal dengan budaya kerja keras, disiplin, hingga kejujuran dalam kehidupan sehari-hari.

Review GJLS Ibuku Ibu-Ibu yang Gak Jelas Maksimal, Siap Saingi Perolehan Penonton Agak Laen? nonfiksi

Review GJLS Ibuku Ibu-Ibu yang Gak Jelas Maksimal, Siap Saingi Perolehan Penonton Agak Laen?

Sabtu, 14 Juni 2025 | 09:14 WIB

Film GJLS: Ibuku Ibu-Ibu sama Agak Laen, lucu mana?

Inkonsistensi Prabowo Soal Reshuffle: Antara Ultimatum dan Kalkulasi Politik polemik

Inkonsistensi Prabowo Soal Reshuffle: Antara Ultimatum dan Kalkulasi Politik

Jum'at, 13 Juni 2025 | 21:30 WIB

Prabowo bakal mereshuffle Bahlil jika sudah ada kepastian PDIP bergabung dengan koalisi partai pro pemerintah.