Penertiban Kawasan Hutan Bercorak Militeristik, Masyarakat Adat Terancam?
Home > Detail

Penertiban Kawasan Hutan Bercorak Militeristik, Masyarakat Adat Terancam?

Erick Tanjung | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Kamis, 30 Januari 2025 | 19:59 WIB

Suara.com - Masyarakat adat semakin terancam dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto tentang penertiban kawasan hutan. Pasalnya penertiban kawasan hutan ini menggunakan pendekatan militeristik. Ini terlihat dari pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan.

PRESIDEN Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 Tentang Penertiban Kawasan Hutan pada 21 Januari 2025. Perpres ini bertujuan menyelesaikan persoalan tata kelola hutan yang selama ini dianggap tidak optimal, termasuk aktivitas ilegal yang merugikan negara.

Penerbitan perpres ini sekaligus mengamanatkan pembentukan satuan tugas atau Satgas Penerbitan Kawasan Hutan yang strukturnya bernuansa militeristik. Hal ini mengindikasikan pemerintahan Prabowo yang militeristik.

Aturan ini juga semakin melanggengkan konflik antara masyarakat, khususnya masyarakat adat dengan aparat keamanan. Bahkan perpres ini berpotensi menggusur mereka dari kawasan hutan yang sudah ditempati jauh sebelum Indonesia merdeka.

Kuatnya muatan militer dapat dilihat dari struktur satgas yang diamanatkan dalam pepres ini. Ketua satgasnya adalah Menteri Pertahanan, wakil ketua I Jaksa Agung, wakil ketua II Panglima TNI, dan wakil ketua III dijabat Kapolri.

Sementara Menteri Kehutanan dan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Lingkungan Hidup hanya sebagai anggota bersama sejumlah menteri lainnya. Seperti Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Pertanian, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Keuangan, dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Pembangunan Food Estate di Humbang Hasundutan. (Dok: Kementerian PUPR)
Pembangunan Food Estate di Humbang Hasundutan. (Dok: Kementerian PUPR)

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya mempertanyakan urgensi keterlibatan militer dalam upaya penertiban kawasan hutan. Dia mempertanyakan apakah pelibatan TNI sudah mendapatkan persetujuan dari DPR. Sebagaimana diatur Pasal 17 ayat 2 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI, yakni pengerahan TNI oleh Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR RI.

Dengan adanya unsur TNI dalam satgas ini, Dimas menilai menguatkan corak militeristik dalam pemerintahan Prabowo. Sebagaimana diketahui, terdapat beberapa program atau kebijakan pemerintahan Prabowo yang melibatkan TNI, misalnya program makan bergizi gratis, proyek strategi nasional seperti di Rempang, Batam. Kemudian pembentukan kesatuan tentara baru yakni batalyon infanteri atau Yonif Penyangga Daerah Rawan di lima daerah Papua untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah.

Menurut Dimas, pelibatan TNI dan Polri sengaja untuk mengamankan rencana proyek pembukaan 20 juta hektare hutan untuk kebutuhan pangan dan energi sebagaimana disampaikan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni baru-baru ini.

"Untuk melancarkan program-program pemerintah," kata Dimas kepada Suara.com, Kamis (30/1/2025).

KontraS menyebut penggunaan TNI dan Polri dalam upaya penertiban kawasan hutan sangat rawan. Dia khawatir tujuannya jauh dari upaya penindakan terhadap aktor-aktor besar atau korporasi yang mengelola hutan secara ilegal.

Sebab, sangat mungkin perpres ini menyasar masyarakat adat yang sebenarnya sudah mendiami kawasan hutan sejak lama. Alhasil, masyarakat akan berkonflik dengan negara yang dihadapkan lewat aparat TNI dan Polri.

Senada dengan Dimas, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional Uli Arta Siagian menilai aturan dalam Perpres ini menyamakan antara aktivitas legal dalam kawasan hutan berbasis korporasi dengan masyarakat yang selama ini menjadi korban konflik tenurial dan konflik agraria dengan perusahaan-perusahan pemegang izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan.

Foto udara areal lumbung pangan nasional 'food estate' komoditas singkong di Tewai Baru, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Sabtu (6/3/2021). [ANTARA FOTO/Makna Zaezar]
Foto udara areal lumbung pangan nasional 'food estate' di Tewai Baru, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. [Antara/Makna Zaezar]

Uli mengatakan, Perpres Prabowo ini jangan sampai menyentuh masyarakat sekitar hutan yang proses pengukuhan kawasannya belum selesai dan menjadi subyek untuk penataan kawasan. Selain itu juga tidak boleh menyasar masyarakat yang sampai saat ini berkonflik dengan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan.

