Momen Hemat Anggaran, Normalisasi Transportasi Umum bagi Pejabat Negara Harus Dilaksanakan
Home > Detail

Momen Hemat Anggaran, Normalisasi Transportasi Umum bagi Pejabat Negara Harus Dilaksanakan

Eviera Paramita Sandi | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Jum'at, 31 Januari 2025 | 20:19 WIB

Suara.com - Aturan yang mewajibkan penggunaan kendaraan umum bagi penyelenggara negara harus segera mulai diterapkan. Saat ini dinilai menjadi momentum yang tepat, di tengah instruksi Presiden Prabowo yang memerintahkan pemangkasan anggaran. Dengan pejabat menggunakan kendaraan umum dapat menghemat keuangan negara untuk pengadaan kendaraan dinas. 

Penerapannya dapat dimulai di kota-kota besar seperti Jakarta. Kementerian Perhubungan dapat dijadikan sebagai institusi percontohan.  Dengan demikian pemerintah tidaknya hanya memberikan imbauan, tapi memberikan contoh langsung kepada masyarakat untuk menggunakan transportasi umum.

Suara.com - Usulan penyelenggara negara menggunakan transportasi umum kembali didengungkan. Wacana ini mencuat setelah peristiwa viral seorang polisi yang bertugas sebagai patwal untuk Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda Raffi Ahmad terekam bersikap arogan.

Usulan pejabat menggunakan transportasi umum disampaikan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno. Dia mengusulkan para pejabat membiasakan diri menggunakan transportasi umum minimal sekali seminggu.

"Dengan bercampur dengan masyarakat umum akan mengetahui kondisi sebenarnya kehidupan masyarakat. Diperlukan pejabat yang peka terhadap kehidupan sosial masyarakat. Hal yang langka di Indonesia, jika bisa menemukan pejabat yang mau setiap hari menggunakan kendaraan umum ke tempat kerja," kata Djoko kepada Suara.com.

Menurutnya patroli dan pengawalan atau patwal harus dibatasi. Penggunaannya hanya boleh untuk presiden dan wakil presiden. Sementara pejabat lainnya tak perlu mendapatkan patwal.

Petugas Patroli dan Pengawalan (Patwal) saat melintas di Jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Rabu (15/1/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Petugas Patroli dan Pengawalan (Patwal) saat melintas di Jalan Jendral Sudirman, Jakarta, Rabu (15/1/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Untuk Jakarta, ditegaskannya sudah tidak ada alasan bagi pejabat untuk tidak menggunakan transportasi umum. Sebab jangkauan tranportasi umum sudah mencapai 89,5 persen wilayah Jakarta atau setara dengan kota-kota dunia.

Djoko menyebutkan setiap kawasan perumahan di Jakarta sudah terkoneksi layanan transportasi umum. Setidaknya setiap keluar perumahan dengan berjarak sekitar 500 meter sudah terdapat halte atau bus stop angkutan umum.

"Angkutan umum yang tersedia di Jakarta sudah beragam, seperti ojek, bajaj, mikrolet, bus, KRL, LRT hingga MRT," imbuhnya.

Para pejabat yang menggunakan transportasi pribadi, dan ditambah lagi mendapatkan petugas patwal agar diprioritaskan di jalanan hanya akan semakin menambah kemacetan di Jakarta.

Padahal  masyarakat dan penyelenggara negara  memiliki hak sama untuk menggunakan jalanan umum. Kecuali yang diatur pada Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang harus diprioritaskan seperti iring-iringan pengantar jenazah, ambulans, dan mobil pemadam kebakaran.

Sebenarnya usulan penggunaan transportasi umum  bagi penyelenggara negara bukan suatu hal baru. Di Jakarta misalnya, sudah ada Instruksi Gubernur Nomor 150 Tahun 2013 tentang Penggunaan Kendaraan Umum bagi Pejabat dan Pegawai di lingkungan Pemprov DKI Jakarta yang dikeluarkan oleh Joko Widodo atau Jokowi saat menjabat gubernur.

Pemberlakuannya dimulai pada Januari 2014, di era mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjhaja Purnama atau Ahok. Namun sayangnya, kata pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, kebijakan tersebut tersebut tidak dilanjutkan.

Penggunaan transportasi umum bagi pejabat negara di berbagai negara jamak ditemukan. Di Swedia, misalnya, mengutip dari BBC, anggota parlemen di sana tidak mendapatkan kendaraan ataupun tunjangan transportasi.  Mereka harus menggunakan tranportasi umum.

Penggunaan mobil dinas hanya bagi perdana menteri. Bagi anggota parlemen di Swedia, keistimewaan mereka sebagai perwakilan rakyat hanya karena dapat ikut serta dalam menentukan kebijakan negara. Mereka merasa tidak memiliki hak untuk diistimewakan dalam pelayanan publik.

