Negara Abai! Tekanan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial Picu Lonjakan Angka Bunuh Diri
Home > Detail

Negara Abai! Tekanan Ekonomi dan Kesenjangan Sosial Picu Lonjakan Angka Bunuh Diri

Erick Tanjung | Muhammad Yasir

Selasa, 25 Februari 2025 | 15:56 WIB

Suara.com - Kasus bunuh diri di Indonesia terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Salah satu faktor penyebabnya adalah depresi yang dipengaruhi oleh kondisi tekanan ekonomi dan kesenjangan sosial di masyarakat. Kehadiran negara dinanti-nanti menjawab persoalan ini.

BERDASAR Data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Bareskrim Polri, peningkatan jumlah orang bunuh diri terjadi sepanjang tahun 2020 hingga 2024. Pada 2020 Pusiknas mencatat kasus bunuh diri yang ditangani Polri mencapai 640 kejadian. Lalu meningkat secara berturut sejak 2021-2023 dari 629 kasus, 887 kasus, hingga mencapai 1.288 kasus. Sedangkan di tahun 2024 Polri mencatat angka kasus bunuh diri terjadi sebanyak 1.105 kasus.

Di awal tahun 2025 Pusiknas mencatat setidaknya telah terjadi 219 kasus bunuh diri. Salah satunya terjadi di Lubuklinggau, Sumatera Selatan pada 29 Januari 2025. Di mana seorang ibu muda berinisial DM (23) ditemukan tewas gantung diri diduga akibat tekanan ekonomi.

Berdasar keterangan suaminya, DM sudah tiga kali melakukan percobaan bunuh diri. Namun saat itu berhasil dicegah. Persoalan ekonomi diduga menjadi salah satu pemicu. Sebab DM dan suaminya yang sama-sama tidak bekerja, hanya mengandalkan nafkah dari mertua untuk kebutuhan mereka dan anaknya sehari-hari.

Selanjutnya kejadian serupa terjadi di Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Pada 1 Februari 2025 seorang ibu muda berinisial NS (26) tewas diduga gantung diri karena depresi. Dugaan itu merujuk sepucuk surat wasiat yang ditemukan polisi di lokasi kejadian. Dalam surat tersebut NS memohon maaf kepada suaminya karena merasa bukan sosok yang baik dan selalu membebani. Dia juga berpesan kepada suaminya untuk menjaga anak mereka sekaligus meminta maaf karena harus pergi selamanya.

Ilustrasi depresi (Freepik/dashu83)
Ilustrasi depresi (Freepik/dashu83)

Tekanan Ekonomi Picu Anomie Suicide

Guru besar Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Sunyoto Usman menjelaskan, secara sosiologis setidaknya terdapat empat jenis bunuh diri. Yakni egoistic suicide, altruism suicide, anomie suicide, dan fatalistic suicide. Kejadian bunuh diri yang dilatarbelakangi tekanan ekonomi masuk dalam kategori anomie suicide atau bunuh diri anomik.

“Anomie Suicide atau bunuh diri anomik itu ketika masyarakatnya kacau dia ingin pergi dari kekacauan, termasuk tekanan ekonomi itu,” kata Sunyoto kepada Suara.com, Senin (25/2/2025).

Studi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menunjukkan, angka bunuh diri usia 25-64 tahun mengalami peningkatan selama kemerosotan ekonomi (Sternheimer, 2011). Seperti yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1928-1932 ketika tingkat pengangguran mencapai 24 persen.

Angka pengangguran di Indonesia sendiri menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2024 mencapai 7,47 juta orang. Walau begitu, BPS mengklaim tingkat pengangguran terbuka atau TPT di Indonesia menurun dari 2023 sebesar 5,32 persen menjadi 4,91 persen.

“Sekarang tekanan ekonomi kita itu memang keras, banyak PHK dan pengangguran. Mungkin itu salah satu faktornya,” ungkap Sunyoto.

Kondisi itu, kata Sunyoto, semakin diperparah akibat adanya kesenjangan sosial yang semakin tinggi di masyarakat.

