Anora: Cinderella Story Ala PSK, Layak Dianugerahi Best Picture Oscar?
Home > Detail

Anora: Cinderella Story Ala PSK, Layak Dianugerahi Best Picture Oscar?

Yohanes Endra

Sabtu, 08 Maret 2025 | 09:00 WIB

Suara.com - Jujur saja, saya kaget "Anora" berhasil mengantongi Oscar sebagai Best Picture.

Film "Anora" karya Sean Baker hadir bak dongeng Cinderella versi Brooklyn, dengan sedikit tambahan: sang putri adalah seorang pekerja seks, dan pangerannya adalah anak miliarder Rusia yang lebih banyak bicara daripada berpikir. 

Sejak awal, film ini tampak seperti kisah romansa penuh kejutan, tetapi seiring berjalannya waktu, kita mulai menyadari bahwa ini bukanlah dongeng yang bisa berakhir dengan "happily ever after". 

Namun, apakah "Anora" cukup fenomenal untuk membawa pulang Oscar? Atau justru hanya sekadar sensasi musim penghargaan?

Narasi yang Unik, Tapi Jangan Harap Keajaiban

"Anora" mencoba menawarkan sesuatu yang berbeda dari kisah cinta klise. Karakter utama, Anora Mikheeva (Mikey Madison), adalah seorang pekerja seks yang tidak terjebak dalam narasi korban ataupun femme fatale

Dia hanya perempuan biasa yang mencoba bertahan hidup di kota yang tak peduli padanya. Lalu, datanglah Ivan Zakharov alias Vanya (Mark Eydelshteyn), playboy Rusia tajir yang suka berfoya-foya.

Tanpa berpikir panjang, mereka menikah dalam keputusan impulsif yang terasa lebih seperti lelucon mabuk dibanding romansa yang tulus.

Tentu saja, kisahnya tidak berhenti di situ. Keluarga oligarki Vanya, yang tak terbiasa melihat kelas bawah berani menyentuh lingkaran mereka, segera mengirim para 'pembersih' untuk menyingkirkan Anora. 

Yang terjadi kemudian adalah kekacauan ala komedi gelap yang menari di antara absurditas dan kenyataan pahit.

Eksplorasi Dinamika Kelas yang Tajam dan Menyakitkan

Sean Baker memang piawai mengangkat dinamika kelas sosial ke dalam filmnya. "Anora" tidak hanya tentang cinta instan, tapi juga tentang bagaimana kekayaan bisa membeli segalanya, termasuk hukum dan martabat manusia. 

Anora, yang hanya ingin hidup agak tenang dan stabil, tiba-tiba mendapati dirinya berhadapan dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari dirinya.

Kehadiran trio 'tukang bersih-bersih' yang diperankan oleh Karren Karagulian, Vache Tovmasyan, dan Yura Borisov membuat film ini semakin berwarna. Mereka adalah perpaduan antara keganasan dan ketololan.

Namun, yang paling mengejutkan adalah hubungan Anora dengan Igor (Borisov). Awalnya datang sebagai ancaman, Igor perlahan berubah menjadi satu-satunya orang yang melihat Anora sebagai manusia. 

Sungguh ironis. Seseorang yang dikirim untuk menghancurkannya malah menjadi satu-satunya yang peduli.

Sinematografi New York yang Jauh dari Instagramable

Jika Anda mengharapkan pemandangan New York yang glamor, jangan nonton "Anora". Sinematografi yang disuguhkan "Anora" justru menangkap kota besar ini dalam versinya yang lebih jujur: dingin, kejam, dan jauh dari romantisme film-film Hollywood lainnya. 

Jalanan basah, lampu neon yang suram, dan apartemen sempit menggambarkan realitas tempat Anora berjuang sebagai pekerja seks komersial yang mulai muak dengan rutinitas malamnya.

