Jumat, 18 Apr 2025
Menakar Peluang Gibran di 2029 dan Mimpi Koalisi Permanen Prabowo
Home > Detail

Menakar Peluang Gibran di 2029 dan Mimpi Koalisi Permanen Prabowo

Erick Tanjung | Muhammad Yasir

Selasa, 18 Februari 2025 | 19:05 WIB

Suara.com - KETUA DPP PDI Perjuangan Djarot Syaiful Hidayat meyakini politik bersifat dinamis. Dia ragu wacana Presiden Prabowo Subianto menjadikan Koalisi Indonesia Maju atau KIM Plus sebagai koalisi permanen akan terealisasi di Pilpres 2029.

“Kita akan lihat apakah semua partai konsisten empat tahun lagi mengusung Prabowo di Pilpres 2029,” ucap Djarot kepada wartawan, Senin (17/2/2025).

Koalisi Indonesia Maju atau KIM merupakan koalisi partai politik pendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Partai-partai yang tergabung di dalamnya di antaranya; Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PSI, PBB, Gelora, Prima dan Garuda.

Setelah terpilih di Pilpres 2024, Prabowo lalu mengubah KIM menjadi KIM Plus. Perubahan nama itu menyusul masuknya sejumlah partai politik ke dalam pemerintahan yang sebelumnya merupakan pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

PKS, NasDem dan PKB adalah tiga partai politik pendukung Anies-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang memutuskan masuk ke dalam KIM Plus. Sedangkan partai politik pendukung Ganjar-Mahfud yang ikut bergabung dalam KIM Plus, yakni PPP dan Perindo.

Tak lama setelah pemerintahan berjalan 100 hari, Prabowo lalu berwacana menjadikan KIM Plus sebagai koalisi permanen. Niat itu disampaikan saat bertemu para ketua umum partai politik anggota KIM Plus di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Jumat, 14 Februari 2025.

Sementara sehari sebelumnya pada 13 Februari 2025, Gerindra yang menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) mengamanatkan Prabowo untuk kembali maju sebagai calon presiden atau capres di Pilpres 2029. KLB Partai Gerindra itu digelar di Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Instagram/gibran_rakabuming)
Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (IG/gibran_rakabuming)

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold menjadi dasar Djarot ragu akan konsistensi partai politik koalisi permanen. Sebab setelah adanya putusan MK tersebut semua partai politik memiliki peluang untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden sendiri pada Pilpres 2029.

“Hampir mustahil kalau Pilpres 2029 hanya diikuti calon tunggal,” katanya.

Tak Ada Koalisi Permanen

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas (Unand) Asrinaldi sependapat dengan Djarot. Dia menyebut memang tidak ada ikatan permanen dalam politik. Setidaknya sejarah telah membuktikan itu sejak masa Presiden Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY, hingga Jokowi.

“Sejarah koalisi kita mulai dari Megawati, SBY, Jokowi itu kan selalu berubah komposisinya,” jelas Asrinaldi kepada Suara.com, Selasa (18/2).

Politik di Indonesia, kata Asrinaldi, umumnya hanya berkutat soal kepentingan yang bisa didapat dari kekuasaan. Sehingga keberadaan koalisi permanen sebagaimana diwacanakan Prabowo itu kecil kemungkinan terjadi.

“Politik kita ini tidak ada yang baku. Sangat cair sekali, apalagi presidential threshold sudah dihapus,” tuturnya.

Asrinaldi memprediksi manuver politik dari partai-partai anggota KIM Plus mungkin saja terjadi menjelang Pilpres 2029. Apalagi jika keberadaan mereka di dalam pemerintahan justru dianggap merugikan partai.

Kasus Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia adalah contohnya. Di mana Bahlil yang merupakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjadi bulan-bulan di balik kebijakan pemerintah yang sempat melarang pengecer menjual LPG bersubsidi 3 kg.

Padahal, kata Asrinaldi, kebijakan Kemeneterian ESDM terkait larangan pengecer menjual LPG 3 kg itu tidak mungkin tanpa sepengetahuan dan seizin Prabowo sebagai presiden. Jika pola ‘kambing hitam’ semacam itu terus berulang, Asrinaldi memprediksi potensi pecahnya KIM Plus bisa saja terjadi lebih cepat.

