Suara.com - Peluncuran Danantara memunculkan kekhawatiran soal kartel politik. Pimpinan lembaga itu terlihat sebagai cerminan TKN Prabowo-Gibran. Megawati tak terlibat dalam barisan mantan kepala negara di posisi dewan penasihat.
PRESIDEN Prabowo Subianto menekan tombol peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) di halaman tengah Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (24/2/2025). Ia tampak diapit dua presiden terdahulu, Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Di panggung yang sama, hadir Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka serta wakil presiden masa lampau, Jusuf Kalla, Boediono, dan Ma'ruf Amin. Selain itu, terlihat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan Menteri Investasi Rosan Roeslani.
Danantara bertugas mengelola aset dan dividen milik BUMN. Menurut Prabowo, dana yang akan dikelola mencapai lebih dari USD900 miliar. Dengan jumlah tersebut, ia mengklaim Danantara dapat menjadi salah satu pengelola kekayaan negara terbesar di dunia.
Prabowo memahami bahwa ada pihak yang meragukan keberhasilan Danantara. “Ini wajar, karena institusi ini belum pernah ada sebelumnya,” kata Prabowo.
Sebagai pemimpin Danantara, Prabowo menunjuk Rosan Roeslani sebagai Chief Executive Officer, Dony Oskaria sebagai Chief Operational Officer, dan Pandu Sjahrir sebagai Chief Investment Officer. Dalam struktur Dewan Penasihat Danantara yang beredar, terdapat nama Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono, serta mantan perdana menteri Inggris Tony Blair.
Rosan Roeslani mengatakan Presiden Prabowo telah memberikan arahan mengenai prinsip tata kelola yang harus dijalankan oleh Danantara.
“Pesan dari Bapak Presiden bahwa Danantara inireswe harus dijalankan dengan tata kelola pusat yang benar, good governance, kehati-hatian, transparan, dan penuh dengan integritas,” katanya.
Politik Kartel di Danantara
Dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Andreas Budi Widyanta menilai kehadiran Danantara ini jadi masalah serius karena menentukan apakah Indonesia akan menjadi negara gagal atau tidak.
“Karena ini menyangkut dana publik,” katanya kepada Suara.com, Selasa (25/2/2025).
Dana publik, menurut Widyanta, harus dikelola secara profesional dengan melibatkan orang-orang yang berintegritas. Namun, jika entitas politik mengintervensi kuat dalam pengelolaan Danantara, maka sangat berisiko dan berbahaya.
Ditambah lagi, ketidakpercayaan publik atas peluncuran Danantara juga disebut sangat besar. Sebab, sebelumnya ada catatan buruk dalam pengelolaan dana publik oleh pemerintah.
“Jika tidak dikelola secara profesional dan berintegritas, serta hanya didorong oleh kepentingan politik yang berlebihan, maka ada potensi rakyat akan melakukan protes besar-besaran,” kata Widyanta.
Widyanta juga melihat ada berbagai aspek belum jelas. Misalnya, hukum yang mendasari pembentukan Danantara. Meski ia yakin DPR RI dapat mengesahkan peraturan terkait dengan cepat, ia mengkritik proses yang dinilai terburu-buru.
“Artinya memang ugal-ugalan dan serampangan,” tuturnya.
Praktik demikian, kata Widyanta, melanjutkan apa yang dilakukan oleh pemerintahan di era Jokowi. Alhasil, ketidakpercayaan publik semakin mencapai puncaknya. Terlebih, ketika orang-orang dari kelompok Koalisi Indonesia Maju (KIM) masuk struktur pengelola Danantara.
“Tentu itu bagian dari lanjutan politik kartel di negara ini yang sudah sejak lama ditengarai akan sampai pada pembusukan yang paling dalam,” katanya.
Menurut Widyanta, semestinya orang-orang yang mengelola Danantara harus steril dari politik. Karena itu, ia berspekulasi Danantara akan menjadi bancakan penganggaran bagi kartel politik yang terlibat di dalamnya.
“Siapa yang paling diuntungkan, ya kartel politik, siapa yang paling berkuasa di situ,” terangnya.
Tanpa Kehadiran Megawati
Ketidakhadiran Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri saat peluncuran serta dalam struktur Danantara yang beredar, menarik perhatian. Widyanta menilai hal ini karena Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut berada di kubu politik yang berbeda dengan pemerintahan saat ini.
Terlebih hubungan antara PDIP dan Presiden Joko Widodo telah memburuk setelah partai tersebut memecat Jokowi dari keanggotaan.
“Dalam ulang tahun Partai Gerindra dinyatakan kemenangan Prabowo karena kontribusi besar Jokowi. Ini adalah bentuk politik kartel yang nyata,” katanya.
“Sehingga demokrasi sebetulnya diragukan, bahwa selama ini kita tidak berdemokrasi sungguh-sungguh dan serius.”
Lantas apakah tanpa keterlibatan Megawati di Danantara menjadi pertanda Prabowo terang-terangan menyingkirkan PDIP? Widyanta menilai ketegangan-ketegangan politik itu masih akan berdinamika.
“Tentu saja kita tidak bisa menyimpulkan dalam tempo yang terlalu pendek karena sebetulnya ini tarik ulur, kepentingan itu tengah dimainkan,” ucapnya.
