Kekecewaan Mendalam Sang Putra Mahkota: 'Nyesel Gabung Republik'
Home > Detail

Kekecewaan Mendalam Sang Putra Mahkota: 'Nyesel Gabung Republik'

Erick Tanjung

Jum'at, 07 Maret 2025 | 08:05 WIB

Suara.com - Putra Mahkota Kerajaan Solo menyatakan menyesal bergabung dengan republik. Bentuk kekecewaan mendalam terhadap kondisi Indonesia saat ini.

PUTRA Mahkota Kasunanan Surakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamangkunegoro Sudibya Rajaputra Narendra Mataram, mengunggah pernyataan di Instagram pribadinya, @kgpaa.hamangkunegoro.

Isinya sindiran tajam. "Nyesel Gabung Republik," tulisnya.
Ia menambahkan kalimat lain. "Percuma Republik Kalau Cuma Untuk Membohongi.”

Kalimat ini diunggah dengan latar hitam di fitur Instagram story. Belakangan unggahan itu dihapus. Namun, tangkapan layarnya beredar luas di media sosial.

Sang putra mahkota juga dikenal sebagai Gusti Purbaya. Ia putra bungsu dari Pakubuwono XIII dan GKR Pakubuwono, yang dinobatkan sebagai putra mahkota Keraton Kasunanan Surakarta pada 27 Februari 2022.

Keraton Surakarta memberikan klarifikasi pada Senin (3/3/2025) melalui Pengageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan, Kanjeng Pangeran Aryo Dany Nur Adiningrat.

Menurut Dany, unggahan tersebut merupakan bentuk kekecewaan Hamangkunegoro terhadap kondisi Indonesia saat ini. Termasuk mengenai dugaan korupsi di Pertamina yang mengecewakan masyarakat luas.

“Pernyataan itu bukanlah cerminan dari hilangnya semangat nasionalisme, patriotisme, atau jiwa bela negara dalam diri [Hamangkunegoro], melainkan suatu bentuk kritik dan sindiran terhadap para penyelenggara negara saat ini,” kata Dany, membacakan pernyataan tertulis Hamangkunegoro.

Putera Mahkota Kraton Solo, KGPAA Hamangkunegoro Sudibya Rajaputra Narendra Mataram. [Bidik layar/IG/kgpaa.hamangkunegoro]
Putera Mahkota Kraton Solo, KGPAA Hamangkunegoro Sudibya Rajaputra Narendra Mataram. [Bidik layar/IG/kgpaa.hamangkunegoro]

Hamangkunegoro menilai tata kelola pemerintahan saat ini jauh dari harapan para leluhurnya. “Padahal leluhur kami yang dahulu turut berperan dalam perjuangan kemerdekaan dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).”

Dany menjelaskan bahwa Sri Susuhunan Pakubuwono VI (1823-1830), dan Sri Susuhunan Pakubuwono X (1893-1939) yang telah diakui sebagai Pahlawan Nasional, serta Sri Susuhunan Pakubuwono XII (1945-2004) dengan sukarela menggabungkan negerinya yang telah berdaulat ke dalam NKRI.

“Unggahan [Hamangkunegoro] tersebut merupakan bentuk ekspresi kekecewaan sekaligus kritik terhadap kondisi pemerintahan saat ini," kata Dany.

“Kami mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran dalam upaya pemberantasan korupsi serta penegakan prinsip-prinsip ketatanegaraan sesuai dengan cita-cita para para pendiri bangsa dan nilai-nilai luhur Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.”

Kekecewaan Putra Mahkota Serius

Sejarawan Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Margana menilai keluhan putra mahkota terkait situasi kekinian di Indonesia melalui Instagram sesuatu yang wajar. Keluhan itu dianggap mewakili suara masyarakat yang kecewa melihat pelbagai persoalan, seperti kasus korupsi Pertamina.

“Menurut saya dia sebagai seorang tokoh, public figure, sudah seharusnya juga untuk ikut menyuarakan hal itu,” kata Margana kepada Suara.com, Kamis (6/3).

Namun, ketika pernyataan putra mahkota menyinggung eksistensi Keraton yang dulu memilih bergabung dengan republik, Margana menilai itu menunjukkan tingkat kekecewaan yang lebih dalam.

“Itu sesuatu yang serius,” katanya.

Margana menuturkan di kalangan Keraton terdapat falsafah "sabda pandhita ratu, tan kena wola-wali". Maknanya, raja atau putra mahkota harus konsisten dengan sabdanya dan tidak ditarik kembali.

“Itulah mengapa raja atau putra mahkota hemat (bicara) di masa lalu, karena apa yang disampaikan, apa yang diomongkan itu harus konsisten antara ucapan dan tindakan,” ujar Margana.