“Menteri-menteri itu akan menolak untuk pasang badan. Karena rugi dia menjelang 2029,” katanya.

Presiden Prabowo Subianto (kanan) dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (kiri) menyalami para menteri sebelum memimpin sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (23/10/2024). [ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww]
Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menyalami para menteri sebelum memimpin sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta. [Antara/Hafidz Mubarak A/aww]

Sementara dosen Ilmu Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai koalisi permanen mungkin saja terjadi. Tetapi sebatas hingga 2029. Setidaknya, kata Adi, hal itu tercermin dari pernyataan politik NasDem dan PKS.

“Tapi kalau bicara tentang 2029-2034 ketika Prabowo misalnya maju untuk kedua kalinya, belum tentu Nasdem dan PKS itu akan bersama,” ujar Adi kepada Suara.com.

Adi menilai NasDem dan PKS besar kemungkinan justru akan kembali mengusung Anies di Pilpres 2029. Keuntungan di balik coattail effect atau pengaruh ekor jas adalah salah satu pertimbangan yang mungkin diambil kedua partai tersebut. Terlebih menurut Adi coattail effect itu juga telah dirasakan NasDem dan PKS ketika mengusung Anies di Pilpres 2019.

“Apalagi tradisi politik kita yang kalah pun diajak bergabung. Jadi PKS dan NasDem sekalipun nanti misalnya mengusung jagoan sendiri mereka tidak takut tidak diajak masuk ke dalam pemerintahan,” bebernya.

Bagaimana Peluang Gibran di Pilpres 2029?

Adi menilai Gibran merupakan salah satu figur yang berpotensi menjadi rival Prabowo di Pilpres 2029. Popularitasnya sebagai wakil presiden adalah modal besar yang dimiliki.

Terlebih kemungkinan Gibran dipilih kembali oleh Prabowo sebagai wakil presiden di Pilpres 2029 kecil kemungkinan terjadi. Sebab sejarah di Indonesia belum pernah ada wakil presiden yang kembali maju bersama presiden sebelumnya.

Sejarah justru mencatat wakil presiden maju dan menjadi rival presiden. Jusuf Kalla (JK) adalah contohnya. Di mana pada Pilpres 2009 JK yang sebelumnya menjadi Wakil Presiden SBY maju bersama Wiranto.

“Saya kira Gibran punya segalanya, popularitas, masih muda, didukung Jokowi. Tentu itu menjadi magnet bagi Gibran untuk memperhitungkan maju dan ini momen yang pas,” ungkap Adi. “Tinggal mencari dukungan partai politik saja kira-kira begitu.”

Kendati demikian, tidak mudah bagi Gibran jika menjadi rival Prabowo di Pilpres 2029. Apalagi di tengah pengaruh Jokowi atau ayahnya yang tidak lagi signifikan selaku mantan presiden.

“Di 2029 pengaruh terbesar the one and only tentu ada pada Prabowo Subianto. Sedangkan Jokowi yang telah paripurna saya kira sudah tak signifikan lagi. Sudah menjadi kecenderungan di negara ini presiden petahana posisinya pasti powerfull dan itu akan terjadi pada Prabowo di 2029,” pungkasnya.


Terkait

Ikut Desak Prabowo Reshuffle Kabinet, Refly Harun Sebut 17 Menteri Pro Jokowi: Jangan Dibiarkan!
Jum'at, 18 April 2025 | 13:53 WIB

Ikut Desak Prabowo Reshuffle Kabinet, Refly Harun Sebut 17 Menteri Pro Jokowi: Jangan Dibiarkan!

"...Ada beberapa menteri, berapa sampai 17 kalau tidak salah yang masih terafiliasi dengan Jokowi..."

Simpel dan Elegan! Begini 4 Gaya Harian Soft Classy ala Kim Ji-yoon
Jum'at, 18 April 2025 | 13:33 WIB

Simpel dan Elegan! Begini 4 Gaya Harian Soft Classy ala Kim Ji-yoon

Kim Ji-yoon, kakak dari idola ternama Jisoo BLACKPINK, aktif dengan sosial media dengan kegiatannya sebagai influencer dan membagikan ide padu padan gaya harian yang elegan.

