Suara.com - Keputusan Prabowo melakukan reshuffle perdana di Kabinet Merah Putih dinilai sebagai langkah politik ‘jalur aman’. Sebab di tengah banyak sorotan terhadap kinerja buruk menteri-menteri yang berasal dari partai politik, reshuffle justru hanya dilakukan kepada menteri berlatarbelakang profesional.
RABU, 19 Februari 2025, Presiden Prabowo Subianto mencopot Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi atau Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro. Satryo merupakan salah satu menteri di Kabinet Merah Putih yang berlatarbelakang profesional. Posisi Mendiktisaintek selanjutnya digantikan oleh Brian Yuliarto yang juga sama-sama berlatarbelakang profesional.
“Saya kira pergantian reshuffle ini bisa dilihat secara politis bahwa ini pergantian menteri yang jalur aman, karena bukan orang partai,” kata Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro kepada Suara.com, Kamis (20/2/2025).
Isu Satryo akan terkena reshuffle sebenarnya telah lama mencuat. Pangkal masalahnya karena perilaku kontroversialnya yang diduga kerap bersikap arogan terhadap pegawai. Arogansi Satryo yang disebut kerap melakukan pemecatan secara semena-mena itu membuat ratusan pegawai di Kemendiktisaintek menggelar aksi demonstrasi pada 20 Januari 2025. Mereka lantang menuntut agar Satryo dicopot.
Agung menilai langkah Prabowo mereshuffle Satryo patut diapresiasi. Hal itu, kata dia, setidaknya menunjukkan bahwa kepala negara mendengar aspirasi dari masyarakat.
Namun reshuffle, menurut Agung seharusnya juga dilakukan terhadap menteri-menteri berasal dari partai politik. Sebab selain Satryo, banyak menteri dari partai politik yang kontroversial dan dinilai berkinerja buruk hingga menjadi sorotan publik.
Misalnya kebijakan melarang pengecer menjual LPG 3 kg oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral atau ESDM sekaligus Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia yang membuat masyarakat kesulitan. Bahkan kebijakan itu sampai membuat Yonih (62) pedagang nasi uduk dan gorengan di Tangerang Selatan meninggal dunia setelah kelelahan akibat antre membeli LPG selama dua jam.
Selain Bahlil, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto juga sempat menjadi sorotan publik. Di mana tak lama setelah dilantik, menteri yang berasal dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu dikritik publik lantaran menggunakan surat undangan berkop dan stempel resmi Kemendes PDT untuk acara peringatan haul ibunya.
“Menurut saya menteri-menteri dari partai ini juga harus lebih tertib ketimbang dari profesional. Karena tuntutan publik saat ini sangat tinggi, kalau mereka nggak perform ya diganti,” jelas Agung.
Agung menilai keberanian Prabowo melakukan perubahan atau gebrakan dengan berdasar aspirasi masyarakat sebenarnya dapat membuahkan keuntungan. Terlebih di tengah rencana Prabowo yang akan maju kembali di Pilpres 2029 atas dorongan Partai Gerindra.
“Apalagi Prabowo sudah dideklarasikan Gerindra sebagai capres di 2029-2034, pasti tuntutannya lebih tinggi,” ungkapnya.
Menteri Layak Direshuffle
Center of Economic and Law Studies atau Celios sempat merilis laporan bertajuk 'Rapor 100 Hari Prabowo-Gibran'. Dalam laporan tersebut mayoritas responden menilai kinerja menteri di pemerintahan sangat mengecewakan. Di mana 7 persen menilai sangat buruk, 42 persen buruk, 42 persen cukup, dan 8 persen baik.
Studi itu dilakukan Celios dengan menggunakan metodologi survei berbasis expert judgment. Panelisnya terdiri dari 95 jurnalis dari 44 lembaga pers kredibel. Jurnalis dipilih sebagai responden karena dinilai memiliki wawasan lebih mendalam tentang kinerja pemerintah dan akses langsung untuk mengamati pejabat publik serta menganalisis kebijakan dan program pemerintah.
Dalam studi Celios itu terdapat lima menteri yang dinilai berkinerja paling buruk dan layak diganti. Mereka di antaranya; Menteri HAM Natalius Pigai, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Mendes PDT Yandri Susanto.
Natalius Pigai berada dalam posisi pertama menteri yang dinilai berkinerja terburuk dan layak diganti. Dia mendapat nilai minus 113 poin. Kritik terhadap kinerja Pigai menurut hasil studi Celios tak terlepas dari kontroversi yang memicu respon negatif publik. Selain juga kebijakan HAM yang dinilai kurang terarah dan sering kali berbenturan dengan kewenangan lembaga lain.