Bahkan, Baker memilih menggunakan film analog, menambah kesan dokumenter yang kasar, seakan kita mengintip langsung ke dalam hidup orang-orang yang benar-benar ada di dunia nyata.

Akting Mengesankan Mikey Madison

Mikey Madison benar-benar menjadi bintang di sini. Dia tidak hanya sekadar menghafal dialog atau menampilkan emosi dangkal, tetapi membawa Anora hidup dengan segala kegetiran, kepintaran, dan kelelahan yang perlahan menggerogoti dirinya. 

Dengan ekspresi dan gerakan tubuhnya, Madison menunjukkan betapa Anora terus-menerus berada di ambang kehancuran, tetapi tetap mencoba bertahan dengan sisa kekuatan yang dia miliki.

Mungkin itulah yang membuat juri Oscar akhirnya menjatuhkan pilihan pada Madison, alih-alih Demi Moore yang dielu-elukan lebih pantas mengantongi gelar Aktris Terbaik tahun ini.

Terlalu Banyak Berteriak, Terlalu Sedikit Napas

Meski memiliki banyak keunggulan, "Anora" bukanlah film yang sempurna. Jika Anda mengharapkan momen-momen reflektif yang mendalam, film ini mungkin terasa seperti dua jam orang-orang berteriak tanpa henti. 

Banyak adegan dipenuhi dengan karakter yang berbicara terlalu cepat atau berdebat dengan intensitas yang melelahkan. Beberapa penonton mungkin akan merasa bahwa film ini lebih seperti pertunjukan kekacauan yang disengaja daripada cerita yang berkembang dengan alami.

Selain itu, meskipun Baker memiliki reputasi dalam mengeksplorasi sisi gelap kehidupan sosial, beberapa bagian "Anora" terasa seperti kuliah sosiologi yang terlalu eksplisit. 

Perjuangan kelas dalam film ini memang nyata, tetapi pada titik tertentu, kita bisa merasa seperti sedang dipukul dengan pesan moral yang terlalu gamblang.

Kemenangan Oscar yang Layak atau Sekadar Hype?

"Anora" adalah film yang tajam, emosional, dan penuh dengan kritik sosial yang menggigit. Kemenangannya sebagai Best Picture di Oscar membuktikan bahwa akademi masih bisa menghargai film yang lebih kecil, tetapi memiliki keberanian bercerita yang kuat. 

Jika para juri lebih memilih film dengan skala besar dan sinematografi megah, mungkin "Anora" akan kalah oleh kandidat seperti "The Brutalist" atau "Conclave." Nyatanya, film ini berhasil merebut hati para pemilih dengan kejujuran dan kesederhanaan kisahnya.

Pada akhirnya, film ini adalah potret kejam dari dunia yang tidak adil, tetapi tetap menyelipkan secercah harapan dalam absurditasnya. Bagi yang suka film dengan karakterisasi kuat dan narasi sederhana, "Anora" bisa jadi salah satu film terbaik tahun ini. 

Namun, bagi mereka yang menginginkan tontonan yang lebih elegan atau lebih rumit, mungkin film ini akan terasa seperti pesta berantakan yang berlangsung terlalu lama. 

Bagaimanapun, satu hal pasti, Sean Baker tahu cara membuat kita tidak bisa berhenti menonton, meski ceritanya sudah bisa ditebak, bahkan selevel novel karangan author Wattpad.

Kontributor : Chusnul Chotimah


Terkait

Fatih Unru Bicara Soal Privilege Jadi Anak Yayu Unru
Selasa, 22 April 2025 | 13:13 WIB

Fatih Unru Bicara Soal Privilege Jadi Anak Yayu Unru

Fatih Unru merupakan anak dari aktor kawakan almarhum Yayu Unru. Kiprahnya di dunia akting sejak 2011 saat membintangi film Rindu Purnama.

