Sinyal Bahaya di Balik Defisit APBN Awal Tahun 2025, Benarkah Bisa Berujung Impeachment?
Home > Detail

Sinyal Bahaya di Balik Defisit APBN Awal Tahun 2025, Benarkah Bisa Berujung Impeachment?

Bimo Aria Fundrika | Muhammad Yasir

Jum'at, 14 Maret 2025 | 12:05 WIB

Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya mengumumkan kinerja APBN Januari 2025. Laporan ini seharusnya rilis Februari, namun baru disampaikan pada 13 Maret 2025 di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta.

Pengumuman itu datang sehari setelah pertemuannya dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara. Dalam paparannya, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa hingga akhir Februari 2025, APBN mengalami defisit Rp31,3 triliun atau 0,13 persen dari PDB.

Situasi ini berbanding terbalik dengan tahun sebelumnya. Pada Februari 2024, APBN justru mencatatkan surplus Rp26 triliun (0,10 persen PDB).

Sri Mulyani mengklaim defisit awal tahun masih sesuai target. APBN 2025 memang dirancang dengan defisit Rp616,2 triliun. "Jadi defisit ini masih dalam target yang didesain," ujarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani terlihat girang saat menikmati menu berbuka puasa bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta. (foto dok. sekretariat kabinet)
Menteri Keuangan Sri Mulyani terlihat girang saat menikmati menu berbuka puasa bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta. (foto dok. sekretariat kabinet)

Pendapatan negara hingga Februari 2025 tercatat Rp316,9 triliun atau 10,5 persen dari target Rp3.005,1 triliun. Sementara belanja negara mencapai Rp348,1 triliun (9,6 persen dari target Rp3.621,31 triliun).

Penurunan pendapatan terjadi karena penerimaan pajak yang lebih rendah. Hingga Februari 2025, penerimaan pajak hanya Rp187,8 triliun (8,6 persen dari target), turun 30,19 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Sri Mulyani juga menjelaskan alasan keterlambatan pengumuman APBN. Ia menyebut data awal tahun masih belum stabil, sementara pemerintah perlu mempertimbangkan dinamika belanja dan pendapatan negara, termasuk kebijakan efisiensi anggaran dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025.

Sinyal Bahaya

Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai tren fiskal Indonesia di awal 2025 mengkhawatirkan. Menurunnya pendapatan negara menunjukkan tekanan serius terhadap stabilitas fiskal.

"Penerimaan pajak yang anjlok adalah sinyal bahaya. Jika pajak melemah, belanja prioritas negara ikut terancam," ujarnya.

Belanja negara hingga Februari 2025 tetap tinggi di angka Rp348,1 triliun. Meski lebih rendah dibandingkan Februari 2024 (Rp374,32 triliun), tekanan fiskal tetap besar. Banyak pos belanja tak bisa ditunda, seperti subsidi dan program sosial.

"Untuk pertama kalinya sejak 2021, APBN mencatat defisit Rp31,2 triliun hanya dalam dua bulan. Tahun lalu pada periode yang sama, APBN masih surplus Rp26,04 triliun," kata Nur.

Menurutnya, defisit sejak awal tahun menandai 2025 bukan tahun fiskal biasa. Indonesia kini menghadapi pilihan sulit: menjaga keberlanjutan fiskal atau menghadapi krisis defisit jangka panjang.

Dampak Coretax

Coretax [DJP]
Coretax [DJP]

Turunnya pendapatan pajak diduga akibat kebijakan Coretax. Sistem administrasi perpajakan baru dari DJP Kementerian Keuangan ini mulai diterapkan 1 Januari 2025.

Alih-alih mempermudah, Coretax justru jadi penghambat pemungutan pajak di awal tahun. Banyak wajib pajak kesulitan mengakses sistem tersebut.

“Kegagalan Coretax bukan sekadar masalah teknis, tapi ancaman bagi keberlanjutan fiskal negara,” kata ekonom Achmad Nur Hidayat.

Nur menyarankan pemerintah segera mengevaluasi Coretax. Audit independen diperlukan untuk mengidentifikasi kelemahan sistem. Selain itu, pemerintah bisa mengaktifkan kembali sebagian layanan manual agar penerimaan pajak tetap berjalan.

“Modernisasi perpajakan itu penting, tapi harus didukung kesiapan infrastruktur, SDM, dan edukasi yang matang,” tegasnya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda sependapat dengan Nur. Ia menilai kesulitan wajib pajak melaporkan transaksi berakibat hilangnya potensi penerimaan pajak sebesar Rp64 triliun pada Januari 2025.

“Akibatnya transaksi menjadi terhambat. Rasio pajak terhadap PDB tahun 2025 bisa lebih rendah dibandingkan tahun 2024, implikasinya defisit APBN rentan diatas 3 persen dan bisa berpotensi impeachment.” ungkap Huda kepada Suara.com.

Risiko Penambahan Utang

Defisit awal tahun juga dipicu kebijakan efisiensi anggaran Rp306,6 triliun dalam Inpres No. 1 Tahun 2025. Efisiensi ini memperlambat belanja pemerintah, salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi.

Huda menilai pemangkasan belanja hampir separuh dari tahun sebelumnya mengurangi perputaran uang di masyarakat. Konsumsi melemah, pertumbuhan ekonomi tertekan.

“Belanja pemerintah turun, proyek infrastruktur tertunda, sektor konstruksi terpukul, PHK meningkat,” ujarnya.