Ilustrasi depresi (Pixabay)
Ilustrasi depresi (Pixabay)

“Saya kira pada zaman sekarang di mana terjadi monopoli dan dominasi, tidak ada distribusi peran yang bagus,” tuturnya.

Tidak Disebabkan Faktor Tunggal

Sementara Into The Light Indonesia, komunitas yang fokus memberikan advokasi, kajian, dan edukasi terkait pencegahan bunuh diri dan kesehatan jiwa mengungkap, bunuh diri sebenarnya tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Melainkan dipicu oleh interaksi antara berbagai faktor yang terjadi secara kompleks, yakni faktor biologis, psikologis, dan sosial.

Konselor dan Satgas Pencegahan Primer Into The Light, Rizky Iskandar Sopian menyebut, berdasar data WHO kasus bunuh diri itu lebih banyak dialami laki-laki. Apalagi di Indonesia yang masih kental dengan budaya patriarki.

“Seperti laki-laki yang dianggap bisa memecahkan masalahnya sendiri dan harus bisa berpikir secara solutif kalau lagi punya masalah,” ujar Rizky kepada Suara.com.

Merujuk hasil penelitian bertajuk ”Indonesia's First Suicide Statistics Profile: An Analysis Of Suicide And Attempt Rates, Underreporting, Geographic Distribution, Gender, Method, And Rurality” yang dirilis pada Februari 2024, rasio angka kasus bunuh diri perempuan dan laki-laki itu mencapai 1:2,11.

Rizky mengatakan beban finansial laki-laki bisa jadi salah satu pemicunya. Apalagi di tengah anggapan bahwa laki-laki sebagai pihak yang paling bertanggung jawab pada ekonomi keluarga.

“Itu bisa mempengaruhi. Sampai kemarin di media sosial juga ramai meme ‘laki-laki tidak bercerita’ tapi...,” ungkapnya.

Into The Light Indonesia menilai angka kasus bunuh diri yang terus mengalami peningkatan ini perlu menjadi perhatian serius. Selain dari pemerintah, persoalan kesehatan mental tersebut juga harus menjadi perhatian keluarga dan masyarakat sebagai upaya pencegahan terhadap upaya bunuh diri.

Into The Light Indonesia, kata Rizky, sejauh ini juga telah menyediakan sumber layanan kesehatan mental yang bisa diakses di situs www.intothelightid.org. Selain juga meluncurkan berbagai program diskusi publik, pelatihan, dan penelitian yang bertujuan untuk mengurangi stigma bunuh diri dan meningkatkan perilaku pencarian bantuan sebagai upaya pencegahan bunuh diri.

“Masalah bunuh diri ini bukan masalah yang bisa diselesaikan sendiri, tapi butuh komunitas, butuh dukungan dari orang lain,” pungkasnya.

Catatan Redaksi: Bunuh diri bukanlah solusi untuk menyelesaikan permasalahan kehidupan. Jika Anda atau orang di sekitar Anda mengalami gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan dengan psikolog atau psikiater. Anda juga bisa menghubungi hotline pencegahan bunuh diri Indonesia melalui nomor 1119 (ekstensi 8) atau hotline kesehatan jiwa Kemenkes di nomor 021-500-454.


Terkait

Desak Pemerintah Serius Sikat Mafia Impor Tekstil, DPR: Regulasi dan Penegakan Hukum Harus Diperkuat
Rabu, 19 Februari 2025 | 21:00 WIB

Desak Pemerintah Serius Sikat Mafia Impor Tekstil, DPR: Regulasi dan Penegakan Hukum Harus Diperkuat

"Menurut saya, pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait harus melakukan upaya-upaya yang konkret dan nyata..."

Raffi Ahmad Dukung Seruan 'Kabur Aja Dulu', Tapi...
Rabu, 19 Februari 2025 | 18:15 WIB

Raffi Ahmad Dukung Seruan 'Kabur Aja Dulu', Tapi...

