Suara.com - Mahkamah Agung menyebut Indonesia masih kekurangan hakim. Dampaknya? Beban kerja semakin berat. Ini bisa berujung pada putusan yang kurang optimal bagi masyarakat yang berharap keadilan.
Tapi, benarkah problemnya karena jumlah hakim yang kurang? Atau justru sebarannya yang tidak merata?
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI, Dirjen Badilum MA, Bambang Myanto, mengungkapkan bahwa Indonesia masih kekurangan 1.995 hakim per 12 Maret 2025. Kekurangan ini terjadi di pengadilan negeri (PN) dan pengadilan tinggi (PT) di berbagai daerah.
Saat ini, kebutuhan hakim mencapai 2.920 orang. Namun, calon hakim yang sedang menjalani pendidikan dan pelatihan hanya 925 orang.
“Jadi kekurangannya masih sekitar 2.000-an hakim,” ujar Bambang di kompleks parlemen, Senayan, Kamis (13/3/2025).
Pakar hukum pidana Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto, menilai dampaknya serius. Hakim yang sakit atau mengikuti pelatihan saja sudah menjadi kendala. Apalagi jika jumlahnya memang kurang.
Semakin banyak hakim, beban kerja akan lebih proporsional. Penanganan perkara pun lebih baik.
“Dengan begitu, hakim bisa mempertimbangkan perkara lebih matang. Tidak terburu-buru. Tidak kewalahan menghadapi tumpukan kasus yang bisa mempengaruhi kualitas putusan,” kata Aan kepada Suara.com.
Lebih dari itu, jumlah hakim yang cukup juga menjaga integritas peradilan. Beban berlebih membuka celah suap dan korupsi.
“Kalau perkara terlalu banyak, waktu terbatas. Solusinya? Potong kompas. Suap jadi jalan pintas. Hakim bisa saja hanya copy-paste putusan sesuai pesanan. Ini yang berbahaya,” jelas Aan.
Senada, Direktur Eksekutif LeiP, Muhammad Tanziel Aziezi, menekankan pentingnya jumlah hakim yang proporsional dengan perkara di tiap pengadilan. Jika tidak, kualitas putusan terancam.
“Hakim bisa lebih mementingkan kecepatan sidang daripada kualitas putusan,” katanya kepada Suara.com.
Padahal, putusan hakim adalah sumber keadilan. Jika jumlah hakim kurang, kualitas putusan bisa menurun. Akibatnya? Kualitas keadilan pun dipertaruhkan.
Jumlah Hakim Kurang atau Sebarannya Tak Merata?
Tanziel melihat ada hal yang perlu diperjelas. Apakah benar jumlah hakim kurang? Atau justru penyebarannya tidak merata?
"Jangan-jangan jumlahnya cukup, tapi distribusinya tidak seimbang. Itu dulu yang harus dipastikan," kata Tanziel.
Menurutnya, belum ada data rasio ideal antara jumlah hakim dan beban perkara di tiap pengadilan. Berapa rasio yang berlaku saat ini? Apakah penyebaran hakim sudah sesuai dengan jumlah perkara?
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, sepakat. Ia menilai distribusi hakim yang tidak merata bisa menjadi akar masalah. Banyak pengadilan di daerah yang perkaranya sedikit, sementara di kota-kota besar justru kekurangan hakim.
"Banyak pengadilan di daerah yang perkaranya sedikit. Hakimnya tidak terlalu sibuk. Mestinya ini yang didistribusikan ke kota besar yang kekurangan," kata Ficar kepada Suara.com.
Bambang Myanto, Dirjen Badilum MA, memaparkan angka kekurangan hakim di berbagai pengadilan. Pengadilan Tinggi Tipe A dan B mengalami kekurangan 79 hakim, sementara yang tersedia hanya 34 orang. Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus kekurangan 196 hakim, sementara yang ada hanya 15. Pengadilan Negeri Kelas IA mengalami kekurangan 659 hakim, dengan jumlah hakim yang tersedia hanya 53. Sementara itu, Pengadilan Negeri Kelas IB masih membutuhkan 965 hakim, sedangkan yang tersedia hanya 114 orang.
Bambang mengakui, masalah ini berdampak pada lambatnya proses hukum dan meningkatnya beban kerja hakim. Jika tidak segera diatasi, kepercayaan publik terhadap pengadilan bisa menurun.
"Proses peradilan harus berjalan lebih efektif dan efisien," tegasnya.
Ia juga menyoroti ketimpangan distribusi. Hakim di kota besar lebih banyak dibanding daerah. Karena itu, ia mendorong kebijakan pemerataan agar distribusi hakim lebih adil.
Saat ini, ada 925 calon hakim yang sedang dipersiapkan.
Menyatakan keberatan tim penasihat hukum terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak dapat diterima."
Irfan Hakim memilih tinggal hotel dan jauh dari keluarga selama Ramadan.
Rencananya, sidang yang dengan Tom Lembong sebagai terdakwa itu akan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Jika melihat dari celengan atau kotak amal, memang ada penurunan sejak tahun lalu," ujar Ustaz Mauliza.
Berdasarkan keputusan baru, CPNS baru akan diangkat pada 1 Oktober 2025, sedangkan PPPK pada 1 Maret 2026.
Penyidik didorong agar bergerak cepat dalam mengusut kasus dugaan korupsi Bank BJB setelah menggeledah rumah eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Saya tak bisa membayangkan mereka (Kader PSI) bisa bekerja secara maksimal. Kami justru curiga mereka diposisikan untuk mengurusi perdagangan karbon, kata Uli.
"Dari dulu sampai sekarang tidak ada perbaikan signifikan. Zulkifli Hasan jelas gagal," tegas Miftahudin.
TNI perlu menjelaskan kepada publik untuk menjawab berbagai spekulasi kenaikan pangkat ini tidak berkaitan dengan merit system, tetapi politik dan kekuasaan, ujar Ikhsan.
"Satu kata, pecat dan proses pidana. Itu sudah mempermalukan institusi penegak hukum dan negara," kata Bambang.