Pemerintahan Prabowo Subianto Akan Genap 6 Bulan, Rocky Gerung Sarankan Segera Lakukan Reshuffle
Jum'at, 18 April 2025 | 13:05 WIB

Pemerintahan Prabowo Subianto Akan Genap 6 Bulan, Rocky Gerung Sarankan Segera Lakukan Reshuffle

Rocky mengatakan kalau Prabowo ingin membawa pembangunan negara dengan konsep lebih sosialis atau peduli kepada rakyat.

Singgung Omongan Ganjar soal Menteri Temui Jokowi, PSI: Jangan Menjalankan Politik Pecah Belah
Jum'at, 18 April 2025 | 11:51 WIB

Singgung Omongan Ganjar soal Menteri Temui Jokowi, PSI: Jangan Menjalankan Politik Pecah Belah

Andy Budiman mengatakan menghormati mantan Presiden adalah tradisi demokrasi dan bagian dari budaya politik.

Terbaru
Tentara Masuk Kampus, Ancaman NKK/BKK dan Kembalinya Bayang-Bayang Rezim Soeharto
polemik

Tentara Masuk Kampus, Ancaman NKK/BKK dan Kembalinya Bayang-Bayang Rezim Soeharto

Kamis, 17 April 2025 | 20:53 WIB

Rentetan tentara masuk kampus (UIN, Unud, Unsoed) saat diskusi, dinilai intervensi & ancaman kebebasan akademik, mirip Orde Baru. Kritik RUU TNI menguatkan kekhawatiran militerisasi.

Predator di Balik Ruang Pemeriksaan: Mengapa Kekerasan Seksual Bisa Terjadi di Fasilitas Kesehatan? polemik

Predator di Balik Ruang Pemeriksaan: Mengapa Kekerasan Seksual Bisa Terjadi di Fasilitas Kesehatan?

Kamis, 17 April 2025 | 15:04 WIB

Posisi dan keahlian medis digunakan untuk melancarkan kejahatan seksual.

Darurat Kekerasan Seksual Anak: Saat Ayah dan Kakek Jadi Predator, Negara Malah Pangkas Anggaran polemik

Darurat Kekerasan Seksual Anak: Saat Ayah dan Kakek Jadi Predator, Negara Malah Pangkas Anggaran

Kamis, 17 April 2025 | 12:08 WIB

Ayah, paman, dan kakek di Garut ditangkap atas pemerkosaan anak 5 tahun. Menteri PPPA dan KPAI mengutuk keras, kawal kasus, dan minta hukuman diperberat serta restitusi.

Ketika Isu Ijazah Palsu Jokowi Makin Menggema polemik

Ketika Isu Ijazah Palsu Jokowi Makin Menggema

Rabu, 16 April 2025 | 21:18 WIB

"Kontroversial Jokowi ini kan terlihat karena selama memimpin sebagai presiden sering dinilai banyak berbohong," kata Jamiluddin.

'Mesra' dengan Megawati, Mungkinkah Prabowo Lepas dari Bayang-bayang Jokowi? polemik

'Mesra' dengan Megawati, Mungkinkah Prabowo Lepas dari Bayang-bayang Jokowi?

Rabu, 16 April 2025 | 13:03 WIB

Ketua DPP PDIP Puan Maharani mengonfirmasi kabar soal rencana pertemuan lanjutan.

Kasus Suap Hakim: Budaya Jual Beli Perkara Mengakar di Peradilan polemik

Kasus Suap Hakim: Budaya Jual Beli Perkara Mengakar di Peradilan

Rabu, 16 April 2025 | 08:41 WIB

Kasus suap empat hakim ini bukan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga, tetapi corruption by greed atau keserakahan.

Pengampunan Pajak Kendaraan dan Mewaspadai Potensi Moral Hazard polemik

Pengampunan Pajak Kendaraan dan Mewaspadai Potensi Moral Hazard

Selasa, 15 April 2025 | 15:06 WIB

"Setelah diberikan kelonggaran, maka tidak boleh ada lagi toleransi bagi pelanggaran serupa di masa depan, ujar Nur.