Potensi Money Laundering di Balik Wacana Kampus Kelola Konsesi Tambang
Home > Detail

Potensi Money Laundering di Balik Wacana Kampus Kelola Konsesi Tambang

Erick Tanjung | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Kamis, 23 Januari 2025 | 18:48 WIB

Suara.com - WACANA pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi menjadi sorotan. Implementasinya dinilai berpotensi jauh dari tujuan untuk pemerataan pengelolaan sumber daya alam. Pasalnya pengelolan tambang membutuhkan modal dan tata kelola yang tidak mudah. Dikhawatirkan konsesi tambang hanya dinikmati oleh perguruan tinggi ternama.

Pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi termuat dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara pada Pasal 51 A. Kekinian aturan ini sudah disepakati Badan Legislasi DPR RI, dan hanya menunggu waktu untuk disahkan.

Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia atau Aptisi pihak yang mengusulkan wacana ini. Ketua APTISI Budi Djatmiko menyebut usulannya berangkat dari keresahan mereka soal program studi di perguruan tinggi yang sangat monoton. Keresahan itu pernah mereka sampaikan kepada Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi pada 2016.

Menurut dia, Indonesia sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah, semestinya perguruan tinggi melihatnya sebagai peluang untuk menghadirkan program studi yang kontekstual.

"Program studi nikel, program studi emas, batu bara. Jadi konsen ke situ," kata Budi kepada Suara.com Selasa (23/1/2025).

Selanjutnya setelah kemenangan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih pada 2024, Budi kembali menyampaikan wacana tersebut saat diundang bersama sejumlah guru besar dari berbagai universitas. Dia pun mempresentasikan gagasannya terkait pentingnya perguruan tinggi dilibatkan dalam pengelolaan tambang.

Dia berpandangan, perguruan tinggi merupakan organisasi nirlaba yang basisnya menghasilkan riset dan pengembangan sumber daya manusia. Dengan dilibatkan perguruan tinggi akan membantu pengembangan hasil pertambangan seperti nikel dan batubara.

"Ujung-ujungnya kita bisa membuka industri-industri hilir. Misalnya, kita bisa membuka perusahaan baterai, bisa membuka perusahaan mobil dan sebagainya," ujar Budi.

Ilustrasi Industri Pertambangan Semen
Ilustrasi Industri Pertambangan Semen

Skemanya kerja samanya dalam bentuk kemitraan. Perguruan tinggi dapat memiliki saham di perusahaan pertambangan. Keberadaan perguruan tinggi selain bertujuan mengembangkan industri pertambangan lewat risetnya, sekaligus sebagai pengawas.

Menurutnya, pengawasan terhadap industri pertambangan di Indonesia kekinian tidak jelas. Sehingga penting bagi perguruan tinggi sebagai pihak netral untuk melakukan pengawasan. Dengan begitu sumber daya alam dikuasai oleh rakyat, bukan lagi pihak asing atau perusahaan tertentu.

Kemitraan itu dapat dilakukan dengan perguruan tinggi membuka program studi langsung di wilayah yang memiliki industri pertambangan. Konsepnya pendidikan berbasis pedesaan untuk perindustrian.

Dia mencontohkan, sebuah perguruan tinggi membuka program studi pertambangan di PT Freeport Indonesia yang berada di Papua. Dengan demikian masyarakat setempat tidak perlu ke Jakarta untuk berkuliah. Mereka tetap di kampung halamannya dan mengembangkan desanya lewat industri pertambangan.

Budi mengklaim, lewat konsep pendidikan berbasis pedesaan untuk perindustrian dapat mencegah konflik baru antara masyarakat setempat dengan perguruan tinggi yang memiliki konsesi tambang. Sekaligus akan menekan kerusakan lingkungan akibat pertambangan.

"Bagaimana mungkin dia mau merusak kampungnya," kata dia.

