Suara.com - Kebijakan penurunan harga tiket pesawat jika diteruskan ternyata memberikan efek buruk terhadap industri transportasi khususnya penerbangan.
Kebijakan ini justru membuat maskapai penerbangan mengeluarkan biaya-biaya di luar dari perkiraan, yang secara otomatis menambah beban operasional maskapai.
Padahal seperti diketahui bersama, maskapai masih dalam masa pemulihan, setelah terpuruk selama masa Pandemi Covid-19.
"Kebijakan ini jika diteruskan sebetulnya untuk industri dan ekonomi tidak bagus. Karena akhirnya kita banyak memberikan kompensasi yang tidak sejalan dengan produktivitas kita sendiri," kata Ketua Asosiasi Maskapai Penerbangan Indonesia (INACA) Denon Prawiraatmadja kepada Suara.com.
Sebenarnya kata Denon, saat masa ramai penumpang atau peak season, merupakan kesempatan maskapai untuk bisa menambal operasional ketika sepi penumpang atau low season.
Terkait kebijakan penurunan harga tiket pesawat ini menurutnya harus dibutuhkan studi pentahelix yang juga melibatkan akademisi, sehingga bisa mengukur kebijakan yang membuat senang semua pihak.
"Sebetulnya Peak Season itu diharapkan kita juga bisa mengisi load factor dari masing-masing maskapai. Sehingga semua average load factor itu disparitasnya tidak terlalu jauh. Itu yang seharusnya menjadi upaya semua stakeholders," ucap dia.
Denon menyoroti, permasalahan diskon harga tiket pesawat bukan hanya sekadar penurunkan biaya operasional. Akan tetapi, juga meningkatkan daya beli masyarakat.
"Sehingga transportasi udara ini bisa dinikmati masing-masing saat masa low dan peak season," beber dia.
Margin Tipis
Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (APJAPI) Alvin Lie mengungkapkan, selama ini bisnis di industri penerbangan itu persaingannya sangat keras. Bahkan, margin bisnis di industri penerbangan sangat kecil yakni sebesar 3 persen.
Jika ada maskapai yang mendapatkan marjin di atas 3 persen, maka maskapai tersebut bisa dikatakan maskapai yang super sehat secara keuangan.
"Kenapa margin airline super sehat? Karena bisnis airline ini ada siklusnya, ada ramai, ada sepi," kata dia.
Alvin menggambarkan, ketika sepi penumpang, maskapai dipastikan mengalami kerugian yang sangat besar. Maka dari itu, maskapai menutup kerugian itu di masa ramai penumpang.
"Nah, ketika peak season ini harga gak boleh naik, terus nutup ruginya bagaimana? Memang buat saya pribadi juga akan senang kalau harganya turun," jelas dia.
Alvin tak menampik, sebagai konsumen dirinya merasa senang jika harga tiket pesawat turun. Tapi, dengan kondisi tersebut, maskapai tak akan ada yang mampu bertahan lama.
Jika dibiarkan, maka hanya tinggal menunggu waktu saja siapa maskapai yang akan tumbang atau bangkrut. Apalagi, maskapai sudah tak bisa lagi menaikan harga tiket pesawat sejak 2019.
"Padahal biaya operasional sudah naik. Dan ini dolar AS sudah Rp 16.300. Ini (harga tiket pesawat) kalau tidak naik, saya tidak tahu bagaimana teman-teman maskapai ini bisa bertahan bertahun-tahun. Kalau maskapainya pada tutup, akhirnya kita mau terbang juga nggak ada yang terbangin," beber Alvin.
Tunggu Perintah Prabowo
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir belum bisa janji harga tiket pesawat saat Lebaran bisa turun. Sebab, keputusan ini tergantung pembahasan rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto.
Pemerintah sebelumnya menurunkan harga tiket pesawat sebesar 10 persen pada momen libur Natal dan Tahun Baru 2025.
Kendati demikian, Erick mengaku belum ada sinyal dari Presiden terkait pembahasan penurunan harga tiket pesawat.
"Saya tidak bisa komen sebelum ada rapat dari Bapak Presiden langsung," ujar Erick di Kantor Kementerian BUMN.
Ketua APJAPI Alvin Lie, jajak pendapat dilaksanakan untuk mengukur taraf kemanfaatan dan persepsi pengguna jasa penerbangan tentang pelaksanaan kebijakan tersebut.
Sebab, keputusan penurunan harga tiket pesawat selama mudik lebaran tergantung dari pembahasan rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Erick Thohir, dengan munculnya maskapai baru meningkatkan jumlah pesawat di dalam negeri yang masih sedikit setelah masa Covid-19.
Israel tak hanya harus mengakui kemerdekaan Palestina secara penuh, tetapi juga harus bertanggung jawab atas genosida yang selama ini dilakukan terhadap rakyat Palestina.
Presiden adalah satu-satunya otoritas yang dapat melakukan reformasi menyeluruh dalam tata kelola anggaran pendidikan, kata Ubaid.
"Kriminalisasi terhadap pelapor dugaan korupsi di Baznas menunjukkan kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Wana.
"Kebijakan jam malam bagi pelajar perlu manajemen pengawasan yang baik. Tanpa itu, kebijakan tersebut hanya akan terdengar baik di atas kertas," ujar Rakhmat.
"Rumah susun itu adalah cara yang paling prinsip untuk merubah Jakarta menjadi lebih tertata terkait dengan penduduk dan pemukiman," kata Yayat.
No free lunch. Pasti akan ada yang dikorbankan untuk mendapatkan bantuan tersebut, mulai dari politik hingga sumber daya alam, ungkap Huda.
Sanksi itu tak lebih dari seremonial saja. Seolah-olah diberi sanksi, tapi sebenarnya tidak memberi efek jera apapun, ujar Bambang.