“Dan kalau seorang raja sudah menyampaikan eksplisit atau putra mahkota sudah eksplisit menyampaikan hal itu, berarti itu hal yang serius.”

Kehilangan Status Istimewa

Kasunanan Surakarta pernah menjadi negara berbentuk kerajaan sebelum Republik Indonesia berdiri. Margana mengatakan, kerajaan ini memiliki istana, raja, pemerintahan, birokrasi, rakyat, dan wilayah sendiri.

Sejumlah prajurit Keraton Kasunanan Surakarta melakukan kirab di Solo, Jawa Tengah. [Bidik layar/Antara]
Sejumlah prajurit Keraton Kasunanan Surakarta melakukan kirab di Solo, Jawa Tengah. [Bidik layar/Antara]

Saat bergabung dengan RI, Sunan Surakarta memilih mengutamakan kebangsaan.

“Sikap Sunan itu sikap yang pas. Sikap yang patut diteladani,” kata Margana.

Bergabung dengan RI diharapkan membawa masa depan yang lebih baik dan kemakmuran tercapai. Namun, setelah puluhan tahun berlalu, keadaan tidak sesuai harapan.

“Keadaan tidak seperti yang diharapkan, ya wajar muncul kekecewaan seperti itu,” ujarnya.

Menurutnya, masyarakat sebaiknya mendukung kritik terhadap negara yang dilakukan putra mahkota Raja Solo tersebut.

Margana menjelaskan, Kesunanan Surakarta pada awal bergabung dengan Republik Indonesia mendapat status istimewa. Namun, pada 1946, status keistimewaan Surakarta dihapus. Penyebabnya adalah gerakan antiswapraja yang dipimpin kaum kiri. Mereka ingin revolusi total, termasuk menghapus feodalisme.

“Kalau dianggap sebagai daerah istimewa, itu berarti seperti masih mengakui feodalisme,” katanya.

Gerakan itu menganggap Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran sebagai simbol feodalisme. Menurut Margana, kaum kiri melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap pejabat istana.

“Sebagai responsnya, termasuk Perdana Menteri Sjahrir waktu itu, untuk menghindari kekerasan lebih lanjut, hak istimewa itu kemudian dicabut,” ujar Margana.

Setelah itu, ketika Yogyakarta mendapatkan status keistimewaan, Surakarta juga menginginkan hal yang sama. Tapi, dukungan publik kurang, dan upaya-upaya politik yang dilakukan tidak cukup melapangkan jalan bagi pemerintah pusat menjadikan Surakarta daerah istimewa.

“Hingga akhirnya, Surakarta tidak lain, tidak lebih, hanya menjadi bagian dari Jawa Tengah,” kata Margana.

Pengaruh Keraton Sebatas Ritual Budaya

Lantas apakah Kasunanan Surakarta berpeluang kembali mendapat status istimewa?

“Ya, peluang itu ada saja sebenarnya, kalau mau diusahakan,” kata Margana.

“Cuma, apakah mendapat dukungan publik dan pemerintah atau tidak? Apakah masih relevan dengan kondisi atau kebutuhan masyarakat di masa depan atau tidak? itu nanti harus rakyat yang menentukan.”

Margana menilai kondisi Keraton Surakarta saat ini tidak terawat. Banyak bangunan istana mengalami kerusakan. Dibandingkan dengan Kesultanan Yogyakarta, keadaannya jauh berbeda.

Ada peluang untuk memperbaiki kondisi Keraton. Tapi, hal itu tergantung pada dukungan rakyat dan pemerintah.

“Kalau seandainya Surakarta juga menjadi daerah istimewa, ya bisa lebih baik,” kata Margana.

Menurutnya, Yogyakarta bisa berkembang karena Sultan dan Pakualam rukun serta bekerja sama. Hal yang sama harus terjadi di Surakarta.

Namun, di Kasunanan Surakarta sering terjadi konflik internal. Hal ini menghambat upaya pelestarian budaya. Bahkan, ada pintu-pintu yang dikunci, menyulitkan pemerintah daerah dalam membantu perbaikan.

Saat ini, pengaruh Keraton Surakarta bagi masyarakat terbatas pada ritual budaya. Keraton tidak lagi memiliki kekuatan politik seperti di masa lalu.

“Sehingga memang suaranya, secara karismatik, itu menurun. Kalau ingin menaikkan kembali karisma Keraton, maka Keraton harus memberi contoh yang baik,” imbuhnya.