Kendati begitu, Widyanta menegaskan PDIP juga tidak dapat dilepaskan dari praktik politik yang terjadi selama pemerintahan sebelumnya. Apalagi Jokowi sebelumnya adalah kader PDIP yang menjadi presiden.
“Walaupun di akhir periode kepemimpinan Jokowi ternyata berpisah jalan. Tapi kontribusi atas lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja dan lain sebagainya itu kan juga produk-produk dari partai yang menjadi pemenang di periode lalu,” kata Widyanta.
Konflik Kepentingan
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, selama ini investasi yang dilakukan oleh BUMN belum optimal karena perannya untuk investasi masih rendah. Padahal, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6 persen diperlukan puluhan ribu triliun rupiah investasi.
“Keberadaan Danantara bisa menjadi game changer investasi dari BUMN sehingga lebih banyak dan berkualitas investasi dari BUMN serta berdampak kepada pertumbuhan ekonomi,” kata Nailul, kepada Suara.com Selasa (25/2/2025).
Nailul berharap Danantara mampu mengelola aset BUMN untuk dijadikan investasi yang membawa pertumbuhan ekonomi sehingga dibutuhkan individu kompeten guna memegang pucuk kepemimpinan Danantara. Namun, yang menjadi masalah, pimpinan saat ini terbentur kepentingan.
“Rosan Roeslani masih tercatat sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM, begitu juga dengan Dony Oskaria yang masih menjabat sebagai Wakil Menteri BUMN. Mereka sebaiknya tidak menjabat dua jabatan dalam waktu yang bersamaan karena masalah koordinasi dan benturan kepentingan,” katanya.
Menurut Nailul, Menteri Investasi menjadi regulator urusan investasi, sedangkan Danantara merupakan operator investasi dari BUMN sehingga berpotensi benturan konflik kepentingan antara regulator dan operator.
Pemilihan pimpinan Danantara, kata Nailul, tidak mencerminkan pemilihan pejabat yang profesionalitas karena sarat kepentingan politik dan individu. Sebab, Nailul menilai orang-orang yang dipilih merupakan cerminan koalisi dan Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran 2024.
“Nama-nama seperti Rosan dan Pandu juga sangat erat kaitannya dengan pemerintahan Jokowi. Jokowi sendiri menjabat sebagai Dewan Penasihat Danantara. Kepentingan politik dan individu ini yang membuat potensi Danantara menjadi 1MDB membesar,” tuturnya.
Keterlibatan Tony Blair sebagai anggota Dewan Pengawas Danantara juga menimbulkan banyak tanda tanya terkait fungsi dan peran mantan Perdana Menteri Inggris itu. Sebab, ia tidak asing dengan Indonesia karena berperan di Ibu Kota Nusantara (IKN) melalui Tony Blair Institute (TBI).
“Maka muncul kepentingan lagi dari penugasan Tony Blair di Danantara. Kepentingan pertama datang dari IKN karena selain Tony, ada Jokowi sebagai Dewan Pembina. Kedua, datang dari kepentingan negara lain dalam pengurusan Danantara,” katanya.
Nailul menegaskan bahwa Danantara harus dikelola oleh orang profesional yang terlepas dari kepentingan politik dan individu tertentu. Aset dikelola oleh Danantara lebih Rp14 ribu triliun tidak boleh dijadikan alat untuk kepentingan partai dan pribadi.
“Tidak boleh ada kepentingan, meminjam istilah Rizal Ramli, peng-peng (pengusaha-pemerintah) dalam pengelolaan Danantara. Bagaimana pun juga aset Danantara adalah milik negara, milik rakyat,” kata Nailul.
__________________________________
Kontributor Aceh: Habil Razali
BPI Danantara berencana jadi liquidity provider pasar modal, memperkuat 18 saham BUMN di tengah IHSG yang fluktuatif akibat tekanan ekonomi dan geopolitik.
Ketua KPK Setyo Budiyanto, masih menunggu arahan terkait tugasnya di BPI Danantara. CEO Rosan kesulitan mencari pengurus yang kompeten dan bersih.
Apalagi, banyak BUMN-BUMN yang berstatus perusahaan terbuka dan masuk dalam ekosistem pasar modal Indonesia.
Sebuah angin segar berhembus kencang di lantai bursa Tanah Air di tengah kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sedang menurun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto disebut-sebut masuk radar reshuffle Presiden Prabowo Subianto.
Harga emas bakal terus melejit, bahkan pada akhir tahun ini harga emas Antam diprediksi bisa tembus mencapai Rp2,5 juta per gram.
China yang klaim penemu sepak bola punya ambisi besar untuk jadi kekuatan dunia. Ambisi itu bakal dipertaruhkan di markas Timnas Indonesia.
Jumbo, secara mengejutkan, menjadi salah satu film lebaran 2025 yang paling banyak ditonton.
Saya kira ini sebenarnya bukan isu kemanusiaan, tapi isu politik. Prabowo sepertinya tidak punya cara lain untuk bernegosiasi dengan Trump, kata Smith.
Faktor orang berbondong-bondong ke kota besar, terutama Jakarta adalah penghasilan mereka di daerah semakin tidak mencukupi memenuhi kebutuhan hidup.
Ini bisa menjadi tantangan bahkan hambatan ketika guru-guru yang direkrut adalah guru-guru yang tidak punya pengalaman, kata Satriwan.