Suara.com - Langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menawarkan band Sukatani menjadi duta Polri menuai kritik keras dari kalangan seniman dan aktivis. Sebab langkah kepolisian yang membujuk band punk asal Purbalingga itu dikhawatirkan justru mengancam kebebasan berkesenian.
Koordinator Peneliti Koalisi Seni Ratri Ninditya mengatakan, seniman dalam negara demokrasi perlu berada di luar entitas agar dapat objektif mengkritisi dan mengevaluasi kerja pemerintahan.
“Meminta seniman untuk menjadi duta Polri adalah hal yang tidak perlu, dan bentuk pendisiplinan halus ala Orde Baru,” kata Ratri kepada Suara.com, Senin (24/2/2024).
Tawaran Kapolri kepada band Sukatani untuk menjadi Duta Polri terjadi setelah institusinya menuai kecaman dari publik atas tindakan intimidatif yang diduga dilakukan anggota Ditressiber Polda Jawa Tengah terhadap duo post-punk/new wave asal Purbalingga tersebut. Listyo lantas berharap dengan menjadi duta Polri pemilik lagu ‘Bayar Bayar Bayar’ itu dapat membantu membenahi perilaku menyimpang anggota.
Alih-alih menawarkan Sukatani menjadi duta Polri, Koalisi Seni mendorong Kapolri untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran terhadap kebebasan berkesenian. Koalisi Seni sejak 2023 hingga saat ini mencatat, terdapat 110 pelanggaran terhadap kebebasan berkesenian. Di mana lebih dari separuh pelakunya adalah aktor negara yang didominasi polisi.
“Kami mengapresiasi upaya Polri mereformasi kepolisian, tapi meminta agar tindakan ini tidak semata-mata dilakukan karena kasus yang viral,” ujar Ratri.
Band Sukatani diduga diintimidasi polisi sehingga menarik lagu ‘Bayar Bayar Bayar’ dari seluruh layanan musik digital. Mereka juga ditengarai ditekan agar menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada Kapolri dan institusi Polri lewat akun Instagram @sukatani.band pada, Kamis, 20 Februari 2025.
Sumber Suara.com yang mengetahui informasi terkait kejadian itu bercerita kepada Suara.com, personel Sukatani: Muhammad Syifa Al Lutfi alias Alectroguy dan Novi Citra Indriyati alias Twister Angel awalnya dihampiri anggota polisi dari Polda Jawa Tengah. Peristiwa tersebut terjadi di Banyuwangi ketika mereka dalam perjalanan pulang dari Bali menuju Purbalingga.
Al dan Citra kemudian dibawa ke salah satu kantor kepolisian di Banyuwangi. Di sana keduanya diduga mendapat intimidasi, sehingga akhirnya membuat video pernyataan tersebut.
Lagu ‘Bayar Bayar Bayar’ yang liriknya berbunyi: ‘mau bikin SIM bayar polisi’ dan ‘mau jadi polisi bayar polisi’ merupakan satu dari delapan lagu dalam album Gelap Gempita yang dirilis Sukatani pada 2023.
Sejauh ini Divisi Propam Polri mengklaim telah memeriksa enam anggota Ditressiber Polda Jawa Tengah terkait dugaan intimidasi terhadap band Sukatani. Namun hingga kekinian hasil pemeriksaan tersebut belum diungkapkan ke publik.
Mengaburkan Masalah
Sementara Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arief Maulana menilai tawaran Kapolri menjadikan band Sukatani sebagai duta Polri adalah upaya untuk mengaburkan masalah utama.
“Saya menduga itu adalah cara-cara kepolisian untuk kemudian mengaburkan masalah utama yang dikritik,” kata Arif kepada Suara.com.
YLBHI yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian atau Reform For Police sebenarnya telah lama mendorong Polri untuk melakukan evaluasi besar-besaran. Sebab, Polri dinilai telah melenceng dari tugas dan fungsi utamanya. Penyalahgunaan wewenang, kesewenang-wenangan, hingga praktik pemerasan atau pungutan liar adalah persoalan besar yang harus dibenahi Polri.
“Bukan mengangkat korban menjadi duta Polri. Itu seolah-olah menyederhanakan masalah,” jelas Arif.
Di sisi lain, Arif mendorong Polri untuk menindak tegas enam anggota Ditressiber Polda Jawa Tengah jika terbukti melakukan intimidasi terhadap band Sukatani. Bukan sekadar diproses etik, YLBHI berharap agar mereka dijatuhi sanksi pidana supaya menjadi pelajaran bagi anggota lainnya.