Keraton harus melakukan perubahan positif dan bekerja sama dengan rakyat untuk memajukan kebudayaan. Selain itu, Keraton juga perlu mengkritik pemerintah agar suara mereka kembali didengar.

“Dan saya setuju, Keraton juga harus terus melakukan kritik terhadap pemerintahan untuk memperbaiki keadaan,” kata Margana.

“Dengan begitu, suara-suara dari Keraton bisa terdengar, dan rakyat jadi tahu bahwa para raja ini juga punya perhatian terhadap kondisi masyarakat.”

__________________________________

Kontributor Aceh: Habil Razali


Terkait

Celine Evangelista Keturunan Mana? Terima Gelar Bangsawan dari Keraton Surakarta
Kamis, 30 Januari 2025 | 20:11 WIB

Celine Evangelista Keturunan Mana? Terima Gelar Bangsawan dari Keraton Surakarta

Kendati punya darah blasteran, Celine Evangelista dinilai layak untuk mendapat gelar kehormatan dari Keraton Surakarta.

Ini Makna Gelar Bangsawan Celine Evangelista yang Diberikan Keraton Surakarta
Kamis, 30 Januari 2025 | 19:25 WIB

Ini Makna Gelar Bangsawan Celine Evangelista yang Diberikan Keraton Surakarta

Keraton Surakarta memberikan gelar kehormatan ke sosok Celine Evangelista yang mengandung makna mendalam.

Terbaru
Anora: Cinderella Story Ala PSK, Layak Dianugerahi Best Picture Oscar?
nonfiksi

Anora: Cinderella Story Ala PSK, Layak Dianugerahi Best Picture Oscar?

Sabtu, 08 Maret 2025 | 09:00 WIB

Anora adalah potret kejam dari dunia yang tidak adil, tetapi tetap menyelipkan secercah harapan dalam absurditasnya.

Partai Elite Era Lampau? PSI Perorangan Klaim Milik Anggota, Bukan Keluarga Jokowi! polemik

Partai Elite Era Lampau? PSI Perorangan Klaim Milik Anggota, Bukan Keluarga Jokowi!

Jum'at, 07 Maret 2025 | 15:13 WIB

Karena tanpa menjadi bagian dari PSI sekalipun, PSI sudah mengakomodasi gagasan dan pikiran Jokowi, ujar Adi.

Polemik Pernyataan Ahmad Dhani Soal Pemain Naturalisasi: Mengapa Dinilai Rasis Hingga Rendahkan Perempuan? polemik

Polemik Pernyataan Ahmad Dhani Soal Pemain Naturalisasi: Mengapa Dinilai Rasis Hingga Rendahkan Perempuan?

Jum'at, 07 Maret 2025 | 12:05 WIB

Pernyataan Dhani muncul dalam rapat Komisi X DPR RI bersama Kementerian Pemuda dan Olahraga serta PSSI terkait naturalisasi tiga calon pemain timnas Indonesia

Langkah Senyap Memasukkan TNI di Jabatan Sipil Hingga Bisnis: Akankah Kembali ke Era Orba? polemik

Langkah Senyap Memasukkan TNI di Jabatan Sipil Hingga Bisnis: Akankah Kembali ke Era Orba?

Kamis, 06 Maret 2025 | 12:00 WIB

Benarkah manuver ini akan kembali membawa TNI ke jabatan sipil dan bisnis?

Hukum Tumpul ke Atas? Usulan Tak Tahan Politisi dan Pejabat Koruptor Tuai Kritik Tajam polemik

Hukum Tumpul ke Atas? Usulan Tak Tahan Politisi dan Pejabat Koruptor Tuai Kritik Tajam

Kamis, 06 Maret 2025 | 09:20 WIB

Ini juga bias pembelaan kepada orang-orang kaya, koruptor dan pejabat. Nampak sekali ketidakadilan dalam usulan itu, ujar Isnur.

Bahaya di Balik Babinsa Jadi 'Sales' Beras Bulog: Dwifungsi TNI atau Solusi Swasembada? polemik

Bahaya di Balik Babinsa Jadi 'Sales' Beras Bulog: Dwifungsi TNI atau Solusi Swasembada?

Rabu, 05 Maret 2025 | 20:47 WIB

Keterlibatan Babinsa mendorong petani agar menjual gabah ke Bulog sebagai bentuk intervensi ekonomi.

Badai PHK di Tengah Mimpi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen polemik

Badai PHK di Tengah Mimpi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Rabu, 05 Maret 2025 | 13:37 WIB

Saya masih menyakini bahwa pertumbuhan ekonomi 8 persen sangat sulit dicapai. Bahkan untuk mencapai 5,2 persen pada tahun ini pun rasanya perlu effort lebih," ujar Huda.