Ia membandingkan Indonesia dengan Argentina dan Vietnam. Argentina memangkas anggaran tapi berhasil meningkatkan penerimaan pajak 11 persen. Vietnam memotong birokrasi untuk menarik investasi.

“Sementara di Indonesia, pemotongan anggaran justru membebani masyarakat bawah dan membuat penerimaan pajak anjlok,” jelasnya.

Jika tidak ada langkah strategis, utang negara bisa makin tak terkendali.

“Januari saja utang naik 43,5 persen dari tahun lalu. Akhir 2025, utang pemerintah bisa tembus Rp10.000 triliun,” kata Huda.

Ia menilai masalah ini dipicu program ambisius pemerintah yang tak diimbangi kenaikan penerimaan pajak.

“Belanja dipotong hingga Rp306 triliun, dividen BUMN dialihkan langsung kepada Danantara, hingga penundaan pengangkatan CPNS merupakan korban dari program ambisius pemerintah. Program tersebut membutuhkan dana dengan jumlah jumbo, namun penerimaan negara sedang cekak.” tandasnya.


Terkait

Jangan Lolos Lagi Seperti Kasus Petral, Publik Tes Nyali Prabowo Bongkar Jaringan Mafia Migas di Pertamina, Berani?
Jum'at, 14 Maret 2025 | 10:03 WIB

Jangan Lolos Lagi Seperti Kasus Petral, Publik Tes Nyali Prabowo Bongkar Jaringan Mafia Migas di Pertamina, Berani?

Menurut Fahmy, jaringan terorganisir pada korupsi Pertamina ini serupa dengan mafia migas yang beroperasi di Petral, anak perusahaan Pertamina yang berkedudukan di Singapura.

Wamenperin: Program Ketahanan Pangan Prabowo Dorong Perkembangan Industri Agro
Jum'at, 14 Maret 2025 | 09:11 WIB

Wamenperin: Program Ketahanan Pangan Prabowo Dorong Perkembangan Industri Agro

Program ketahanan pangan yang digalakkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto memberikan peluang besar bagi perkembangan industri agro di Indonesia.

Terbaru
Luka Berlapis di Kantor Polisi, Korban Pemerkosaan Jadi Korban Lagi
polemik

Luka Berlapis di Kantor Polisi, Korban Pemerkosaan Jadi Korban Lagi

Kamis, 12 Juni 2025 | 13:42 WIB

Aipda Paulus Lecehkan Korban Pemerkosaan: Keberulangan Kekerasan Seksual oleh Polisi Tak Bisa Lagi Dipandang sebagai Anomali!

Wacana Pansus Haji 2025: Evaluasi Serius atau Gimik Politik DPR? polemik

Wacana Pansus Haji 2025: Evaluasi Serius atau Gimik Politik DPR?

Kamis, 12 Juni 2025 | 08:02 WIB

Penyelenggaraan haji 2025 dikritik, Timwas Haji DPR usul Pansus Haji karena banyak keluhan jemaah soal layanan. Komnas Haji dan pengamat ragu, prioritaskan kompensasi jemaah.

Kapan Waktu yang Tepat Buat Jokowi Bergabung dengan Partai Politik? polemik

Kapan Waktu yang Tepat Buat Jokowi Bergabung dengan Partai Politik?

Rabu, 11 Juni 2025 | 20:59 WIB

Setelah tidak lagi di PDIP, Jokowi belum pilih partai. Lebih condong ke PSI karena potensi jadi ketua umum dan PSI "rumah Jokowi".

Mengurai Anomali Harga Beras di Tengah Stok Melimpah, Benarkah Ada Mafia? polemik

Mengurai Anomali Harga Beras di Tengah Stok Melimpah, Benarkah Ada Mafia?

Rabu, 11 Juni 2025 | 16:19 WIB

Harga beras naik di banyak daerah meski stok diklaim cukup. BPS mencatat kenaikan harga di banyak wilayah. Diduga Bulog kurang menyalurkan stok. Mentan curiga ada mafia.

Laut Tak Punya Dinding, Korupsi Fakta di Balik Tambang Nikel Raja Ampat Sulut Murka Publik polemik

Laut Tak Punya Dinding, Korupsi Fakta di Balik Tambang Nikel Raja Ampat Sulut Murka Publik

Rabu, 11 Juni 2025 | 12:43 WIB

Aktivitas tambang di Raja Ampat diprotes karena berdampak buruk pada lingkungan. Pemerintah dituding korupsi fakta, tapi publik tak percaya. Izin 4 perusahaan dicabut.

Dedi Mulyadi Hapus PR untuk Siswa: Strategi Pendidikan atau Sekadar Dorongan Populis Semata? polemik

Dedi Mulyadi Hapus PR untuk Siswa: Strategi Pendidikan atau Sekadar Dorongan Populis Semata?

Rabu, 11 Juni 2025 | 08:11 WIB

Jabar hapus PR mulai 2025/2026. Gubernur Dedi Mulyadi menilai PR konvensional tak efektif. Pengamat khawatir hilangnya ruang belajar jika tak ada perbaikan sistem.

Kekuatan Perang atau Tim Pembangunan? Polemik Tentara Garap Ketahanan Pangan Saat Dunia Memanas polemik

Kekuatan Perang atau Tim Pembangunan? Polemik Tentara Garap Ketahanan Pangan Saat Dunia Memanas

Selasa, 10 Juni 2025 | 20:37 WIB

TNI AD rekrut 24 ribu tamtama 2025 untuk Batalyon Teritorial Pembangunan, urus ketahanan pangan hingga infrastruktur. Rencana ini dikritik karena dianggap keluar dari tugas pokok TNI.