Koordinator Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA) Satria Unggul mengkritisi wacana tersebut. Dia juga mempertanyakan apakah usulan ini benar-benar merepresentasikan seluruh kampus swasta di Indonesia. Pasalnya, untuk mengelola pertambangan, perguruan tinggi setidaknya harus memiliki modal dan kemampuan tata kelola yang baik. Kemampuan itu tentu berbeda-beda di setiap universitas, khususnya di perguruan tinggi swasta yang di antaranya 'hidup segan, mati tak mau.'

"Ini masih berbicara tentang business core dari kampus ya, apalagi tambang nanti," ujar Satria kepada Suara.com.

Tak kalah mengkhawatirkan, peluang ini bisa berpotensi disalah gunakan atau fraud. Pasalnya konsesi yang diberikan berbentuk Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Kata 'khusus' dalam hal ini bisa disalahgunakan oleh perusahaan untuk menggunakan bendera kampus agar menghindari pajak yang seharusnya dibayarkan.

"Itu kan bisa jadi money laundry, potensi-potensi korupsi itu akan sangat mungkin terjadi," terangnya.

Di sisi lain, Satria mempertanyakan komitmen perguruan tinggi terkait dampak lingkungan yang akan terjadi. Hal itu harus diperhitungkan, bagaimana environmental cost maupun social cost yang diakibatkan industri pertambangan.

Ilustrasi tambang batu bara. [Istimewa]
Ilustrasi tambang batu bara. [Istimewa]

Oleh karena itu, Satria menilai pemberian konsesi tambang jauh dari amanat UUD 1945. Pasal 33 menyatakan pemerataan pengelolaan sumber daya alam untuk ekonomi berkeadilan.

Tanggapan Perguruan Tinggi Swasta

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof. Fathul Wahid dengan tegas menolak pemberian konsesi tambang bagi perguruan tinggi. Dia menegaskan pengelolaan bisnis pertambangan bukan ranah perguruan tinggi.

"Kalau saya ditanya, UII ditanya, jawabannya termasuk yang tidak setuju, karena kampus wilayahnya tidak di situ," ujar Fathul beberapa waktu lalu.

Dia mengingatkan kampus harus fokus pada Tridharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Dia khawatir keterlibatan pengelolaan tambang dapat mengikis sensitivitas perguruan tinggi terhadap dampak lingkungan yang terjadi.

"Logika bisnisnya menjadi dominan karena uang itu biasanya agak menghipnotis. Kalau itu sampai terjadi akan berbahaya," katanya.

Rektor Universitas Al Azhar Indonesia Asep Saefuddin, memberikan pandangan yang berbeda. Dia sepakat perguruan tinggi mendapatkan konsesi tambang dengan catatan harus memperhatikan prinsip-prinsip environmental, social, and governance (ESG) atau dampak kerusakan lingkungannya.

"Saya pikir tahap awal kandidat kampus yang akan mengelola tambang harus latihan dulu ESG," katanya kepadanya Suara.com.

Pasalnya, kata dia, pengelolaan tambang bukan hanya soal mendapatkan keuntungan, tetapi bagaimana bisa berdampak positif bagi masyarakat sekitar. Bagi perguruan tinggi yang mendapatkan konsesi tambang tidak boleh menaikkan uang kuliah tunggal (UKT), dan wajib menerima mahasiswa 10 persen dari sekitar lokasi pertambangan.

"Bila yang menerima hak pengelolaan tambang itu dari kampus yang jauh dari daerah tambang harus menjadikan kampus lokal sebagai mitra. Kampus lokalnya juga paham ESG," kata Asep.

Di sisi lain, dia tidak setuju jika konsesi tambang bertentangan dengan Tridharma Perguruan Tinggi. Menurutnya keterlibatan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang dengan berpegang pada prinsip ESG merupakan bagian pengabdian kepada masyarakat, termasuk juga dengan riset.

"Hasil risetnya diterapkan langsung. Para mahasiswa bisa belajar dan praktik langsung bisnis riil, bukan sekedar teori-teori. Kalau saya setuju saja, tapi tentu kampus harus mampu ESG," pungkasnya.


