Cerita Meugang di Aceh: Perayaan Makan Daging Sambut Ramadan
Home > Detail

Cerita Meugang di Aceh: Perayaan Makan Daging Sambut Ramadan

Bimo Aria Fundrika

Jum'at, 28 Februari 2025 | 19:05 WIB

Suara.com - Dua hari sebelum Ramadan, lapak daging dadakan muncul di seluruh Aceh. Sejak ratusan tahun lalu, warga Serambi Makkah menggelar perayaan makan daging menyambut bulan suci.

Langit masih gelap ketika Amri tiba di lapaknya di Jalan Teuku Iskandar, Beurawe, Kota Banda Aceh, Jumat (28/2/2025). Pukul lima pagi, ia sudah siap berjualan.

Deretan paha sapi tergantung di depan lapaknya, mengundang perhatian para pembeli yang mulai berdatangan.

“Sudah beberapa hari di sini, memang jualan untuk meugang,” ujarnya kepada Suara.com.

Biasanya, ia berjualan di Lambaro, Aceh Besar. Namun, menjelang meugang, ia memilih pindah ke kawasan ini. Pasarnya lebih ramai, peluang jualannya lebih besar.

Meugang, atau Makmeugang, adalah tradisi masyarakat Aceh. Membeli, memasak, dan menyantap daging bersama keluarga menjadi ritual wajib menjelang Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha.

Bagi banyak orang, daging meugang adalah lambang kebersamaan sekaligus keberkahan.

Tradisi Meugang di Aceh. (Kontributor Aceh: Habil Razali)
Tradisi Meugang di Aceh. (Kontributor Aceh: Habil Razali)

Pasar dadakan ini membeludak. Puluhan lapak daging berdiri berbanjar, menyesaki tepi jalan. Ukurannya seragam: sekitar 2 x 1 meter, beratapkan terpal plastik yang ditopang balok kayu.

Suasananya riuh. Suara pedagang menawarkan dagangan berpadu dengan celoteh pembeli yang sibuk menawar harga. Harga daging pun naik tajam.

“Sekarang Rp170-180 ribu per kilogram. Hari biasa cuma Rp140-150 ribu,” kata Amri. Kenaikan harga bukan hal baru. Setiap meugang, permintaan melonjak, dan harga ikut melambung. Meski begitu, warga tetap membeli. Tradisi harus dijalankan, berapa pun biayanya.

Di sudut lain, Mukhlis sibuk mengiris paha sapi. Pisau tajamnya membelah daging, meninggalkan potongan merah segar dengan guratan lemak putih.

Di meja lapaknya, tumpukan daging siap dijual. Setiap potong memiliki tujuan, jadi gulai, semur, atau rendang di meja makan keluarga.

“Sejak kemarin sudah ramai yang beli,” katanya yang sehari-hari juga menjual daging di kawasan itu.

Selain pembeli yang ramai, menurut Mukhlis, modal untuk membeli sapi juga lebih besar karena harganya ikut naik. Namun, kenaikan harga tetap tidak menyurutkan warga membeli daging pada hari meugang.

Di Kabupaten Pidie, pasar daging juga muncul. Pembeli juga mengerubung.  Salah satunya ialah Nursiah. Ia sudah lebih dulu berbelanja.

Hari sebelumnya, ia membeli daging sapi. Kini, ia kembali ke pasar untuk membeli tulang sapi.

"Hari ini rencana mau beli tulang sapi untuk memasak sop," katanya.

Baginya, meugang bukan sekadar membeli daging. Ini adalah tradisi. Sebuah kewajiban. Setiap meugang, dapur rumahnya harus mengepul. Semua anggota keluarga berkumpul.

"Harus ada masakan istimewa. Daging adalah wajib," ujar Nursiah.

Ia tak sendiri. Hampir semua keluarga di Aceh melakukannya. Meugang adalah momen istimewa, sekaligus pengikat erat silaturahmi.

Tapi, ada harga yang harus dibayar. Mukhlis, seorang pedagang, mengakui bahwa harga daging selalu naik saat meugang.

Pembeli membludak. Permintaan meningkat. Modal pun ikut membengkak. Namun, kenaikan harga bukan alasan untuk melewatkan meugang. Tradisi tetap harus dijalankan.

Sejarah Meugang

Sejarah meugang sudah berlangsung sejak 400 tahun lalu. Menurut Tarmizi Abdul Hamid, seorang pemerhati sejarah Aceh, tradisi ini bermula dari era Kesultanan Aceh Darussalam. Kala itu, sultan memerintahkan pemotongan sapi dan kerbau.