Masyarakat belakangan semakin resah dengan kondisi ekonomi, sosial dan keadilan di Indonesia.

Heboh Tagar Indonesia Gelap, Luhut: Kau yang Gelap!
Rabu, 19 Februari 2025 | 12:14 WIB

Heboh Tagar Indonesia Gelap, Luhut: Kau yang Gelap!

Menurutnya, saat ini Indonesia telah berjalan dengan cukup baik meski memang ada kekurangan di berbagai sisi.

Wanti-wanti Maruarar Sirait ke PIK: Tak Ada Pagar dan Rumah Eksklusif
Rabu, 19 Februari 2025 | 10:04 WIB

Wanti-wanti Maruarar Sirait ke PIK: Tak Ada Pagar dan Rumah Eksklusif

Maruarar Sirait memberikan wanti-wanti kepada pengembang perumahan Pantai Indah Kapuk (PIK) terkait penutupan akses jalan dan pembangunan rumah eksklusif di kawasan tersebut.

Terbaru
Saat 'Banteng' Melunak di Retret Kepala Daearah: Ada Apa Di Baliknya?
polemik

Saat 'Banteng' Melunak di Retret Kepala Daearah: Ada Apa Di Baliknya?

Selasa, 25 Februari 2025 | 08:28 WIB

Sejumlah pihak menilai surat itu sebagai bentuk perlawanan politik.

Rayu Sukatani Jadi Duta Polri, Pendisiplinan Halus Ala Orde Baru polemik

Rayu Sukatani Jadi Duta Polri, Pendisiplinan Halus Ala Orde Baru

Senin, 24 Februari 2025 | 17:49 WIB

Meminta seniman untuk menjadi duta Polri adalah hal yang tidak perlu, dan bentuk pendisiplinan halus ala Orde Baru, kata Ratri.

Mengalir ke Judi Online hingga Keperluan Pribadi: Mengapa Korupsi Dana Desa Terus Terjadi? polemik

Mengalir ke Judi Online hingga Keperluan Pribadi: Mengapa Korupsi Dana Desa Terus Terjadi?

Senin, 24 Februari 2025 | 12:00 WIB

Dana Desa yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan, justru sering menjadi sasaran empuk korupsi. Mengapa hal ini terus terjadi?

Opera Sabun Retret Kepala Daerah, Gertak Sambal atau Pembangkangan PDIP? polemik

Opera Sabun Retret Kepala Daerah, Gertak Sambal atau Pembangkangan PDIP?

Senin, 24 Februari 2025 | 08:29 WIB

Hingga akhir upacara pembukaan retreat, terdata ada 503 kepala daerah yang seharusnya menghadiri acara hanya 450 orang yang hadir.

Captain America: Brave New World, Upaya Putus Asa MCU untuk Tetap Relevan nonfiksi

Captain America: Brave New World, Upaya Putus Asa MCU untuk Tetap Relevan

Sabtu, 22 Februari 2025 | 09:00 WIB

Apakah Marvel berhasil menciptakan "Brave New World" yang benar-benar brave?

Intimidasi di Balik Layar: Sukatani dan 'Bayar Bayar Bayar' yang Tak Bisa Dibayar polemik

Intimidasi di Balik Layar: Sukatani dan 'Bayar Bayar Bayar' yang Tak Bisa Dibayar

Jum'at, 21 Februari 2025 | 18:27 WIB

'Bayar Bayar Bayar' merupakan satu dari delapan lagu dalam album Gelap Gempita yang dirilis Sukatani pada tahun 2023.

Setelah Satryo, Siapa Nama Menteri yang Layak Di-reshuffle Presiden Prabowo? polemik

Setelah Satryo, Siapa Nama Menteri yang Layak Di-reshuffle Presiden Prabowo?

Jum'at, 21 Februari 2025 | 15:48 WIB

Reshuffle Mendiktisaintek jadi peringatan bagi menteri lain yang kinerjanya buruk. Bahlil, Budi Arie, Yandri, dan Raja Juli dinilai layak diganti. Namun, faktor politik bisa melindungi mereka.