Terkait

Kritik Usulan Kampus Kelola Tambang, Legislator PDIP: Saya Khawatir Ini Upaya Pembungkaman
Kamis, 23 Januari 2025 | 18:30 WIB

Kritik Usulan Kampus Kelola Tambang, Legislator PDIP: Saya Khawatir Ini Upaya Pembungkaman

"Saya khawatir pemberian IUP ini kepada ormas keagamaan, perguruan tinggi adalah upaya pembungkaman," kata Yasti

Murka usai Kampus Diusulkan Kelola Tambang, WALHI Kritik Telak DPR: Jangan Ikuti Jejak Kejahatan Mulyono!
Kamis, 23 Januari 2025 | 17:35 WIB

Murka usai Kampus Diusulkan Kelola Tambang, WALHI Kritik Telak DPR: Jangan Ikuti Jejak Kejahatan Mulyono!

"...Saya kira bapak, ibu yang terhormat di DPR berhentilah mengikuti jejak kejahatan Mulyono..."

Majelis Rektor PTN Sambut Baik Rencana Kampus Kelola Tambang, Biaya UKT Turun?
Kamis, 23 Januari 2025 | 17:19 WIB

Majelis Rektor PTN Sambut Baik Rencana Kampus Kelola Tambang, Biaya UKT Turun?

Eduart menjelaskan bahwa selama ini biaya kuliah setiap mahasiswa di perguruan tinggi negeri (PTN) belum sepenuhnya ditanggung oleh negara

Terbaru
Isu Fatherless Makin Marak, Film Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah Tayang di saat yang Tepat!
nonfiksi

Isu Fatherless Makin Marak, Film Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah Tayang di saat yang Tepat!

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Andai Ibu Tidak Menikah dengan Ayah berhasil meraih 420 ribu penonton meski berhadapan dengan film The Conjuring.

Pengalaman Tiga Hari di Pestapora 2025, Festival Musik yang Penuh Warna dan Kejutan nonfiksi

Pengalaman Tiga Hari di Pestapora 2025, Festival Musik yang Penuh Warna dan Kejutan

Selasa, 09 September 2025 | 20:27 WIB

Catatan tiga hari Pestapora 2025, pesta musik lintas generasi.

Review Film The Conjuring: Last Rites, Penutup Saga Horor yang Kehilangan Taring nonfiksi

Review Film The Conjuring: Last Rites, Penutup Saga Horor yang Kehilangan Taring

Sabtu, 06 September 2025 | 08:00 WIB

Plot yang lemah, jumpscare yang klise, serta kurangnya ide segar membuat film terasa datar.

Review Panji Tengkorak, Tetap Worth It Ditonton Meski Meski Penuh Cacat nonfiksi

Review Panji Tengkorak, Tetap Worth It Ditonton Meski Meski Penuh Cacat

Sabtu, 30 Agustus 2025 | 08:00 WIB

Film ini justru hadir dengan nuansa kelam, penuh darah, dan sarat pertarungan.

'Sudahlah Tertindas, Dilindas Pula', Kesaksian Teman Affan Kurniawan yang Dilindas Rantis Brimob polemik

'Sudahlah Tertindas, Dilindas Pula', Kesaksian Teman Affan Kurniawan yang Dilindas Rantis Brimob

Jum'at, 29 Agustus 2025 | 13:04 WIB

Affa Kurniawan, driver ojol yang baru berusia 21 tahun tewas dilindas rantis Brimob Polda Jaya yang menghalau demonstran, Kamis (28/8) malam. Semua bermula dari arogansi DPR.

Review Film Tinggal Meninggal: Bukan Adaptasi Kisah Nyata tapi Nyata di Sekitar Kita nonfiksi

Review Film Tinggal Meninggal: Bukan Adaptasi Kisah Nyata tapi Nyata di Sekitar Kita

Sabtu, 23 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Film Tinggal Meninggal lebih banyak mengajak penonton merenungi hidup ketimbang tertawa?

80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror polemik

80 Tahun Indonesia Merdeka; Ironi Kemerdekaan Jurnalis di Antara Intimidasi dan Teror

Minggu, 17 Agustus 2025 | 15:38 WIB

Di usia 80 tahun kemerdekaan Indonesia, jurnalis masih menghadapi intimidasi, teror, hingga kekerasan.