Mega Korupsi Pertamina Berpotensi Rugikan Konsumen Puluhan Triliun! Pengguna Pertamax Bisa Class Action!
Home > Detail

Mega Korupsi Pertamina Berpotensi Rugikan Konsumen Puluhan Triliun! Pengguna Pertamax Bisa Class Action!

Wakos Reza Gautama | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Rabu, 26 Februari 2025 | 22:34 WIB

Suara.com - Mega korupsi di tubuh PT Pertamina (Persero) tidak hanya merugikan keuangan negara tapi juga berdampak pada masyarakat pengguna bahan bakar minyak (BBM). 

Kejaksaan Agung mengungkap kasus dugaan korupsi di Pertamina merugikan keuangan negara mencapai Rp 193,7 triliun. Pertamina diduga melakukan penyelewengan BBM.

Temuan Kejaksaan Agung, Pertamina diduga membeli RON 90 untuk kemudian dioplos menjadi RON 92. Di SPBU, RON 92 dikenal dengan nama Pertamax, sementara RON 90 adalah Pertalite.

BBM oplosan ini lalu diedarkan ke masyarakat. Lantas berapakah potensi kerugian yang dialami konsumen yang menggunakan BBM oplosan tersebut?

Menurut Kejaksaan Agung, kasus ini terjadi pada kurun waktu 2018 sampai dengan 2023. Merujuk pada data yang dihimpun Suara.com, total konsumsi Pertamax atau RON 92 sepanjang periode itu mencapai 30,87 juta kiloliter.

Rinciannya, pada 2018 sebesar 5,64 juta kiloliter, 2019 sebesar 4,25 juta kiloliter, 2020 sebesar 4,06 juta kiloliter, 2021 sebesar 5,71 juta kiloliter, 2022 sebesar 5,77 juta kiloliter, dan 2023 sebesar 5,44 juta kiloliter.

Selama periode itu harga Pertamax mengalami fluktuatif, begitu juga dengan Pertalite. Harga Pertamax di angka Rp 8.600 pada 2018 yang perlahan naik menjadi Rp 13.375 per liter pada 2023. Sedangkan Pertalite dari harga Rp 7.800 pada 2018 menjadi Rp 10.000 per liter pada 2023.

Hasil perhitungan yang dilakukan Suara.com, dengan asumsi rata-rata selisih harga antara Pertalite dengan Pertamax, maka didapatkan angka sebesar Rp 2.000 selama 2018-2023.

Jika dikalikan konsumsi Pertamax selama 2018-2023 sebesar 30,87 juta kiloliter dengan selisih rata-rata sebesar Rp 2.000, maka potensi kerugian yang dialami konsumen Pertamax mencapai Rp 61, 74 triliun.

Gugat Pertamina

Adanya potensi kerugian yang dialami konsumen Pertamax, membuat Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) angkat bicara. Ketua BPKN Mufti Mubarok menilai, jika temuan Kejaksaan Agung terbukti, maka telah terjadi pelanggaran terhadap hak konsumen.

Hal itu, katanya, diatur dalam Undang Undang Perlindungan Konsumen atau UU PK, soal hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Mufti menjelaskan, dalam kasus ini, konsumen dijanjikan RON 92 (Pertamax) dengan harga lebih mahal, tapi yang didapat RON 90 (Pertalite).

Selain itu, hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa juga berpotensi dilanggar. Untuk itu, konsumen Pertamax yang merasa dirugikan bisa mengajukan gugatan ke pengadilan secara bersama-sama atau class action.

"Terhadap kerugian yang dialami konsumen ini, berdasarkan UU PK, konsumen/masyarakat berhak untuk menggugat dan meminta ganti rugi kepada PT Pertamina melalui mekanisme gugatan yang telah diatur dalam perundang-undangan," kata Mufti kepada Suara.com.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Miko Ginting menjelaskan, kerugian banyak orang yang diakibatkan tindak pidana korupsi bisa digugat ke pengadilan dengan merujuk pada Pasal 98 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

"Di mana ketentuan tersebut mengatur penggabungan perkara gugatan ganti kerugian terkait suatu perkara pidana yang menimbulkan kerugian bagi orang lain," kata Miko kepada Suara.com.

Langkah ini pernah dilakukan ICW bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan masyarakat yang dirugikan akibat kasus korupsi bantuan sosial yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Namun, pada persidangan 21 Juni 2021, gugatan ganti rugi itu ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Untuk itu, Miko mendorong penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung harus turut mempertimbangkan potensi kerugian yang dialami masyarakat.

Sementara, LBH Jakarta membuka kanal pengaduan masyarakat guna memetakan potensi kerugian dampaknya kepada masyarakat. Kanal pengaduan dibuka dari tanggal 25 Februari sampai dengan 5 Maret 2025. Hasil aduan masyarakat selanjutnya dijadikan sebagai rujukan untuk menentukan langkah hukum yang akan diambil.

"LBH Jakarta mengajak partisipasi warga agar dapat mengadukan permasalahan dan dampak yang dialaminya terkait dengan kasus dugaan Pertamax oplosan," kata Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan kepada Suara.com.

Hasil pemantauan LBH Jakarta di media sosial, menemukan banyak keluhan masyarakat, di antaranya merasa tertipu oleh Pertamina hingga kondisi kendaraan bermotor yang memburuk akibat kualitas BBM jenis Pertamax tidak sesuai dengan apa yang dipromosikan.

