Ancaman di Balik Krisis Hakim di Indonesia, Sulitnya Warga Dapat Keadilan
Home > Detail

Ancaman di Balik Krisis Hakim di Indonesia, Sulitnya Warga Dapat Keadilan

Bimo Aria Fundrika | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Jum'at, 14 Maret 2025 | 08:19 WIB

Suara.com - Mahkamah Agung menyebut Indonesia masih kekurangan hakim. Dampaknya? Beban kerja semakin berat. Ini bisa berujung pada putusan yang kurang optimal bagi masyarakat yang berharap keadilan.

Tapi, benarkah problemnya karena jumlah hakim yang kurang? Atau justru sebarannya yang tidak merata?

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI, Dirjen Badilum MA, Bambang Myanto, mengungkapkan bahwa Indonesia masih kekurangan 1.995 hakim per 12 Maret 2025. Kekurangan ini terjadi di pengadilan negeri (PN) dan pengadilan tinggi (PT) di berbagai daerah.

Saat ini, kebutuhan hakim mencapai 2.920 orang. Namun, calon hakim yang sedang menjalani pendidikan dan pelatihan hanya 925 orang.

“Jadi kekurangannya masih sekitar 2.000-an hakim,” ujar Bambang di kompleks parlemen, Senayan, Kamis (13/3/2025).

Pakar hukum pidana Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto, menilai dampaknya serius. Hakim yang sakit atau mengikuti pelatihan saja sudah menjadi kendala. Apalagi jika jumlahnya memang kurang.

Semakin banyak hakim, beban kerja akan lebih proporsional. Penanganan perkara pun lebih baik.

Ilustrasi pengadilan. (shutterstock)
Ilustrasi pengadilan. (shutterstock)

“Dengan begitu, hakim bisa mempertimbangkan perkara lebih matang. Tidak terburu-buru. Tidak kewalahan menghadapi tumpukan kasus yang bisa mempengaruhi kualitas putusan,” kata Aan kepada Suara.com.

Lebih dari itu, jumlah hakim yang cukup juga menjaga integritas peradilan. Beban berlebih membuka celah suap dan korupsi.

“Kalau perkara terlalu banyak, waktu terbatas. Solusinya? Potong kompas. Suap jadi jalan pintas. Hakim bisa saja hanya copy-paste putusan sesuai pesanan. Ini yang berbahaya,” jelas Aan.

Senada, Direktur Eksekutif LeiP, Muhammad Tanziel Aziezi, menekankan pentingnya jumlah hakim yang proporsional dengan perkara di tiap pengadilan. Jika tidak, kualitas putusan terancam.

“Hakim bisa lebih mementingkan kecepatan sidang daripada kualitas putusan,” katanya kepada Suara.com.

Padahal, putusan hakim adalah sumber keadilan. Jika jumlah hakim kurang, kualitas putusan bisa menurun. Akibatnya? Kualitas keadilan pun dipertaruhkan.

Jumlah Hakim Kurang atau Sebarannya Tak Merata?

Tanziel melihat ada hal yang perlu diperjelas. Apakah benar jumlah hakim kurang? Atau justru penyebarannya tidak merata?

"Jangan-jangan jumlahnya cukup, tapi distribusinya tidak seimbang. Itu dulu yang harus dipastikan," kata Tanziel.

Menurutnya, belum ada data rasio ideal antara jumlah hakim dan beban perkara di tiap pengadilan. Berapa rasio yang berlaku saat ini? Apakah penyebaran hakim sudah sesuai dengan jumlah perkara?

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, sepakat. Ia menilai distribusi hakim yang tidak merata bisa menjadi akar masalah. Banyak pengadilan di daerah yang perkaranya sedikit, sementara di kota-kota besar justru kekurangan hakim.

"Banyak pengadilan di daerah yang perkaranya sedikit. Hakimnya tidak terlalu sibuk. Mestinya ini yang didistribusikan ke kota besar yang kekurangan," kata Ficar kepada Suara.com.

Bambang Myanto, Dirjen Badilum MA, memaparkan angka kekurangan hakim di berbagai pengadilan. Pengadilan Tinggi Tipe A dan B mengalami kekurangan 79 hakim, sementara yang tersedia hanya 34 orang. Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus kekurangan 196 hakim, sementara yang ada hanya 15. Pengadilan Negeri Kelas IA mengalami kekurangan 659 hakim, dengan jumlah hakim yang tersedia hanya 53. Sementara itu, Pengadilan Negeri Kelas IB masih membutuhkan 965 hakim, sedangkan yang tersedia hanya 114 orang.

Bambang mengakui, masalah ini berdampak pada lambatnya proses hukum dan meningkatnya beban kerja hakim. Jika tidak segera diatasi, kepercayaan publik terhadap pengadilan bisa menurun.

"Proses peradilan harus berjalan lebih efektif dan efisien," tegasnya.

Ia juga menyoroti ketimpangan distribusi. Hakim di kota besar lebih banyak dibanding daerah. Karena itu, ia mendorong kebijakan pemerataan agar distribusi hakim lebih adil.

Terbaru
Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa!
nonfiksi

Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa!

Sabtu, 28 Juni 2025 | 09:05 WIB

M3GAN 2.0 nggak lagi serem seperti film pertamanya.

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar polemik

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar

Kamis, 26 Juni 2025 | 19:08 WIB

"Tapi saya yakin tidak ada lah penegakan hukum yang akan menjerat penjual pecel lele. Itu tidak apple to apple," ujar Zaenur.

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam polemik

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam

Kamis, 26 Juni 2025 | 14:36 WIB

Setiap tindak penyiksaan harus diberikan hukuman yang setimpal dan memberi jaminan ganti rugi terhadap korban serta kompensasi yang adil, jelas Anis.

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu? polemik

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu?

Kamis, 26 Juni 2025 | 08:41 WIB

Kerja sama tersebut menghilangkan daya kritis ormas keagamaan terhadap kebijakan atau keputusan pemerintah yang tidak pro rakyat.

2 Juta Lapangan Kerja dari Koperasi Prabowo: Ambisius atau Realistis? polemik

2 Juta Lapangan Kerja dari Koperasi Prabowo: Ambisius atau Realistis?

Rabu, 25 Juni 2025 | 21:34 WIB

Angka ini sangat ambisius apabila dilihat dari track record koperasi kita, kata Jaya.

Marcella Mengaku, Marcella Membantah; Upaya Membelokan Nalar Kritis di Ruang Publik polemik

Marcella Mengaku, Marcella Membantah; Upaya Membelokan Nalar Kritis di Ruang Publik

Rabu, 25 Juni 2025 | 18:34 WIB

Pengakuan Marcella Soal Biaya Narasi Penolakan RUU TNI dan "Indonesia Gelap" Dinilai Berbahaya: Membuat Kelompok Masyarakat Sipil Semakin Rentan

Suara Profetik Lintas Iman Menolak PSN Merauke: Penjarahan Berkedok Pembangunan polemik

Suara Profetik Lintas Iman Menolak PSN Merauke: Penjarahan Berkedok Pembangunan

Rabu, 25 Juni 2025 | 14:10 WIB

Proyek tersebut tidak berdasarkan pada prinsip-prinsip kemanusian dan adab," kata Busyro.