Trubus menilai mewajibkan penyelenggara negara menggunakan transportasi umum menjadi momentum yang tepat untuk diterapkan saat ini. Pasalnya Presiden Prabowo Subianto sudah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025. Instruksi ini mengamanatkan pemangkasan anggaran besar-besaran pada APBN 2025.

Kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (13/1/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (13/1/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Menurutnya anggaran yang dapat mulai dipangkas baik di tingkat pemerintahan pusat hingga daerah adalah biaya pengadaan kendaraan dinas atau tunjangan tranportasi para penyelenggara negara. Selanjutnya mereka diwajibkan menggunakan transportasi umum.

Dengan demikian pemerintah dapat menghemat anggaran yang mungkin menurut Trubus mencapai triliunan. Pasalnya, kebijakan untuk menganggarkan pengadaan kendaraan dinas, bukan hanya diterapkan di tatanan pemerintah pusat, tapi bahkan ke tingkat kepala desa.

Aturan yang mewajibkan penggunaan kendaraan umum dapat mulai diterapkan di kota-kota besar, seperti Jakarta yang cakupannya sudah menjangkau hampir seluruh wilayah. Sebagai  lembaga percontohan, kata Trubus,  dapat dimulai di jajaran Kementerian Perhubungan sebagai kementerian yang mengurusi transportasi umum nasional.

Trubus menyebut dengan pejabat menggunakan transportasi umum dapat menjadi teladan bagi masyarakat. Dalam arti, pemerintah tidak hanya memberikan imbauan, tapi  memberikan contoh langsung kepada masyarakat.

"Jadi kita setuju harus ke sana (penyelenggara negara menggunakan transportasi umum). Memang harus ada perubahan," kata Trubus.

Kalau enggak,  kita seperti ini terus, sudah pengadaan kendaraan dinas mahal, semakin hari semakin membengkak, ujung-ujungnya banyak yang dikorupsi. Nah, kita masyarakat hanya jadi penonton saat mereka menggunakan kendaraan mewah," lanjutnya.

Terbaru
80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror
polemik

80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror

Minggu, 17 Agustus 2025 | 15:38 WIB

Di usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia, jurnalis masih menghadapi intimidasi, teror, hingga kekerasan.

Review Jujur Merah Putih One for All: Film yang Seharusnya Tidak Dibuat polemik

Review Jujur Merah Putih One for All: Film yang Seharusnya Tidak Dibuat

Sabtu, 16 Agustus 2025 | 11:46 WIB

Efek suaranya minim, mixing audionya berantakan, dan dubbing-nya seperti orang membaca teks sambil menunggu pesanan makanan datang.

Review Weapons, Horor Intelektual yang Mengguncang Pikiran nonfiksi

Review Weapons, Horor Intelektual yang Mengguncang Pikiran

Sabtu, 09 Agustus 2025 | 09:05 WIB

Weapons adalah film horor yang berani, cerdas, dan penuh emosi.

Rumah Hantu Jenderal Dudung: Gaji Prajurit Dikuliti, Sengkarut Dana Setengah Triliun Rupiah nonfiksi

Rumah Hantu Jenderal Dudung: Gaji Prajurit Dikuliti, Sengkarut Dana Setengah Triliun Rupiah

Senin, 04 Agustus 2025 | 18:10 WIB

Di balik derita para prajurit, terbentang sebuah skandal besar yang berpusat pada program ambisius era KSAD Jenderal (Purn) Dudung Abdurachman.

Review Film Ghost Train, Cari Hantu demi Konten Berujung Petaka nonfiksi

Review Film Ghost Train, Cari Hantu demi Konten Berujung Petaka

Sabtu, 02 Agustus 2025 | 09:15 WIB

Seperti apa sebuah kereta menghantui para penumpang di Korea? Jawabannya ada di film Ghost Train.

Review A Normal Woman, Saat Kecantikan Tak Mampu Bikin Hidup jadi Sempurna nonfiksi

Review A Normal Woman, Saat Kecantikan Tak Mampu Bikin Hidup jadi Sempurna

Sabtu, 26 Juli 2025 | 09:05 WIB

Film A Normal Woman ketolong akting Marissa Anita yang ciamik!

Review Film I Know What You Did Last Summer, Nostalgia Berdarah yang Gagal Menyala nonfiksi

Review Film I Know What You Did Last Summer, Nostalgia Berdarah yang Gagal Menyala

Minggu, 20 Juli 2025 | 14:14 WIB

Awalnya film ini menjanjikan. Opening scene cukup solid dengan karakter yang tampaknya menarik.