"LBH Jakarta menilai, jika kejadian ini benar terjadi, maka hal ini menunjukkan bahwa negara telah gagal melaksanakan tugasnya untuk memberikan kepastian hukum terhadap perlindungan konsumen, selain itu hal ini memperlihatkan adanya tata kelola BBM yang buruk," tegas Fadhil.

Panggil Pertamina

Mufti menyebut, BPKN akan memanggil Direktur Pertamina untuk dimintai klarifikasi. Langkah itu sebagai upaya cepat untuk melindungi hak konsumen. BPKN juga akan melakukan uji sampling terhadap Pertamax yang beredar di SPBU. Serta meminta Pertamina melakukan pengecekan terhadap SPBU di seluruh Indonesia secara berkala

Tak hanya itu, BPKN bersama Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN akan membentuk tim kerja bersama yang melibatkan stakeholder terkait untuk melakukan mitigasi.

"Dan penyuluhan informasi kepada masyarakat dan aktivasi mekanisme pengaduan konsumen bagi yang mengalami kendala akibat kejadian ini," kata Mufti.

Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso membantah pihaknya mengoplos Pertalite menjadi Pertamax. Dia mengklaim ada narasi yang berbeda dengan apa yang disampaikan Kejaksaan Agung.

"Narasi oplosan itu tidak sesuai dengan apa yang disampaikan kejaksaan,” kata Fadjar Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

Dia mengklaim, yang dipermasalahkan Kejaksaan Agung adalah pembelian RON 90 dan RON 92, bukan terkait adanya oplosan Pertalite menjadi Pertamax. Fadjar memastikan Pertamax yang sampai ke masyarakat sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.

Pada kasus ini sebanyak tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk.

Lalu ada Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina Internasional Shipping; Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Manajemen Kilang Pertamina Internasional; dan Muhammad Kerry Andrianto Riza atau MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

Tersangka lainnya, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.


Terkait

Kejagung Jemput Paksa Seorang Petinggi Pertamina, Bidik Tersangka Baru?
Rabu, 26 Februari 2025 | 21:34 WIB

Kejagung Jemput Paksa Seorang Petinggi Pertamina, Bidik Tersangka Baru?

Iya (ada jemput paksa)," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI, Febrie Adriansyah

Khawatir Kualitas Pertamax? Ini Pilihan SPBU Selain Pertamina dengan BBM Bermutu
Rabu, 26 Februari 2025 | 20:41 WIB

Khawatir Kualitas Pertamax? Ini Pilihan SPBU Selain Pertamina dengan BBM Bermutu

Berikut daftar perusahaan penyedia BBM selain Pertamina yang bisa kamu jadikan pilihan alternatif.

Korupsi Direktur Pertamina Kena Sindir Ulama Besar: Itu Lah Kalau Tak Pandai Bersyukur
Rabu, 26 Februari 2025 | 20:35 WIB

Korupsi Direktur Pertamina Kena Sindir Ulama Besar: Itu Lah Kalau Tak Pandai Bersyukur

Ulama Indonesia, Dasad Latif memberikan sindiran keras terhadap Direktur Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.

Terbaru
Review Film Sore: Istri dari Masa Depan, Nggak Kalah Bucinnya sama Romeo dan Juliet!
nonfiksi

Review Film Sore: Istri dari Masa Depan, Nggak Kalah Bucinnya sama Romeo dan Juliet!

Sabtu, 12 Juli 2025 | 09:00 WIB

Haruskan nonton web series-nya dulu sebelum nonton film Sore: Istri dari Masa Depan? Jawabannya ada di sini.

Review Jurassic World: Rebirth, Visual Spektakuler, Cerita Tak Bernyawa nonfiksi

Review Jurassic World: Rebirth, Visual Spektakuler, Cerita Tak Bernyawa

Sabtu, 05 Juli 2025 | 07:12 WIB

Rasanya seperti berwisata ke taman safari dengan koleksi dinosaurus kerennya. Seru, tapi mudah terlupakan.

Sengketa Blang Padang: Tanah Wakaf Sultan Aceh untuk Masjid Raya polemik

Sengketa Blang Padang: Tanah Wakaf Sultan Aceh untuk Masjid Raya

Selasa, 01 Juli 2025 | 18:32 WIB

"Dalam catatan sejarah itu tercantum Blang Padang (milik Masjid Raya), kata Cek Midi.

Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa! nonfiksi

Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa!

Sabtu, 28 Juni 2025 | 09:05 WIB

M3GAN 2.0 nggak lagi serem seperti film pertamanya.

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar polemik

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar

Kamis, 26 Juni 2025 | 19:08 WIB

"Tapi saya yakin tidak ada lah penegakan hukum yang akan menjerat penjual pecel lele. Itu tidak apple to apple," ujar Zaenur.

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam polemik

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam

Kamis, 26 Juni 2025 | 14:36 WIB

Setiap tindak penyiksaan harus diberikan hukuman yang setimpal dan memberi jaminan ganti rugi terhadap korban serta kompensasi yang adil, jelas Anis.

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu? polemik

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu?

Kamis, 26 Juni 2025 | 08:41 WIB

Kerja sama tersebut menghilangkan daya kritis ormas keagamaan terhadap kebijakan atau keputusan pemerintah yang tidak pro rakyat.