Suara.com - Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, tersangka kasus korupsi proyek e-KTP akhirnya ditangkap setelah menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama tiga tahun lebih. Ia ditangkap Lembaga antikorupsi Singapura atau Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) pada 17 Januari 2025. Tannos merupakan salah satu tersangka kasus proyek e-KTP yang masuk dalam daftar pencarian orang atau DPO KPK sejak 19 Oktober 2021.
JURU bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan Tannos ditangkap dan ditahan sementara oleh CPIB berdasar perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dan Singapura. Perjanjian itu telah disahkan pemerintah Indonesia di masa Presiden Joko Widodo atau Jokowi lewat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2023 tentang Ekstradisi Buronan pada 13 Januari 2023.
Berdasar Pasal 7 Ayat 5 undang-undang, pemerintah Indonesia memiliki waktu 45 hari untuk melengkapi syarat administrasi ekstradisi Tannos ke tanah air. Ketentuan batas waktu itu terhitung sejak dilakukannya penahanan Tannos pada 17 Januari 2025.
“Saat ini masih berproses,” kata Tessa saat dikonfirmasi, Selasa (28/1/2025).
Tannos ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri periode 2011-2013 pada Agustus 2019. Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu diduga memperoleh keuntungan dari proyek mega korupsi tersebut mencapai Rp145,85 miliar.
Tannos diduga berperan merekayasa tender dengan sejumlah pengusaha dan pejabat untuk menenangkan konsorsium PNRI atau Perum Percetakan Negara Republik Indonesia. Dia juga disebut sebagai pihak yang menyepakati adanya pemberian fee sebesar 5 persen dan menentukan skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada sejumlah anggota DPR RI dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.
Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito menilai penangkapan Tannos harus dijadikan momentum bagi KPK untuk membuka kembali perkara mega korupsi e-KTP yang belum tuntas. KPK menurutnya harus benar-benar berani dan tidak terpengaruh intervensi pihak manapun, agar kasus korupsi dengan nilai kerugian negara Rp2,3 triliun yang diduga melibatkan banyak politikus tersebut bisa diusut secara tuntas.
“Jangan sampai hanya tuntas di awal tanpa penyelesaian secara tuntas,” ujar Lakso kepada Suara.com.
Segendang sepenarian dengan itu, peneliti Indonesia Corruption Watch atau ICW Tibiko Zabar menilai pemeriksaan terhadap Tannos penting dilakukan KPK untuk mendalami aliran uang korupsi e-KTP. Apalagi dalam fakta persidangan banyak terungkap nama-nama politikus yang disebut.
“Penangkapan Tannos harus menjadi babak lembaran baru dilanjutkannya penanganan kasus korupsi ini. Berani nggak KPK melanjutkan kembali proses penyelidikan perkara ini?” ujar Biko kepada Suara.com.
Surga Koruptor
Singapura sempat dianggap sebagai surga atau tempat pelarian aman bagi koruptor dari Indonesia. Berdasar catatan Suara.com, selain Tannos beberapa koruptor sempat tercatat bersembunyi dan melintas di negeri singa tersebut. Salah satunya adalah Harun Masiku.
Harun Masiku merupakan politikus PDI Perjuangan yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka suap kepada eks Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan. Dia menyandang status tersangka sejak Januari 2020 dan sampai saat ini masih berstatus buron. Pada 6 Januari 2020 Harun Masiku diduga sempat melarikan diri dan bersembunyi ke Singapura.
Nama koruptor lain yang diduga sempat bersembunyi di Singapura adalah Muhammad Nazaruddin. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus suap terkait pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang pada 30 Juni 2011. Dia sempat tercatat berada di Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Filipina sebelum akhirnya ditangkap di Cartagena de Indias, Kolombia pada tanggal 7 Agustus 2011.
Selanjutnya adalah Gayus Halomoan Tambuan atau Gayus Tambunan. Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri menetapkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak tersebut sebagai tersangka suap. Pada 30 Maret 2010 Gayus Tambunan ditangkap di Singapura.
Mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap menilai Singapura tidak lagi menjadi ‘surga’ bagi koruptor Indonesia setelah adanya perjanjian ekstradisi. Penangkapan dan penahanan Tannos yang saat ini ekstradisinya masih dalam proses, menurutnya sebagai bukti dari implementasi perjanjian antara Indonesia dan Singapura.
“Bukan hanya orangnya tetapi juga aset-asetnya ke depan,” ungkap Yudi.
Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura mencakup 31 tindak pidana. Selain tindak pidana korupsi tiga di antaranya adalah; tindak pidana pencucian uang atau TPPU, narkotika dan terorisme.
Dalam perjanjian itu Indonesia dan Singapura menyepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan berdasar waktu tindak pidana itu dilakukan. Ketentuan ini, dimaksudkan untuk mencegah upaya pelaku mengubah kewarganegaraan untuk menghindari proses hukum.
Setelah ditangkap CPIB di Singapura, Tannos diketahui sempat mengaku sebagai warga negara Guenia Bissau. Namun, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra memastikan saat tindak pidana korupsi terkait e-KTP itu terjadi Tannos masih berstatus warga negara Indonesia atau WNI.
“Kalau pemerintah Singapura menganggap dia bukan WNI, kita juga bisa membuktikan bahwa yang bersangkutan adalah WNI, khususnya pada saat kejahatan itu terjadi," tutur Yusril.
Sementara Ketua KPK Setyo Budiyanto memastikan adanya perubahan kewarganegaraan Tannos tidak akan memengaruhi proses ekstradisi karena saat peristiwa pidana terjadi yang bersangkutan berstatus WNI. Dia menyampaikan syarat administrasi terkait ekstradisi Tannos kekinian tengah dilengkapi oleh pemerintah.
“Mudah-mudahan semuanya lancar," pungkas Setyo.
Supratman memastikan kelengkapan dokumen sebagai syarat administrasi melakukan ekstradiai selesai sebelum batas waktu yang ditentukan.
"Apalagi begitu saya lihat data, permohonan untuk melepaskan kewarganegaraan itu dilakukan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan penyedikan terkait kasus ini,"
Paulus Tannos akhirnya berhasil ditangkap setelah buronan dalam kasus korupsi e-KTP. Nah untuk selengkapnya, berikut ini kronologi kasus Paulus Tannos hingga tertangkap.
Laode tidak menjelaskan berapa vonis yang harus diberikan kepada Harvey jika mengacu pada panduan MA
Jika sepeda motor diizinkan melintas di jalan tol, ini berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan karena ketidakstabilan kendaraan pada kecepatan tinggi," ujar Djoko.
"Jangan sampai penanganan kasus ini tidak tuntas sehingga menimbulkan pertanyaan publik. Mengingat kasus ini berpotensi melibatkan political exposed person," kata Lakso.
Budaya setoran (polisi) itu masih melekat dan tak pernah terkikis karena yang di atas pun melakukan pembiaran bahkan menikmati setoran, ungkap Bambang.
Munculnya pertanyaan masyarakat soal kok bisa laki-laki menjadi korban KDRT karena budaya patriarki yang masih kental.
UN tidak boleh dijadikan sebagai penentu kelulusan siswa. Ujian itu digunakan untuk mengukur kualitas proses pendidikan di suatu daerah.
Kebijakan penurunan harga tiket pesawat jika diteruskan ternyata memberikan efek buruk terhadap industri transportasi khususnya penerbangan.
Tidak semua game untuk anak-anak, kenali melalui rating usia yang disematkan.