KUHAP Baru Belum Berpihak Pada Korban, Masyarakat Sipil Desak Revisi Menyeluruh
Home > Detail

KUHAP Baru Belum Berpihak Pada Korban, Masyarakat Sipil Desak Revisi Menyeluruh

Erick Tanjung | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Senin, 10 Februari 2025 | 17:21 WIB

Suara.com - Komisi III DPR RI menggulirkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP pada Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025. Pembahasan ditujukan untuk menyamakan nilai-nilai dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mulai berlaku pada awal tahun 2026.

Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil memberikan catatan kritis. Mereka menekankan pembahasan rancangan undang-undang jangan hanya ditujukan untuk merespons pengesahan KUHAP, tapi melakukan revisi secara menyeluruh. Pasalnya, mereka menilai model penegakan hukum pidana belum cukup memihak dan berkeadilan untuk masyarakat.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati menjelaskan pasal-pasal dalam KUHAP belum memadai untuk mengakomodir hak-hak tersangka/terdakwa, saksi, korban, maupun pihak ketiga yang terdampak khususnya dari tindakan penegakan hukum pidana.

"KUHAP 1981 juga menunjukkan betapa lemahnya mekanisme akuntabilitas/check and balances yang dijalankan pada seluruh tahapan mulai dari pra-adjudikasi, persidangan, hingga pemasyarakatan. Sehingga masih sangat rentan penyalahgunaan kewenangan," kata Maidina kepada Suara.com, Senin (10/2/2025).

Koalisi mengemukakan delapan materi krusial yang perlu diatur dalam pembaruan KUHP. Satu di antaranya pentingnya memperkenalkan mekanisme keberatan atas tindakan penegakan hukum sewenang-wenang dan bertentangan dengan hak asasi manusia yang lebih efektif dari pra-peradilan.

Koalisi Masyarakat Sipil Desak 8 Poin Krusial Diperhatikan di RUU KUHAP. (Suara.com/Bagaskara)
Koalisi Masyarakat Sipil Desak 8 Poin Krusial Diperhatikan di RUU KUHAP. (Suara.com/Bagaskara)

Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andri Yunus menyebut dalam beberapa kasus kesewenang-wenangan oleh aparat penegak hukum mengakibatkan korban sulit untuk mendapatkan keadilan.

Dia mencontohkan kasus salah tangkap dan penganiayaan terhadap seorang guru ngaji bernama Muhamad Fikry alias Fikry Bin Rusin di Tambelang, Kabupaten Bekasi pada 2021 lalu. Kasus tersebut ditangani KontraS dan LBH Jakarta. Fikry ditangkap oleh aparat dari Polsek Tambelang dan Polres Bekasi atas tuduhan kasus begal.

Saat proses penyelidikan Fikry mengalami penyiksaan dan dipaksa untuk mengaku sebagai komplotan begal. Belakangan terungkap, Fikry berada rumahnya saat peristiwa pembegalan yang terjadi di Jalan Sukaraja, Bekasi pada dini hari 24 Juli 2021.

Pada tahap peradilan tingkat pertama, Fikry dinyatakan bersalah. Fikry lantas mengajukan banding hingga kasasi. Akhirnya di tingkat kasasi Fikry dinyatakan tidak terbukti terbersalah. KontraS dan LBH Jakarta kemudian mengambil langkah hukum dengan melaporkan kepolisian yang melakukan kesewenang-wenangan dan penyiksaan ke Polda Metro Jaya.

"Dengan maksud bahwa klien kami ini adalah korban dari penyiksaan, korban dari kebrutalan aparat. Laporan diterima (Polda Metro Jaya) tapi hingga saat ini laporan tersebut didiamkan begitu saja, tanpa memberikan apa alasan dan kendalanya," kata Andri.

Selain mekanisme keberatan, ketika korban menuntut hak ganti rugi dan pemulihan seperti restitusi, kompensasi, serta dana bantuan dari tindak pidana yang dialaminya juga masih sulit untuk didapatkan. Selain itu, KontraS dan LBH Jakarta sebagai pembela hukum mengajukan permohonan ganti rugi dan rehabilitasi ke Pengadilan Negeri Cikarang.

Tuntutan itu memang ditindaklanjuti pengadilan, tapi hakim yang menyidangkan menolak tuntutan Fikri. Alasannya, karena Fikri sudah mengajukan praperadilan saat awal kasus.

"Kami melihat upaya korban untuk mendapatkan pemulihan itu harus melalui jalan memutar dan tidak efektif. Itu yang perlu menjadi titik tekan, baik pemerintah dan DPR harus memperhatikan perbaikan KUHAP secara komperhensif," tegas Andri.

Materi krusial lainnya yang harus diatur dalam pembaruan KUHAP, yakni perbaikan pengaturan hak korban, terutama hak korban (pelapor) untuk mengajukan keberatan/komplain ketika laporannya tidak ditindaklanjuti. Kemudian hak korban untuk memperoleh informasi dan dilibatkan secara aktif dalam peradilan pidana.

Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Belly Stanio menyebut ada banyak laporan masyarakat yang tidak diproses kepolisian.

"Ketika kami memberikan pendidikan hukum kepada masyarakat, ada kasus pidana lapor polisi. Tapi ketika kami memberikan nasihat hukum, lapor polisi, dari polisinya enggak ada tindak lanjut," ujar Belly.

Atas persoalan itu, Belly menilai tak heran timbul istilah, 'No Viral No Justice.' Bahkan, banyak masyarakat yang datang ke LBH Jakarta meminta agar kasusnya diviralkan. Maka dari itu, LBH Jakarta bersama koalisi masyarakat sipil menekankan pentingnya pengaturan hak korban, khususnya ketika laporannya tidak ditindaklanjuti kepolisian.

