Suara.com - Dulu, siapa yang tak kenal dengan euforia meledaknya Bukalapak? Startup lokal kebanggaan Indonesia ini pernah menyandang status 'unicorn' yang gemilang, sebuah pencapaian monumental yang mengguncang industri e-commerce Tanah Air.
Ingatkah kita semua saat IPO-nya yang meriah, di mana dana segar mengalir deras seperti air bah, menjadikan Bukalapak salah satu penghimpun dana IPO terbesar di Indonesia bahkan hingga detik ini, semangat optimisme membuncah, seakan tidak ada yang tak mungkin bagi perusahaan rintisan yang satu ini.
Namun, seiring berjalannya waktu, euphoria tak bertahan lama hanya kurang dari 3 tahun masa keemasan Bukalapak perlahan memudar. Sinar yang pernah memancar terang kini redup, bahkan nyaris padam.
Bukalapak, yang dulunya begitu dinamis dan penuh inovasi, kini seolah menjadi startup 'kopong'. Tak ada lagi gebrakan-gebrakan baru yang mampu membius pasar. Kehadirannya di tengah persaingan bisnis digital yang semakin sengit terasa semakin loyo.
Setelah meraup dana IPO fantastis pada 2022 sebesar Rp21,90 triliun perusahaan e-commerce ini memutuskan untuk mengurangi fokus pada bisnis intinya dan beralih ke penjualan produk virtual seperti pulsa, token listrik hingga pembayaran BPJS.
Keputusan ini memicu pertanyaan besar: Apa yang sebenarnya terjadi dengan Bukalapak? Apakah mereka kehabisan inovasi di tengah persaingan bisnis online yang semakin ketat? Atau mungkin ada alasan lain di balik pergeseran strategi bisnis ini?
Sumber Suara.com di internal mereka mengatakan perusahaanya kalah bersaing di tengah persaingan industri lokapasar Tanah Air yang ketat, selain itu minimnya inovasi dari para petinggi makin mempersulit ruang gerak Bukalapak.
Tak heran kata sumber itu perusahaan masih memiliki dana hasil IPO yang cukup besar. Tak ayal keputusan ini memunculkan sejumlah pertanyaan mengenai strategi bisnis Bukalapak kedepannya.
Sumber itu juga mengatakan pengguna aplikasi Bukalapak terus menurun setiap harinya, hal ini diikuti dengan jumlah transaksi harian yang ikut menurun.
Hal ini juga diakui oleh Corporate Secretary Bukalapak, Cut Fika Lutfi yang mengatakan lini bisnis produk fisik pada Aplikasi dan Situs Web Bukalapak terus menunjukkan penurunan kontribusi pendapatan dan pertumbuhan selama tiga tahun terakhir.
"Biaya operasional untuk lini bisnis tersebut terus menunjukkan peningkatan yang signifikan," terang dia.
Cut juga mengakui kalau layanan produk fisik pada aplikasi maupun situs Bukalapak hanya memiliki kontribusi sekitar 3 persen dari seluruh pendapatan perusahaan.
Maka dari itu, manajemen Bukalapak akan beralih fokus pada layanan produk virtual serta lini bisnis yang telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir.
Langkah ini adalah bagian dari strategi jangka panjang Perseroan untuk terus relevan dan kompetitif di industri agar dapat menciptakan nilai bagi para pemangku kepentingan Perseroan, terutama pemegang saham Perseroan.
Hukum Rimba E-commerce RI
Disisi lain tidak bersaingnya Bukalapak dalam percaturan E-commerce dalam negeri dikatakan Direktur Ekonomi Digital, Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda disebabkan persaingan yang ketat dalam menggaet pasar, terutama soal harga jual.
Dari analisis dia, ekosistem e-commerce di Indonesia saat ini telah mengalami konsolidasi yang signifikan, membentuk hierarki yang cukup jelas. Dua pemain utama, Shopee dan gabungan Tokopedia-TikTok, mendominasi pasar dengan pangsa yang sangat besar.