“Jika memang Presiden berani harusnya Perpres ini diarahkan untuk menindak korporasi skala besar yang selama ini telah menikmati keuntungan besar, menimbulkan kerugian lingkungan dan perekonomian negara dari aktivitas ilegal di kawasan hutan," ujar Uli.

Sementara itu, Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum, dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Muhammad Arman mengkhawatirkan aturan ini dijadikan sebagai alat untuk melegitimasi resettlement atau pemindahan paksa masyarakat adat dari kawasan hutan. AMAN menegaskan sejarah kelam pemindahan masyarakat adat secara paksa jangan sampai kembali terulang seperti zaman Orde Baru.

"Jangan-jangan itu justru yang mau dikerjakan. Apalagi kemudian ada rencana pelepasan 20 juta hektare untuk kepentingan pangan dan energi," kata Arman kepada Suara.com.

Kekhawatirannya muncul bukan tanpa alasan. Arman mempertanyakan mengapa Ketua Satgas Penerbitan Kawasan Hutan dari Kementerian Pertahanan, dan wakil ketuanya Jaksa Agung, Panglima TNI, dan Kapolri.

"Mengapa kemudian bukan Menteri Kehutanan yang jadi penanggung jawab dari penerbitan kawasan hutan ini?" imbuhnya.

Menurutnya jika Pepres ini menyasar korporasi besar yang melakukan pengelolaan kawasan hutan secara ilegal, seharusnya yang pertama kali dilakukan pemerintah adalah mengungkap secara terbuka kepada publik perusahaan-perusahaan yang melanggar aturan perundang-undangan.

"Karena dia ilegal, maka pasti ada indikasi korupsinya kan? Karena pasti pendapatan negara itu tidak masuk ke negara," tuturnya.

Terbaru
Review Film Pangku: Menyelami Dilema Ibu Tunggal di Pantura yang Terlalu Realistis
nonfiksi

Review Film Pangku: Menyelami Dilema Ibu Tunggal di Pantura yang Terlalu Realistis

Sabtu, 08 November 2025 | 08:00 WIB

Pemilihan Claresta Taufan sebagai pemeran utama adalah bukti ketajaman mata Reza Rahadian sebagai sutradara.

Langkah Kecil di Kota Asing: Cerita Mahasiswa Perantau Menemukan Rumah Kedua di Jogja nonfiksi

Langkah Kecil di Kota Asing: Cerita Mahasiswa Perantau Menemukan Rumah Kedua di Jogja

Jum'at, 07 November 2025 | 19:50 WIB

Deway, mahasiswa Kalbar di Jogja, belajar menenangkan kecemasan dan menemukan rumah di kota asing.

Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa nonfiksi

Review Caught Stealing, Jangan Pernah Jaga Kucing Tetangga Tanpa Asuransi Nyawa

Sabtu, 01 November 2025 | 08:05 WIB

Film Caught Stealing menghadirkan aksi brutal, humor gelap, dan nostalgia 90-an, tapi gagal memberi akhir yang memuaskan.

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan nonfiksi

Niat Bantu Teman, Malah Diteror Pinjol: Kisah Mahasiswa Jogja Jadi Korban Kepercayaan

Jum'at, 31 Oktober 2025 | 13:18 WIB

Ia hanya ingin membantu. Tapi data dirinya dipakai, dan hidupnya berubah. Sebuah pelajaran tentang batas dalam percaya pada orang lain.

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur nonfiksi

Review Film The Toxic Avenger, Superhero 'Menjijikkan' yang Anehnya Cukup Menghibur

Sabtu, 25 Oktober 2025 | 08:00 WIB

Film ini rilis perdana di festival pada 2023, sebelum akhirnya dirilis global dua tahun kemudian.

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan nonfiksi

Tentang Waktu yang Berjalan Pelan dan Aroma Kopi yang Menenangkan

Jum'at, 24 Oktober 2025 | 13:06 WIB

Di sebuah kafe kecil, waktu seolah berhenti di antara aroma kopi dan tawa hangat, tersimpan pelajaran sederhana. Bagaimana caranya benar-benar di Buaian Coffee & Service.

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu? nonfiksi

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu?

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 09:05 WIB

No Other Choice memiliki kesamaan cerita dengan Parasite, serta sama-sama dinominasikan untuk Oscar.

×
Zoomed