"Kalau enggak apa, yang ada hanya ketidakadilan," tegasnya.

Di sisi lain, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP juga menekankan pentingnya anggota DPR memperhatikan rumusan norma yang digunakan pasal per pasal. Setidaknya dua hal yang perlu ditekankan, yaitu secara tegas menggunakan kata 'wajib' untuk suatu ketentuan yang menjadi tugas dari pelaksana. Kedua, memastikan ketentuan yang tercantum tidak sebatas pasal yang mengatur jaminan hak, tetapi dilengkapi dengan siapa yang bertanggung jawab dalam pemenuhan hak tersebut.

"Sebagai suatu Undang-undang yang ketentuannya akan berdampak kepada hak seseorang, maka rumusan normanya haruslah tegas. Dan jika hukum acara pidana tidak dilaksanakan maka perlu ada ancaman sanksi kepada pelaksana atau konsekuensi batalnya proses hukum yang berjalan," terang Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP.


Terkait

Surat Terbuka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Komisi III DPR, Desak 8 Poin Krusial Diperhatikan di RUU KUHAP
Senin, 10 Februari 2025 | 17:15 WIB

Surat Terbuka Koalisi Masyarakat Sipil untuk Komisi III DPR, Desak 8 Poin Krusial Diperhatikan di RUU KUHAP

"Kami menilai KUHAP yang sudah diberlakukan sejak Desember 1981, sudah tidak mampu lagi menjawab tantangan zaman,"

Bercermin dari Kericuhan Razman Vs Hotman di Sidang, KY Minta Revisi KUHAP Perkuat Soal Perlindungan Hakim
Senin, 10 Februari 2025 | 15:58 WIB

Bercermin dari Kericuhan Razman Vs Hotman di Sidang, KY Minta Revisi KUHAP Perkuat Soal Perlindungan Hakim

Joko mengatakan kewajiban semua pihak untuk menghormati pengadilan sejatinya telah diatur dalam Pasal 218 KUHAP.

Ngotot Minta DPR Segera Revisi, NasDem: KUHAP Kita Telah Berusia 44 Tahun
Jum'at, 31 Januari 2025 | 14:20 WIB

Ngotot Minta DPR Segera Revisi, NasDem: KUHAP Kita Telah Berusia 44 Tahun

"Kita ketahui hukum acara kita sudah 44 tahun sejak tahun 1981 dan normanya sudah ada 12 norma yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi..."

Fitroh Rohcahyanto Janji Kembalikan Marwah KPK Saat Dirinya Jadi Pimpinan
Senin, 09 Desember 2024 | 14:52 WIB

Fitroh Rohcahyanto Janji Kembalikan Marwah KPK Saat Dirinya Jadi Pimpinan

Dia juga menegaskan bahwa salah satu upaya mengembalikan muruah dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap KPK ialah dengan menjadi pimpinan yang berintegritas.

Terbaru
Satu Abad Pramoedya Ananta Toer: 'Bumi Manusia' Jadi Bacaan Wajib Mahasiswa di Amerika, di Indonesia Ditinggalkan
polemik

Satu Abad Pramoedya Ananta Toer: 'Bumi Manusia' Jadi Bacaan Wajib Mahasiswa di Amerika, di Indonesia Ditinggalkan

Senin, 10 Februari 2025 | 09:42 WIB

Max mempertanyakan sikap sastrawan dan intelektual Indonesia terhadap karya sastra.

Gunagoni, Produk Fesyen Berbahan Karung Goni Idola Kaum Sumaker, Sugih Macak Kere nonfiksi

Gunagoni, Produk Fesyen Berbahan Karung Goni Idola Kaum Sumaker, Sugih Macak Kere

Sabtu, 08 Februari 2025 | 12:15 WIB

Pria yang pernah menjadi jurnalis di Ibukota ini menceritakan momen ketika tas Gunagoni diborong ibu-ibu pejabat.

Bangkit dari Keterpurukan di Hidup Peternak Lele nonfiksi

Bangkit dari Keterpurukan di Hidup Peternak Lele

Sabtu, 08 Februari 2025 | 10:35 WIB

Melunasi hutang, membangun kembali bisnis lele warisan orang tua, itu plot cerita Hidup Peternak Lele.

Review Jujur Dark Nuns: Film Horor Kok Bikin Ngantuk nonfiksi

Review Jujur Dark Nuns: Film Horor Kok Bikin Ngantuk

Sabtu, 08 Februari 2025 | 09:10 WIB

Film Dark Nuns lebih cocok jadi terapi insomnia.

Aroma RMS di Timnas Indonesia: Profesionalisme atau Nasionalisme polemik

Aroma RMS di Timnas Indonesia: Profesionalisme atau Nasionalisme

Sabtu, 08 Februari 2025 | 09:00 WIB

Apakah relevan sepak bola dikaitkan dengan sejarah dan politik?

LAN Larang ASN Kritik Anggaran Prabowo: Paradoks Netralitas Hingga Ancaman Kebebasan Berekspresi polemik

LAN Larang ASN Kritik Anggaran Prabowo: Paradoks Netralitas Hingga Ancaman Kebebasan Berekspresi

Jum'at, 07 Februari 2025 | 21:00 WIB

Dalam surat itu, LAN melarang ASN di internalnya mengeluh di media sosial terkait kebijakan ini.

Saat Prabowo Turun Tangan Meredam Polemik Kebijakan Menteri yang Tak Sinkron polemik

Saat Prabowo Turun Tangan Meredam Polemik Kebijakan Menteri yang Tak Sinkron

Jum'at, 07 Februari 2025 | 18:51 WIB

Tak jarang Prabowo kerap tampil bak pahlawan dalam menganulir keputusan para pembantunya dalam penerapan kebijakan yang dinilai memberatkan masyarakat.