Dagingnya dibagikan kepada fakir miskin. Sebuah bentuk kesejahteraan sosial.

Pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636), tradisi ini makin kuat. Rakyat tidak hanya menerima daging dari sultan, tetapi juga mulai membeli sendiri. Seiring waktu, meugang berkembang. Warga membeli, memasak, dan menyantap daging bersama keluarga.

Namun, tidak semua perjalanan meugang berjalan mulus. Ketika Belanda memaklumatkan perang terhadap Aceh pada 1873, Kesultanan kewalahan mengelola tradisi ini.

Meski begitu, meugang tetap hidup di masyarakat. Di kampung-kampung, orang kaya membantu orang miskin mendapatkan daging. Solidaritas tetap terjaga.

Kini, tradisi ini berkembang lebih luas. Di beberapa daerah, meugang diawali dengan gotong royong membersihkan kampung dan rumah. Setelah itu, makan bersama menjadi agenda utama.

Sebagian keluarga memilih berkumpul di rumah. Ada pula yang menggelar piknik ke pantai, membawa bekal masakan daging.

Dapur-dapur di Aceh pun sibuk. Masakan khas meugang seperti kuah beulangong dan sie reuboh tersaji di meja makan.

"Saat Meugang inilah ada momen makan besar atau meuramien. Makan itu harus daging. Orang Aceh suka makan daging," ujar Tarmizi.

Lebih dari sekadar makan bersama, meugang adalah pengikat sosial. Ia menyatukan keluarga, mendekatkan tetangga, dan memperkuat kebersamaan.

Tak hanya itu, meugang juga menjadi waktu berbagi. Anak yatim, kaum duafa, dan mereka yang kurang mampu turut merasakan kebahagiaan.

"Meugang ini bukan sekadar tradisi. Ia adalah momen berkumpul, makan bersama, dan saling memaafkan. Semua itu dalam rangka menyambut bulan suci Ramadan," kata Tarmizi. 

__________________________________

Kontributor Aceh: Habil Razali


Terkait

Tim Hisab Rukyat Kemenag: 1 Ramadan 1446 Bertepatan dengan Sabtu 1 Maret 2025
Jum'at, 28 Februari 2025 | 19:03 WIB

Tim Hisab Rukyat Kemenag: 1 Ramadan 1446 Bertepatan dengan Sabtu 1 Maret 2025

Daerah yang telah memenuhi kriteria visibilitas MABIMS berada di Aceh, yakni Sabang dan Banda Aceh.

Hilal di Makassar Tidak Terlihat, Tapi Penuhi Kriteria MABIMS
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:54 WIB

Hilal di Makassar Tidak Terlihat, Tapi Penuhi Kriteria MABIMS

Ketua Badan Hisab Provinsi Sulsel Abbas Padil menambahkan secara hisab, 1 Ramadhan 1446 Hijriah sudah bisa ditetapkan Sabtu, 1 Maret 2025.

Terbaru
Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa
nonfiksi

Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa

Sabtu, 01 November 2025 | 08:05 WIB

Film Caught Stealing menghadirkan aksi brutal, humor gelap, dan nostalgia 90-an, tapi gagal memberi akhir yang memuaskan.

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan nonfiksi

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan

Jum'at, 31 Oktober 2025 | 13:18 WIB

Ia hanya ingin membantu. Tapi data dirinya dipakai, dan hidupnya berubah. Sebuah pelajaran tentang batas dalam percaya pada orang lain.

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur nonfiksi

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 08:00 WIB

Film ini rilis perdana di festival pada 2023, sebelum akhirnya dirilis global dua tahun kemudian.

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan nonfiksi

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan

Jum'at, 24 Oktober 2025 | 13:06 WIB

Di sebuah kafe kecil, waktu seolah berhenti di antara aroma kopi dan tawa hangat, tersimpan pelajaran sederhana. Bagaimana caranya benar-benar di Buaian Coffee & Service.

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu? nonfiksi

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu?

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 09:05 WIB

No Other Choice memiliki kesamaan cerita dengan Parasite, serta sama-sama dinominasikan untuk Oscar.

Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan nonfiksi

Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan

Jum'at, 17 Oktober 2025 | 13:12 WIB

Di tengah padatnya kuliah, mahasiswa Jogja bernama Vio menyulap hobi nail art menjadi bisnis. Bagaimana ia mengukir kesuksesan dengan kuku, kreativitas, dan tekad baja?

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung nonfiksi

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung

Sabtu, 11 Oktober 2025 | 09:00 WIB

Rangga & Cinta tak bisa menghindar untuk dibandingkan dengan film pendahulunya, Ada Apa Dengan Cinta? alias AADC.

×
Zoomed