Suara.com - Kenaikan pangkat Letnan Kolonel atau Letkol Teddy Indra Wijaya menuai kritik keras. Sebab kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi yang diberikan kepada Sekretaris Kabinet sekaligus orang dekat Presiden Prabowo Subianto itu dinilai sarat muatan politis, tanpa landasan prestasi dan sistem merit.
Kenaikan pangkat Teddy dari Mayor ke Letkol merujuk pada Keputusan Panglima TNI Nomor: Kep/238/II/2025 tertanggal 25 Februari 2025 tentang Kenaikan Pangkat Reguler Percepatan (KPRP). Mabes TNI AD lalu menerbitkan Surat Perintah Nomor: Sprin/674/II/2025 pada 6 Maret 2024 sebagai tindak lanjut atas putusan tersebut.
Peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institute Ikhsan Yosarie menilai kenaikan pangkat Teddy sangat tidak lazim. Sebab kenaikan pangkat perwira menengah atau pamen TNI tersebut tidak mengacu pada Masa Dinas Perwira (MDP) dan Masa Dinas Dalam Pangkat (MDDP) sebagaimana diatur dalam Peraturan Panglima TNI Nomor 87 Tahun 2022 tentang Kepangkatan Prajurit TNI.
“Dalam peraturan itu jelas diatur bahwa kenaikan pangkat Mayor ke Letkol memiliki variasi norma waktu mulai dari 18-25 tahun, sesuai pendidikan perwira yang dijalani,” kata Ikhsan kepada Suara.com, Senin (10/3/2025).
Sementara Teddy lulus Akademi Militer atau Akmil 2011. Artinya, dia baru aktif berdinas selama 14 tahun.
Selain dari aspek waktu yang tidak lazim, jenis kenaikan pangkat KPRP yang diberikan kepada Teddy juga menimbulkan pertanyaan. Pasalnya jika mengacu Pasal 1 poin 16 Peraturan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Nomor 21 Tahun 2019 tentang Kepangkatan Prajurit TNI AD, KPRP merupakan kenaikan pangkat yang dianugerahkan kepada prajurit yang sangat berjasa bagi kepentingan organisasi TNI AD, TNI, dan atau negara.
“Jasa luar biasa seperti apa yang telah dilakukan Teddy sehingga mendapatkan KPRP ini?” tanya Ikhsan.
Teddy menurut Ikhsan tidak banyak melakukan dinas kemiliteran sebagaimana prajurit TNI lainnya di lapangan sejak menjadi asisten ajudan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 2014. Setelah empat tahun menjadi asisten ajudan Jokowi, Teddy kemudian ditunjuk menjadi ajudan Prabowo pada 2020 ketika menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan). Sampai akhirnya dia mengisi jabatan saat ini sebagai Sekertaris Kabinet.
“Kondisi ini perlu dijelaskan TNI kepada publik untuk menjawab berbagai spekulasi kenaikan pangkat ini tidak berkaitan dengan merit system, tetapi politik dan kekuasaan,” ujar Ikhsan.
Di sisi lain, Ikhsan menilai keterbukaan TNI atas kenaikan pangkat Teddy perlu dilakukan untuk meminimalisir potensi kecemburuan di tengah para perwira menengah TNI. Terlebih bagi mereka yang memiliki prestasi dan banyak bertugas di medan lapangan.
“Kenaikan pangkat yang dipermudah karena dekat dengan kekuasaan tentu akan berdampak negatif,” jelasnya.
Keliru Sejak Awal
Anggota Komisi I DPR RI dari PDI Perjuangan (PDIP) TB Hasanuddin sependapat dengan Setara Institute. Sebagai purnawirawan Mayjen TNI, TB menilai kenaikan pangkat Teddy melenceng dari ketentuan.
"Kenaikan pangkat untuk Mayor Teddy menjadi Letkol itu sepertinya tidak sesuai dengan aturan yang biasa," ungkap TB kepada Suara.com.
TB bahkan mengaku baru pertama kali mendengar istilah KPRP. Karena itu dia turut mempertanyakan apakah kenaikan pangkat KPRP ini hanya berlaku kepada Teddy atau seluruh prajurit TNI.
Menurut TB, keterbukaan atas kenaikan pangkat Teddy penting diketahui masyarakat. Sehingga tidak menimbulkan spekulasi, seolah-olah kenaikan pangkat yang diberikan itu bermuatan politis.
Adapun terkait potensi timbulnya kecemburuan di tengah perwira menengah TNI atas kenaikan pangkat ‘istimewa’ Teddy, TB tidak membantah juga membenarkan.
“Soal cemburu, tanyakan saja ke anggota TNI langsung,”katanya.
Sementara Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai, sejak awal pengangkatan Teddy sebagai Sekretaris Kabinet sangat keliru. Sebab pengangkatan Teddy mengisi jabatan sipil tersebut jelas-jelas telah melanggar Pasal 47 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dalam pasal itu, hanya 10 jabatan sipil yang bisa diduduki prajurit aktif TNI. Kesepuluh jabatan tersebut di antaranya; Koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
“Pengangkatan Mayor Teddy sebagai Seskab merupakan tindakan yang ilegal dan menerobos batasan ketentuan yang berlaku,” ujar Ardi kepada Suara.com.
