Suara.com - Belakangan ramai kabar anggaran KND dipangkas dari Rp5,6 miliar menjadi Rp500 juta. Pemotongan ini dilakukan berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja negara dalam APBN dan APBD.
Kebijakan ini menuai kritik. Banyak yang menilai pemangkasan ini bentuk diskriminasi terhadap penyandang disabilitas. Di media sosial X, kritik salah satunya datang dari Kirana, seorang penyandang disabilitas. Lewat akun @kirarance, ia menyerukan agar komunitas disabilitas bersuara memperjuangkan haknya.
"Anggaran KND dipotong dari 5,6 miliar jadi 500 juta. Bahkan, ini tidak cukup untuk advokasi dasar. Mau sampai kapan disabilitas terus diabaikan?" tulis Kirana.
Ia bahkan menghubungi KND untuk memastikan kabar tersebut.
"KND telah mengonfirmasi adanya pemotongan anggaran," ungkapnya. Namun, detail mengenai jumlah pastinya belum ia dapatkan.
Ketua KND Dante Rigmalia membenarkan pemangkasan itu. Saat dikonfirmasi Suara.com, ia merujuk pernyataan Komisioner KND, Kikin Purnawirawan Tarigan.
"Seperti yang disampaikan komisioner kami," ujar Dante, Jumat (28/2/2025).
Sebelumnya, Kikin mengungkapkan bahwa anggaran untuk program dan kesekretariatan kini hanya tersisa Rp500 juta. Dampaknya besar. Sebagai lembaga pemantau, KND membutuhkan anggaran untuk perjalanan dinas, pengawasan, evaluasi, dan advokasi. Dengan anggaran minim, tugas-tugas tersebut terancam terhambat.
Berikut versi yang lebih efektif dengan variasi kalimat pendek, sedang, dan panjang:
Bentuk Diskriminasi
Kritik terhadap pemangkasan anggaran Komisi Nasional Disabilitas (KND) terus berdatangan. Amirudin, penyandang disabilitas daksa sekaligus Co-Founder AKSESable, menilai kebijakan ini tidak semestinya menyasar KND. Sebagai lembaga yang mengadvokasi hak disabilitas, KND justru perlu diperkuat, bukan dipangkas.
Amir khawatir pemangkasan ini akan melemahkan fungsi pengawasan KND. Dampaknya, pelanggaran dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas bisa semakin meningkat.
"Pemangkasan ini tidak perlu. Ini pelanggaran dan bentuk diskriminasi terhadap kelompok disabilitas," tegasnya kepada Suara.com.
Bukan hanya KND yang seharusnya terhindar dari kebijakan efisiensi ini. Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Misbah Hasan, menyebut lembaga seperti Ombudsman dan Komnas HAM juga seharusnya tidak mengalami pemotongan anggaran.
"KND seharusnya diperkuat, bukan dipangkas. Fungsinya sangat strategis dalam pelayanan publik," ujar Misbah.
Sementara itu, Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf membantah anggaran KND hanya tersisa Rp500 juta. Menurutnya, anggaran awal KND sebesar Rp6,9 miliar dipangkas menjadi Rp3 miliar, bukan Rp500 juta.
Gus Ipul, sapaan akrabnya, menjelaskan pemangkasan ini berkaitan dengan anggaran perjalanan dinas yang sebelumnya mencapai Rp2,9 miliar.
Namun, Ketua KND Dante Rigmalia menyatakan pihaknya masih menunggu data resmi dari Kementerian Sosial terkait besaran akhir anggaran KND.
"Kami masih menunggu data keuangan terbaru dari Kemensos," pungkas Dante.
Bukan Masalah baru
Problem alokasi anggaran untuk disabilitas sebenarnya bukan hal baru. Studi SMERU Kendala Mewujudkan Pembangunan Inklusif Penyandang Disabilitas mencatat bahwa pada 2017, anggaran pemerintah pusat untuk isu disabilitas hanya Rp309 miliar.
Dana ini sebagian besar tersebar di Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Namun, distribusinya tidak merata. Sekitar 90 persen anggaran terserap di Kemensos.
Persentase alokasi ini sangat kecil jika dibandingkan dengan total anggaran nasional. Berdasarkan temuan riset saya, pemerintah hanya mengalokasikan 0,015% dari total APBN senilai Rp2.080 triliun untuk isu disabilitas.
Dari jumlah Rp309 miliar yang tersedia, sebagian besar digunakan untuk pembayaran pegawai. Akibatnya, hanya Rp76 miliar yang benar-benar bisa dimanfaatkan untuk menangani permasalahan disabilitas.
Padahal, sejak meratifikasi Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) pada 2011 dan menerbitkan UU Penyandang Disabilitas pada 2016, pemerintah memiliki tanggung jawab lebih besar dalam mendukung kelompok ini.
Kebijakan anggaran, baik di tingkat pusat maupun daerah, menurut riset tersebut, seharusnya mampu mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas.
Menurut dia, dengan kehadiran Danantara ini bisa menimalisir adanya kebocoran anggaran dari kebijakan-kebijakan pemerintah.
"Kalau orang enggak datang ke Jakarta, berarti kan ada pajak hotel, pajak restoran yang turun," Michael.
Warganet menyoroti penyajian air minum dalam kemasan (AMDK) Equil yang beberapa kali lipat lebih mahal dari AMDK merek lain untuk pejabat.
Haruskan nonton web series-nya dulu sebelum nonton film Sore: Istri dari Masa Depan? Jawabannya ada di sini.
Rasanya seperti berwisata ke taman safari dengan koleksi dinosaurus kerennya. Seru, tapi mudah terlupakan.
"Dalam catatan sejarah itu tercantum Blang Padang (milik Masjid Raya), kata Cek Midi.
M3GAN 2.0 nggak lagi serem seperti film pertamanya.
"Tapi saya yakin tidak ada lah penegakan hukum yang akan menjerat penjual pecel lele. Itu tidak apple to apple," ujar Zaenur.
Setiap tindak penyiksaan harus diberikan hukuman yang setimpal dan memberi jaminan ganti rugi terhadap korban serta kompensasi yang adil, jelas Anis.
Kerja sama tersebut menghilangkan daya kritis ormas keagamaan terhadap kebijakan atau keputusan pemerintah yang tidak pro rakyat.