Suara.com - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto membuat kebijakan baru yang mengubah sistem pendidikan naional. Ujian Nasional atau UN yang dihapus era Presiden Joko Widodo pada 2020 bakal diterapkan kembali bagi siswa dari tingkat SD, SMP, hingga SMA dengan nama berbeda.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengembalikan ujian sekolah yang dilaksanakan di akhir semester menjadi Tes Kompetensi Akademik. Kebijakan baru ini menuai kritikan dari dari pengamat pendidikan. Pasalnya kebijakan ini tidak memperbaiki akar masalah pendidikan nasional, tapi masih berkutat mengenai nama dan istilah.
MENTERI Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti mengatakan akan menerapkan kembali sistem Ujian Nasional secara konsep, tapi tidak menggunakan kata 'ujian'. Kebijakan itu akan diberlakukan tahun ini secara bertahap.
"Soal ujian, hidup kita ini sudah banyak ujian. Nanti tidak ada lagi kata ujian," kata Abdul Mu'ti di Jakarta pada Senin (20/1/2025).
Staf ahli bidang regulasi dan hubungan antar lembaga Dikdasmen Biyanto menjelaskan lebih jauh alasan penghapusan kata ujian. Menurut dia, kata ujian terdengar traumatik dan diidentikkan dengan pertaruhan lulus atau tidak lulus siswa.
"Yang dipakai itu tes kompetensi akademik. Nanti akan dilaksanakan di bulan November khusus kelas 12 untuk SMA, MA, dan SMK," kata Biyanto pada Rabu (22/1).
Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Toni Toharudin menyampaikan UN yang berganti nama menjadi Tes Kompetensi Akademik akan dilaksanakan pada November 2025. Penerapannya baru diberlakukan pada siswa sekolah tingkat SMA, SMK dan MA. Sedangkan SD dan SMP akan diterapkan pada 2026.
Abdul Mu'ti memastikan Tes Kompetensi Akademik yang akan diterapkan berbeda dengan UN pada era pemerintahan sebelumnya. Sejauh ini prosesnya masih dalam persiapan. Kendati demikian, dia belum mengungkap seperti apa mekanismenya.
"Tunggu saja," ujar Mu'ti.
Pengamat Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan mempertanyakan urgensi dari pergantian kata 'ujian'. Menurutnya pemerintah hanya disibukkan dengan pergantian label, seperti sistem pendidikan nasional dahulu ada Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional atau Ebtanas, Ujian Akhir Nasional atau UAN, hingga UN, dan beberapa nama lainnya.
"Tapi begitu-begitu juga (enggak ada yang berkembang)," kata Cecep kepada Suara.com, Jumat (24/1).
Cecep menolak alasan Kemendikdasmen yang mengaitkan kata ujian dengan pengalaman traumatik. Dia berpendapat, dalam proses belajar belajar memang harus ada ujian. Kata ujian menjadi momok ketika berkaitan dengan lulus atau tidak lulusnya seorang siswa.
Menurut dia, ketimbang berkutat soal pelabelan, yang perlu diperhatikan pemerintah adalah memastikan standarisasi pendidikan secara baik. Standarisasi itu meliputi proses pembelajaran, kompetensi guru, gedung, sarana-prasarana pendukung, dan pembiayaan.
Sementara terkait akan diterapkannya kembali UN, Cecep berharap tidak dijadikan sebagai penentu kelulusan siswa. Kelulusan itu berkaitan dengan evaluasi belajar harian siswa yang dapat dilakukan oleh guru di sekolah masing-masing.
Dia menambahkan, UN dapat dijadikan sebagai alat untuk memotret bagaimana kualitas pendidikan sudah berjalan. Misalnya, untuk mengetahui apakah kurikulum yang diterapkan sudah memenuhi standar atau tidak.
"Sekaligus juga pemerintah melakukan refleksi," tuturnya.
Pada pelaksanaannya, dia berharap UN bisa dilaksanakan secara digital, tidak lagi menggunakan kertas. Kemudian yang diujikan bukan hanya mata pelajaran yang bersifat hafalan, tapi lebih ditekan seperti kreatif thinking hingga literasi numerik.
Senada dengan Cecep, Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan UN tidak boleh dijadikan sebagai penentu kelulusan siswa. Ujian itu digunakan untuk mengukur kualitas proses pendidikan di suatu daerah.
"Misalnya, kenapa daerah ini nilai ujian nasionalnya rendah untuk matematika, oh ternyata ini gurunya rendah kualitasnya. Kemudian gurunya dilatih," kata Retno kepada Suara.com.
Sementara praktisi pendidikan Najelaa Shihab turut memberikan catatan kritisnya. Menurutnya Kemendikdasmen harus memiliki tujuan yang jelas jika ingin mengembalikan UN dengan format yang baru.
"Saat ini juga sudah ada beberapa bentuk asesmen nasional yang memang bisa terus dimanfaatkan. Jadi kalau misalnya memang ujian nasional itu akan dilakukan lagi, saya pikir bagaimana kita kemudian menyelenggarakannya, tujuannya apa," kata Najelaa.
Menurutnya pemerintah harus menjelaskan fungsinya, jika memang nantinya tidak dijadikan sebagai penentu kelulusan. Menurutnya hal itu menjadi penting agar berbagai intervensi yang dilakukan oleh pemerintah mendukung perbaikan dunia pendidikan nasional.
Dia pun mempertanyakan kata ujian yang diganti. Pasalnya, meski kata ujian dihapuskan, tapi pelaksanaannya seperti format ujian berpotensi menyebabkan miskonsepsi. Oleh karena itu, pemerintah tak perlu ragu untuk menggunakan kata ujian.
"Yang penting adalah bentuk-bentuk asesmen lain, yang bukan ujian secara konsep pedagogis maupun psikologis itu memang penting," pungkasnya.
Pemerintah berencana transfer langsung tunjangan guru honorer mulai Mei 2025. Skema masih finalisasi, mencakup 785 ribu guru (Dikdasmen) dan Kemenag.
Menurutnya, persenjataan nuklir mereka adalah komponen pertahanan nasional yang permanen dan penting.
Lantas benarkah Kim Jong Un berkunjung ke Indonesia?
Klaim video YouTube MafatihTV soal Kim Jong Un masuk Islam setelah ke Indonesia adalah hoaks. Tidak ada bukti valid atau laporan resmi yang mendukung klaim tersebut.
China yang klaim penemu sepak bola punya ambisi besar untuk jadi kekuatan dunia. Ambisi itu bakal dipertaruhkan di markas Timnas Indonesia.
Jumbo, secara mengejutkan, menjadi salah satu film lebaran 2025 yang paling banyak ditonton.
Saya kira ini sebenarnya bukan isu kemanusiaan, tapi isu politik. Prabowo sepertinya tidak punya cara lain untuk bernegosiasi dengan Trump, kata Smith.
Faktor orang berbondong-bondong ke kota besar, terutama Jakarta adalah penghasilan mereka di daerah semakin tidak mencukupi memenuhi kebutuhan hidup.
Ini bisa menjadi tantangan bahkan hambatan ketika guru-guru yang direkrut adalah guru-guru yang tidak punya pengalaman, kata Satriwan.
Ari bilang eror seperti itu bukanlah hal baru selama ia memakai JakOne Mobile.
Indonesia kini dikenai tarif balasan hingga 32 persen.