Alih-alih mengundurkan diri, kata Ardi, Teddy kekinian justru mendapat kenaikan pangkat. Sebuah tindakan yang menurutnya semakin menunjukkan perlakuan yang tidak adil dalam sistem promosi kepangkatan di lingkungan TNI. Sekaligus mengancam profesionalisme dan integritas TNI.
Elite politik dan pimpinan TNI, menurut Ardi seharusnya menyadari banyak prajurit TNI yang telah menunjukkan prestasi dalam menjalankan tugas di lapangan. Bahkan mereka sampai bertaruh nyawa.
“Mereka yang telah berjuang demi bangsa dan negara seharusnya lebih layak untuk diapresiasi dan mendapatkan promosi kepangkatan, ketimbang seseorang yang hanya karena akses politiknya bisa mendapatkan karir dan kenaikan pangkat,” ungkapnya.
Wajib Pensiun atau Mengundurkan Diri
Belakangan, Panglima TNI Jenderal Agus Subianto menyatakan prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil di luar ketentuan Pasal 47 Ayat 2 Undang-Undang TNI harus mengundurkan diri atau pensiun dini.
“Sesuai dengan Pasal 47,” kata Agus di PTIK, Jakarta Selatan, Senin (10/3).
Sementara Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Hariyanto menjelaskan, pengunduran diri tersebut berada di bawah pimpinan TNI. Setelah disetujui, mereka akan berstatus sipil penuh dan tidak lagi terikat dengan aturan serta kewajiban sebagai anggota TNI.
Suara.com telah berupaya menghubungi kembali Hariyanto untuk mengonfirmasi apakah ketentuan itu juga berlaku bagi Teddy yang menjabat sebagai Sekretaris Kabinet.
Sebab pada Desember 2024 lalu, Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi menyebut jabatan Sekretaris Kabinet saat ini setara dengan Aparatur Sipil Negara atau ASN eselon II yang berada di bawah Mensesneg. Perubahan status itu menjadi dalih pemerintah bahwa Teddy tidak perlu mengundurkan diri atau pensiun dini dari TNI karena jabatan Sekretaris Kabinet setara dengan Sekretaris Militer Presiden.
Perubahan status Sekretaris Kabinet itu, kata Hasan, tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 139 Tahun 2024 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Merah Putih Periode 2024-2029. Perpres yang salah satunya mengatur tentang pembubaran Sekretariat Kabinet atau Setkab tersebut diteken pada 21 Oktober 2024 atau di hari yang sama saat Teddy dilantik sebagai Seskab.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat Brigjen Wahyu Yudhayana saat itu juga menyebut Teddy tidak perlu pensiun. Bahkan dia mengatakan karier militer perwira menengah TNI berusia 35 tahun itu akan tetap berjalan.
“Itu penugasan di luar struktur dan karena itu tidak setingkat menteri, jadi tidak perlu mengundurkan diri dari TNI," tutur Wahyu.
Berdasar catatan Imparsial, saat ini setidaknya terdapat 2.500 prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan sipil. Data tersebut mereka himpunan dari Lembaga Ketahanan Nasional atau Lemhannas.
Ardi juga menilai perubahan struktur jabatan Seskab dari semula setingkat menteri menjadi di bawah Kementerian Sekretariat Negara atau Kemensesneg tidak serta merta membuat posisi tersebut masuk ke dalam posisi jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI aktif. Pasalnya, jabatan Seskab maupun Mensesneg tidak termasuk ke dalam jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit sebagaimana ketentuan Pasal 47 Ayat 2 Undang-Undang TNI.
“Sesuai dengan prinsip dan aturan yang berlaku, Letkol Teddy diwajibkan untuk mengundurkan diri dari dinas aktif militer,” pungkasnya.
Mayor Teddy yang kini jadi Sekretaris Kabinet (Seskab) diangkat jadi Letkol TNI AD.
Teddy Indra Wijaya kini menyambut pangkat barunya sebagai Letnan Kolonel dengan gaji yang semakin melimpah.
Ardi mengatakan sejak awal pengangkatan atau penunjukkan Mayor Teddy menjadi Seskab itu sudah keliru dan tidak dapat dibenarkan.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Prabowo-Gibran, Teddy Indra Wijaya yang akrab disapa Mayor Teddy, resmi menyandang pangkat Letnan Kolonel (Letkol).
"Satu kata, pecat dan proses pidana. Itu sudah mempermalukan institusi penegak hukum dan negara," kata Bambang.
Itu jadi alarm juga dari sisi demand pull inflation, jelas Bhima.
"Penegak hukum kan harus fair. Artinya penegakan hukum itu harus diperlakukan kepada semua pejabat yang melakukan hal sama (impor gula) dengan Tom Lembong," kata Aan.
Anora adalah potret kejam dari dunia yang tidak adil, tetapi tetap menyelipkan secercah harapan dalam absurditasnya.
Karena tanpa menjadi bagian dari PSI sekalipun, PSI sudah mengakomodasi gagasan dan pikiran Jokowi, ujar Adi.
Pernyataan Dhani muncul dalam rapat Komisi X DPR RI bersama Kementerian Pemuda dan Olahraga serta PSSI terkait naturalisasi tiga calon pemain timnas Indonesia
Kekesalan Putra Mahkota Keraton Solo yang dilontarkan di media sosial mewakili suara masyarakat yang kecewa atas situasi terkini di Indonesia.