Suara.com - Maret 2025, Adil (29) —bukan nama sebenarnya memutuskan resign dari pekerjaannya di sebuah perusahaan swasta di Yogyakarta. Saat itu, ia yakin keputusannya tepat.
Seleksi CPNS telah ia lewati. Surat penempatan di Medan, Sumatera Utara, sudah di tangan.
Tapi kenyataan berkata lain.
Adil kini jadi salah satu korban kebijakan pemerintah. Pengangkatan CASN yang ia harapkan pada April ternyata ditunda hingga Oktober 2025.
Selama itu, ia harus bertahan dengan sisa tabungannya.
“Karena aku pikir nggak ada perubahan. Perkiraan aku pengangkatan di bulan April, makanya resign di Maret,” ujarnya kepada Suara.com.
Kini, pengeluaran terus berjalan tanpa ada pemasukan. Tabungannya semakin menipis. Istrinya pun ikut terdampak.
“Istri aku juga udah resign dari kantornya. Karena rencananya dia ikut aku ke Medan setelah Lebaran,” tuturnya.
Rencana mereka berantakan. Adil harus mencari cara untuk bertahan. Ia berencana pulang ke kampung halamannya di Wonosobo, Jawa Tengah.
Sambil menunggu kejelasan dari pemerintah, ia mencoba mencari pekerjaan freelance.
“Aku kepala keluarga, anakku baru dua tahun. Harus tetap cari duit buat beli susu, pampers. Kalau makan, mungkin bisa minta ke orang tua,” ungkapnya.
Di Kediri, Jawa Timur, Tiwi (26) —bukan nama sebenarnya— tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis. Ia kini harus berjualan takjil untuk menyambung hidup.
“Selama Ramadan aku coba dagang takjil. Setidaknya buat kebutuhan sehari-hari setelah resign dari kantor lama,” katanya.
Januari lalu, Tiwi resmi lulus seleksi CPNS. Dengan penuh keyakinan, ia memilih mundur dari pekerjaannya di perusahaan konsultan hukum.
Ia ingin punya cukup waktu untuk bersiap sebelum bertugas di Jakarta.
“Saat itu aku pikir bakal butuh banyak waktu buat persiapan,” ujarnya.
Namun, semua rencana itu berantakan. Pengangkatan CPNS yang ia nantikan justru ditunda. Sama seperti Adil, Tiwi kini berencana mencari pekerjaan freelance setelah Lebaran.
“Setidaknya pemerintah lihat dampaknya. Apalagi buat yang sudah berkeluarga. Kasihan yang sudah terlanjur resign kayak aku,” tuturnya.
Dalih Pemerintah Selaraskan Data Formasi
Seharusnya, penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP) atau pengangkatan CPNS dilakukan antara 22 Februari hingga 23 Maret 2025, sesuai dengan Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 02/PANPEL.BKN/CPNS/IX/2024.
Peserta yang lolos PPPK 2024 tahap 1 dijadwalkan diangkat pada Februari 2025, sementara tahap 2 pada Juli 2025. Namun, rencana itu berubah.
Berdasarkan keputusan baru, CPNS baru akan diangkat pada 1 Oktober 2025, sedangkan PPPK pada 1 Maret 2026.
Data Kemenpan RB menunjukkan bahwa 248.970 CPNS seharusnya diangkat pada 22 Februari–23 Maret 2025. Sementara itu, 1.017.111 PPPK dijadwalkan diangkat pada Februari–Juli 2025.
Perubahan ini terjadi setelah Kemenpan RB menggelar rapat dengan Komisi II DPR pada 5 Maret 2025.
Menteri PAN-RB Rini Widyantini menyebut bahwa keputusan ini telah disepakati bersama DPR. Alasannya pemerintah masih menyelaraskan data formasi, jabatan, dan penempatan. Mereka juga ingin menyamakan Terhitung Mulai Tanggal (TMT) bagi ASN di semua instansi.
"Kami ingin memastikan pengangkatan CPNS berlangsung serentak pada 1 Oktober 2025 dan PPPK pada 1 Maret 2026," ujar Rini.
Belakangan pernyataan Rini dibantah Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Aria Bima. Menurutnya dalam RDP dengan Kemenpan RB tidak ada keputusan bahwa pengangkatan CPNS di semua instansi pemerintah harus serentak pada Oktober 2025 dan PPPK pada Maret 2026.
Masalah Administrasi atau Efisiensi Anggaran?
Dosen Administrasi Negara Universitas Lampung (Unila), Dodi Faedlulloh, menilai penundaan pengangkatan CASN menunjukkan lemahnya perencanaan kepegawaian negara. Seharusnya, pemerintah sudah memiliki peta kebutuhan SDM yang matang sebelum membuka rekrutmen.