Sedangkan Budi Arie Setiadi berbeda diposisi kedua dengan nilai minus 61 poin. Mayoritas responden menilai selama 100 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran, tak terlihat ada kerja nyata dari Budi Arie dalam pengelolaan koperasi.
Sementara Bahlil yang berada di posisi tiga mendapat nilai minus 41 poin. Selain dinilai berkinerja buruk dan layak diganti, responden menganggap Bahlil gagal memberikan arah yang jelas untuk transisi energi, yang justru berpotensi memperburuk krisis lingkungan.
Lalu Raja Juli Antoni di posisi keempat mendapat nilai minus 36 poin. Responden menilai menteri dari Partai Solidaritas Indonesia atau PSI itu layak diganti karena gagal menjawab persoalan deforestasi dan kerusakan ekosistem.
Adapun Yandri Susanto yang berada di posisi kelima menteri berkinerja terburuk mendapat nilai minus 28 poin. Dalam studi Celios terungkap bahwa penilaian buruk terhadap Yandri itu tak tak lepas dari kontroversi kebijakan desa yang memicu kritik tajam, ditambah adanya dugaan konflik kepentingan terkait surat undangan haul berkop Kemendes PDT.
Dari hasil studi Celios itu diketahui sebagian besar responden mendukung adanya reshuffle kabinet di enam bulan pemerintahan. Persentasenya mencapai 88 persen.
Mengapa Menteri dari Partai Aman?
Dosen Ilmu Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno tak heran jika menteri-menteri yang berasal dari elite partai politik tidak terkena reshuffle sekalipun dinilai berkinerja buruk. Pasalnya, jika itu dilakukan justru akan menimbulkan gejolak politik di internal Koalisi Indonesia Maju atau KIM Plus selaku pendukung pemerintah.
“Jadi tidak mengherankan kalau kemudian yang direshuffle itu adalah menteri yang gejolak dan resistensinya sangat minim,” ungkap Adi kepada Suara.com.
Setidaknya, kata Adi, hal itu terbukti ketika Prabowo mereshuffle Satryo. Di mana tidak ada protes atau gejolak yang timbul atas keputusan tersebut.
“Tapi itu akan bedan kalau yang direshuffle adalah menteri dari elite-elite partai, pasti ada gejolak dan resistensi,” tuturnya.
Kendati begitu, Adi mengatakan reshuffle perdana yang dilakukan Prabowo ini dapat dimaknai sebagai peringatan untuk menteri-menteri lain. Termasuk mereka yang berasal dari partai politik. Sebab tidak menutup kemungkinan mereka juga akan terkena, jika dinilai berkinerja buruk hingga terus-menerus membebani pemerintah.
“Kalau bikin kebijakan yang kontroversial dan tidak pro dengan rakyat, saya rasa tinggal menghitung hari saja akan segera direshuffle,” tuturnya.
Sementara Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani menilai reshuffle merupakan hak prerogatif Prabowo sebagai presiden. Menurutnya, reshuffle bisa saja terjadi lagi jika presiden merasa menteri-menteri tersebut dinilai kurang berkinerja baik.
"Penilaian-penilaian itu akan terus dilakukan oleh presiden terhadap seluruh pembantunya pada masa-masa akan datang," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/2).
Nida juga mengkritik bagaimana pemerintah tampaknya tidak lagi melihat rakyat sebagai bagian dari negara.
"Jadi saya baru saja ke Sekneg menyerahkan surat pengunduran diri saya sebagai Mendiktisaintek," kata Satryo
Prabowo melantik Brian Yuliarto sebagai Mendiktisaintek. Brian menggantikan Satryo Soemantri Brodjonegoro yang sebelumnya menjabat Mendiktisaintek.
Presiden Prabowo Subianto melakukan perombakkan dengan mencopot Satryo Soemantri Brodjonegoro dari jabatannya sebagai menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Beberapa ahli bahkan menilai gaya komunikasi ini berbahaya. Mengapa demikian?
Tindakan aparat mencegat hingga menangkap siswa yang hendak berunjuk rasa tanpa alasan hukum yang dibenarkan adalah bentuk pelanggaran HAM.
Terbitnya sertifikat itu artinya ada manipulasi besar-besaran dan sudah sewajarnya oknum-oknum BPN ditersangkakan, kata Fickar.
Menurutnya, santri memiliki pendidikan keimanan yang kuat. Dengan itu, mereka dianggap lebih tahan terhadap godaan.
Retreat ini memberikan beban tersendiri bagi kepala daerah, mereka harus mengeluarkan ongkos untuk perjalanan, dan itu tentu berlawan dengan Inpres 1/2025, kata Herman.
Kami menilai bahwa program MBG bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi masalah pendidikan di Tanah Papua, kata Ubaid.
Menteri Ketenagakerjaan mengklaim "sudah ada titik terang." Namun, bagi para pengemudi, kepastian itu masih samar.