“Tanpa adanya penegakan hukum yang adil, tidak akan pernah ada efek jera dan pasti akan berulang. Ini tidak boleh terjadi,” tegasnya.
Sentimen Negatif
Sedangkan pakar komunikasi dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Ignatius Haryanto mengatakan, selain tidak efektif dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, langkah Kapolri menawarkan band Sukatani menjadi duta Polri adalah keputusan yang blunder.
Alih-alih mendapat citra positif, langkah itu menurutnya justru menimbulkan sentimen negatif di publik. Terlebih upaya Polri menjadikan korban untuk menjadi duta juga bukan kali ini saja terjadi.
“Karena menurut saya selama ini pengangkatan-pengangkatan duta semacam itu tidak ada dampak positifnya. Selain itu juga harus dipertimbangkan, apakah dari Sukatani mau menerima tawaran seperti itu setelah sempat diinterogasi dan lagunya dilarang hingga di takedown?” kata Haryanto kepada Suara.com.
Haryanto juga sependapat dengan YLBHI. Menurutnya Polri kekinian harus membuktikan bahwa institusinya benar-benar melakukan pembenahan. Apalagi kritik yang disampaikan band Sukatani lewat lagu ‘Bayar Bayar Bayar’ menurutnya mengandung sebuah kebenaran yang banyak dirasakan masyarakat.
“Maka kita kembalikan lagi ke masyarakat apakah dalam setahun atau enam bulan ada perubahan yang signifikan dari pihak kepolisian? Jangan hanya kemudian istilahnya sekadar menaruh sampah di bawah karpet: atasnya kelihatan pura-pura bersih, tapi kenyataannya disembunyikan di bawah karpet,” ujar Haryanto.
Polri sebelumnya juga mengklaim menjamin perlindungan dan keamanan personel band Sukatani. Mereka juga diperkenankan apabila ingin membawakan lagu ‘Bayar Bayar Bayar’ atau memasukkan kembali ke seluruh layanan musik digital.
Pada Minggu, 23 Februari 2025, band Sukatani sempat tampil di acara Crowd Noise Vol. 1 di Gedung Korpri Slawiz, Tegal, Jawa Tengah. Sejumlah penggemarnya sempat meminta mereka untuk membawakan lagu ‘Bayar Bayar Bayar’. Namun hingga akhir menggung lagu tersebut tidak dibawakan oleh band Sukatani.
Salah satu kru dari band Sukatani mengungkap baik Al dan Citra memilih tidak membawakan lagu ‘Bayar Bayar Bayar’ karena masih dalam masa pemulihan traumatik setelah adanya intimidasi yang mereka alami.
Terungkap fakta bahwa Kopda Basar yang telah ditetapkan sebagai tersangka ternyata membawa senjata api dari rumahnya untuk menembak tiga polisi.
Habiburokhman mengklaim hingga kekinian belum ada sama sekali jadwal pembahasan mengenai Revisi UU Polri.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menanggapi soal isu wartawan asing perlu izin pihak kepolisian yang viral beberapa waktu lalu.
Polri terima laporan Bank DKI (1/4/2025) terkait gangguan layanan JakOne Mobile saat Lebaran. Pendalaman dilakukan. Gubernur DKI marah dan minta Bareskrim usut.
Rentetan tentara masuk kampus (UIN, Unud, Unsoed) saat diskusi, dinilai intervensi & ancaman kebebasan akademik, mirip Orde Baru. Kritik RUU TNI menguatkan kekhawatiran militerisasi.
Posisi dan keahlian medis digunakan untuk melancarkan kejahatan seksual.
Ayah, paman, dan kakek di Garut ditangkap atas pemerkosaan anak 5 tahun. Menteri PPPA dan KPAI mengutuk keras, kawal kasus, dan minta hukuman diperberat serta restitusi.
"Kontroversial Jokowi ini kan terlihat karena selama memimpin sebagai presiden sering dinilai banyak berbohong," kata Jamiluddin.
Ketua DPP PDIP Puan Maharani mengonfirmasi kabar soal rencana pertemuan lanjutan.
Kasus suap empat hakim ini bukan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga, tetapi corruption by greed atau keserakahan.
"Setelah diberikan kelonggaran, maka tidak boleh ada lagi toleransi bagi pelanggaran serupa di masa depan, ujar Nur.