“Penundaan tujuh bulan hingga satu tahun bukan sekadar masalah administratif. Ini juga menunjukkan ketidaksiapan dalam pelaksanaan kebijakan,” kata Dodi kepada Suara.com, Rabu (12/3/2025).
Alasan Kemenpan RB yang menyebut perlunya penyelarasan formasi, jabatan, dan penempatan memang terdengar masuk akal. Namun, pertanyaannya: mengapa masalah ini baru muncul setelah seleksi selesai?
“Apakah tidak ada koordinasi lebih awal antara kementerian dan lembaga terkait? Jika ini murni soal administrasi, berarti ada kelemahan birokrasi yang seharusnya bisa diantisipasi sejak awal,” ujarnya.
Dodi pun curiga. Menurutnya, alasan utama bukan semata soal administrasi, melainkan efisiensi anggaran.
Apalagi, kasus serupa pernah terjadi pada 2019 saat pemerintah melakukan penghematan untuk penanggulangan Covid-19.
“Kalau memang berkaitan dengan anggaran, pemerintah seharusnya lebih transparan,” tegasnya.
Pemerintah, lanjut Dodi, harus memberikan kepastian hukum dan solusi konkret bagi CASN yang terdampak. Misalnya, memastikan pemulihan atau kebijakan transisi yang lebih adil.
“Tanpa itu, kepercayaan masyarakat terhadap tata kelola kepegawaian akan semakin tergerus,” pungkasnya.
Ribuan Penolakan di Media Sosial dan Aksi Massa
Di media sosial, ribuan CASN yang terdampak kebijakan ini menyuarakan protes. Tagar #SaveCASN2024, #TolakTMTSerentak, hingga #IndonesiaGelapJilid2 ramai digunakan, menandakan gelombang kekecewaan yang meluas.
Mereka juga menggalang dukungan lewat petisi berjudul “BERIKAN PERCEPATAN PENGANGKATAN CPNS & PPPK TAHAP 1 2024” di change.org. Hingga 12 Maret 2025, petisi ini telah ditandatangani oleh 77.452 peserta seleksi CPNS dan PPPK yang menuntut kepastian nasib mereka.
Mereka meminta pemerintah mengembalikan skema pengangkatan sesuai kesiapan instansi, bukan dipukul rata hingga Oktober 2025. Jika memang ada batas maksimal, setidaknya beri ruang bagi instansi yang siap lebih awal untuk tetap melanjutkan pengangkatan lebih cepat.
Tuntutan mereka sederhana: transparansi dan kepastian. Mereka tak ingin menjadi korban kebijakan yang berubah-ubah.
"Kami memohon agar proses administrasi, verifikasi, dan penetapan pengangkatan CPNS dan PPPK Tahap 1 Tahun 2024 dapat segera dipercepat, sehingga para ASN baru dapat segera mengabdi dan bekerja sesuai amanah yang telah diberikan," demikian tulis mereka.
Kolom komentar Instagram Gibran Rakabuming dipenuhi keluhan penundaan pengangkatan CPNS.
Herman Deru masuk dalam 10 besar pejabat terkaya di Indonesia dengan kekayaan fantastis
Indrajaya memahami tuntutan CPNS dan PPPK, karena berkaitan dengan kepastian dalam pekerjaan, serta menyangkut kebutuhan dasar individu
"Sudah dilaporkan ke Presiden," kata Rini Widyantini
Penyidik didorong agar bergerak cepat dalam mengusut kasus dugaan korupsi Bank BJB setelah menggeledah rumah eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Saya tak bisa membayangkan mereka (Kader PSI) bisa bekerja secara maksimal. Kami justru curiga mereka diposisikan untuk mengurusi perdagangan karbon, kata Uli.
"Dari dulu sampai sekarang tidak ada perbaikan signifikan. Zulkifli Hasan jelas gagal," tegas Miftahudin.
TNI perlu menjelaskan kepada publik untuk menjawab berbagai spekulasi kenaikan pangkat ini tidak berkaitan dengan merit system, tetapi politik dan kekuasaan, ujar Ikhsan.
"Satu kata, pecat dan proses pidana. Itu sudah mempermalukan institusi penegak hukum dan negara," kata Bambang.
Itu jadi alarm juga dari sisi demand pull inflation, jelas Bhima.
"Penegak hukum kan harus fair. Artinya penegakan hukum itu harus diperlakukan kepada semua pejabat yang melakukan hal sama (impor gula) dengan Tom Lembong," kata Aan.