Mengharu Biru, Film Jepang '1st Kiss': Antara Balada Cinta dan Penyesalan
Selasa, 22 April 2025 | 12:49 WIB

Mengharu Biru, Film Jepang '1st Kiss': Antara Balada Cinta dan Penyesalan

Film Jepang '1st Kiss' ini punya alur tak biasa tentang penyesalan, cinta dan kesempatan kedua yang menguras emosi dan pikiran

Masih Tayang, Jumbo Salip Film Vina dengan 6 Juta Penonton di Bioskop
Selasa, 22 April 2025 | 12:25 WIB

Masih Tayang, Jumbo Salip Film Vina dengan 6 Juta Penonton di Bioskop

Jumbo siap melesat masuk ke posisi 5 besar film Indonesia terlaris sepanjang masa.

Terbaru
Perusahaan Tahan Ijazah Karyawan: Modus Baru Perbudakan Modern?
polemik

Perusahaan Tahan Ijazah Karyawan: Modus Baru Perbudakan Modern?

Selasa, 22 April 2025 | 10:26 WIB

Sejumlah daerah memiliki peraturan daerah yang melarang perusahaan menahan ijazah pekerja.

Saat Serdik Polri Pilih Sowan ke Jokowi: Apa Kabar Arah Reformasi Polisi? polemik

Saat Serdik Polri Pilih Sowan ke Jokowi: Apa Kabar Arah Reformasi Polisi?

Senin, 21 April 2025 | 19:27 WIB

Perwira Penuntun (Patun) Pokjar II Serdik Sespimmen, Kombes Denny, menyebut kunjungan tersebut hanya sebatas silaturahmi.

Sengkarut di Balik Dapur MBG yang Belum Dibayar: Apa Akar Masalahnya? polemik

Sengkarut di Balik Dapur MBG yang Belum Dibayar: Apa Akar Masalahnya?

Senin, 21 April 2025 | 12:21 WIB

Dapur mengaku belum dibayar. Kisruh ini makin menegaskan amburadulnya pelaksanaan program andalan Presiden Prabowo Subianto tersebut.

Wajah Muda, Umur Tua: Awas Trik Licik Piala Dunia U-17 polemik

Wajah Muda, Umur Tua: Awas Trik Licik Piala Dunia U-17

Sabtu, 19 April 2025 | 11:08 WIB

Pentas perhelatan Piala Dunia U-17 2025 akan dihelat Qatar. Meski hanya kompetisi untuk pemain kelompok umur, trik jahat pencurian umur mengintai.

Review Pengepungan di Bukit Duri, Lebih Ngeri dari Semua Film Joko Anwar nonfiksi

Review Pengepungan di Bukit Duri, Lebih Ngeri dari Semua Film Joko Anwar

Sabtu, 19 April 2025 | 07:35 WIB

Konsep alternate history dalam "Pengepungan di Bukit Duri" membuat ceritanya terasa akrab, meski latarnya fiksi.

Tentara Masuk Kampus, Ancaman NKK/BKK dan Kembalinya Bayang-Bayang Rezim Soeharto polemik

Tentara Masuk Kampus, Ancaman NKK/BKK dan Kembalinya Bayang-Bayang Rezim Soeharto

Kamis, 17 April 2025 | 20:53 WIB

Rentetan tentara masuk kampus (UIN, Unud, Unsoed) saat diskusi, dinilai intervensi & ancaman kebebasan akademik, mirip Orde Baru. Kritik RUU TNI menguatkan kekhawatiran militerisasi.

Predator di Balik Ruang Pemeriksaan: Mengapa Kekerasan Seksual Bisa Terjadi di Fasilitas Kesehatan? polemik

Predator di Balik Ruang Pemeriksaan: Mengapa Kekerasan Seksual Bisa Terjadi di Fasilitas Kesehatan?

Kamis, 17 April 2025 | 15:04 WIB

Posisi dan keahlian medis digunakan untuk melancarkan kejahatan seksual.