Suara.com - “Mengapa sastra tidak diajarkan di sekolah di Indonesia?” Pertanyaan kritis itu disampaikan Max Lane dalam acara Peringatan Satu Abad Kelahiran Pramoedya Ananta Toer di Taman Ismail Marzuki, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 8 Februari 2025.
MAX adalah seorang Indonesianis asal Australia. Dia sosok pertama yang menerjemahkan Tetralogi Pulau Buru; Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca— karya sastrawan kelahiran Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925 Pramoedya Ananta Toer alias Pram ke dalam bahasa Inggris.
“Itu harus direnungkan pada diri dan teman-teman, mengapa Indonesia satu-satunya negeri di dunia di mana sastra nasional tidak diajarkan dan didiskusikan di sekolah,” ucap Max.
Negara-negara lain di Asia, Eropa dan Amerika, karya sastra merupakan bahan bacaan yang wajib diskusikan di sekolah. Bahkan universitas-universitas di Amerika ‘This Earth of Mankind’— terjemahan Bumi Manusia— yang dipublikasikan Penguin Books masuk dalam kurikulum atau bacaan wajib mahasiswanya.
“Itu lah mengapa buku This Earth of Mankind masih bisa cetak 40 tahun tanpa putus di Amerika,” ungkapnya.
Max lantas kembali melontarkan pertanyaan. Kali ini pertanyaan yang cukup tajam soal sikap sastrawan dan intelektual Indonesia terhadap karya sastra.
“Mengapa selama ini tidak ada protes dari kaum sastrawan atau organisasi lain yang punya panggung. Mengapa tidak ada protes?” ujarnya.
Kecintaan sastrawan dan intelektual Indonesia pada sastra, anak bangsa, dan negeri menurut Max sulit terwujud tanpa membangkitkan ketertarikan orang-orang pada membaca sastra.
“Apakah karena sastrawan dan intelektual Indonesia tidak sayang pada sastra? Apakah sastrawan dan intelektual Indonesia tidak sayang pada anak? Atau jangan jangan tidak sayang pada sastra maupun anak?” imbuhnya.
Karena itu, Max mangaku senang atas adanya petisi dari sembilan organisasi gerakan masyarakat yang mendorong pemerintah untuk memasukkan Sastra Nasional Indonesia sebagai mata pelajaran wajib di semua sekolah setingkat SMP dan SMA. Sembilan organisasi itu di antaranya: SPRI, KASBI, KPRI, KPR, KSN, SPK,SEMPRO, Solidaritas.net, dan Koreksi.org.
“Tapi saya pikir harus lebih daripada itu. Organisasi-organisasi apapun dan di manapun harus punya program sendiri untuk membaca bersama atau membangun kelas/kuliah bersama tentang karya Pram serta karya sastra penting lainnya,” ucapnya.
Sementara aktivis International People's Tribunal on 1965 Crimes Against Humanity in Indonesia atau IPT 1965, Reza Muharam mengatakan telah mengusulkan dalam rapat Peringatan Satu Abad Kelahiran Pramoedya Ananta Toer untuk membentuk kelompok-kelompok baca di daerah. Dia mengakui karya-karya Pram yang banyak berbicara soal pembelaan terhadap masyarakat terpinggirkan dan tertindas kini lebih banyak dibaca oleh kalangan menengah.
“Bagaimana caranya untuk membawa Pram ke kampung-kampung, ke pabrik-pabrik dan ke pelosok Indonesia supaya kita bisa ikut serta dalam proyek nasional dalam rangka mencerdaskan bangsa,” katanya.
Wajib Santri Baca Karya Pram
Pendiri Pesantren Ekologis Misykat Al-Anwar, Roy Mutardho yang turut hadir dalam acara Peringatan Satu Abad Kelahiran Pramoedya Ananta Toer justru bercerita telah mewajibkan santrinya untuk membaca karya-karya Pram. Mereka juga diperkenalkan untuk membaca Revolusi Prancis hingga teks-teks Ghassan Fayiz Kanafani terkait perlawanan tokoh-tokoh Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina atau PFLP.
Selain mewajibkan santri untuk membaca, mereka juga diminta untuk mendiskusikan atau mempresentasikannya kepada santri-santri lain.
“Kenapa? Dengan begitu anda akan melihat dunia dengan cara berbeda,” jelas Roy Mutardho.
Roy Mutardho lalu bercerita kalau dia telah membaca karya-karya Pram sejak mengenyam pendidikan SMA di salah satu pesantren di Yogyakarta.
“Waktu SMA saya cukup nakal saya dihukum oleh kiai saya karena saya nggak menghafalkan Al-Quran, saya membaca karya-karyanya Pram. Tapi sekarang saya belakangan tidak menyesal,” selorohnya.
Karena itu, Roy Mutardho mendukung adanya petisi yang mendorong pemerintah untuk memasukkan karya-karya Sastra Nasional Indonesia sebagai mata pelajaran wajib di semua sekolah SMP dan SMA/SMK.
“Itu satu langkah proyek menuju Indonesia hampir menang. Paling tidak generasi kita nggak bodoh-bodoh amat gitu lho,” pungkasnya disambut gelak tawa peserta yang hadir.
Tidak sebatas berkarya, seniman pun mendapatkan keuntungan dari kegiatan mereka.
Selain itu, dia juga mengaku merencanakan program berupa sarana dan sarana di tiap RW dan kelurahan pembangunan rumah adat Betawi di Jakarta.
Tingginya harga sewa dan tidak adanya tempat berekspresi bagi seniman membuat acara pementasan di TIM menjadi berkurang drastis
Sastra klasik mengandung nilai-nilai universal yang terus hidup dan relevan meski zaman berubah.
Pria yang pernah menjadi jurnalis di Ibukota ini menceritakan momen ketika tas Gunagoni diborong ibu-ibu pejabat.
Melunasi hutang, membangun kembali bisnis lele warisan orang tua, itu plot cerita Hidup Peternak Lele.
Film Dark Nuns lebih cocok jadi terapi insomnia.
Apakah relevan sepak bola dikaitkan dengan sejarah dan politik?
Dalam surat itu, LAN melarang ASN di internalnya mengeluh di media sosial terkait kebijakan ini.
Tak jarang Prabowo kerap tampil bak pahlawan dalam menganulir keputusan para pembantunya dalam penerapan kebijakan yang dinilai memberatkan masyarakat.
Ketegasan Prabowo dalam menyampaikan reshuffle kabinet tidak cukup, sejumlah pihak mendesak pemangkasan kementerian/lembaga.