Keduanya telah berhasil membangun basis pengguna yang loyal dan ekosistem yang kuat, didukung oleh investasi besar dalam hal ini 'bakar uang' dan strategi pemasaran yang agresif.
Sebelum merger Tokopedia dengan TikTok, persaingan di antara keduanya sudah sangat ketat. Namun, dengan bergabungnya TikTok Shop, persaingan menjadi semakin sengit. Keduanya saling berlomba untuk menawarkan fitur-fitur baru, promosi yang menarik, dan pengalaman belanja yang lebih baik bagi pengguna.
"Ketersediaan dana yang melimpah memungkinkan mereka untuk terus berinvestasi dalam pertumbuhan dan ekspansi bisnis," kata Nailul Huda kepada Suara.com
Di bawah duo raksasa tersebut, terdapat sejumlah platform e-commerce yang berusaha keras untuk mempertahankan posisinya. Blibli, Lazada, dan Bukalapak sebelumnya merupakan pemain-pemain penting di pasar ini. Namun, dengan semakin kuatnya Shopee dan Tokopedia-TikTok, persaingan menjadi semakin sulit.
"Penutupan Bukalapak semakin mempersempit persaingan di level ini, sehingga hanya menyisakan Blibli dan Lazada," katanya.
Huda menambahkan bahwa Shopee dan Tokopedia-TikTok saat ini bersaing begitu ketat mereka terus berinovasi dan bakar uang hal ini yang tak dilakukan Bukalapak dan e-commerce lain yang minim modal.
"Inovasi yang dilakukan keduanya adalah mengembangkan Live Shopping. Shopee memang sudah mengembangkan live shopping ini secara masif. Sedangkan Tokopedia sangat terbantu dengan ekosistem live streaming TikTok sebagai media sosial," katanya.
Bahkan saat ini Shopee telah masuk dalam ekosistem Youtube yang memudahkan mereka memasarkan produknya melalui video ataupun live streaming di Youtube. Mereka juga masih membakar uang guna menarik konsumen lebih banyak.
"Tidak bisa dipungkiri, konsumen kita masih price oriented consumer. Harga menjadi daya tarik utama dalam berbelanja via digital," katanya.
Alhasil persaingan harga yang semakin sengit di sektor e-commerce telah menciptakan tantangan baru bagi para pelaku bisnis untuk mengamankan pendanaan. Dalam industri yang didominasi oleh pemain besar dengan kantong dalam, akses terhadap modal menjadi penentu keberhasilan.
Sementara tahun 2025 menjadi periode yang krusial. Investor, yang selama ini menjadi tulang punggung pertumbuhan e-commerce, kini bersikap lebih hati-hati. Keputusan The Fed terkait suku bunga menjadi faktor penentu utama dalam lanskap investasi global.
"Kenaikan suku bunga yang berkelanjutan akan meningkatkan biaya pendanaan bagi perusahaan-perusahaan teknologi, termasuk e-commerce.
Kondisi ini semakin diperparah oleh ketidakpastian ekonomi global," katanya.
Investor cenderung lebih memilih aset-aset yang dianggap lebih aman, seperti obligasi pemerintah, daripada mengambil risiko di sektor yang volatilitasnya tinggi seperti e-commerce.
"Akibatnya, aliran dana ke startup e-commerce menjadi tersendat," Pungkas Huda.
IPO ini berhasil meraih dana segar sebesar Rp59,5 miliar yang akan digunakan untuk pengembangan usaha, termasuk peningkatan produksi dan ekspansi pemasaran.
Marketplace Bukalapak mengumumkan akan menutup layanan marketplace mereka untuk produk fisik pada 7 Januari 2025.
Bukalapak baru mengumumkan penutupan layanan marketplace beberapa waktu lalu. Perusahaan akhirnya mengungkap alasan kenapa tak lagi menjual produk fisik.
Artinya, akan ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari aksi Bukalapak korporasi ini.
Menteri BUMN Erick Thohir disebut-sebut kurang sreg dengan lembaga besutan Presiden Prabowo Subianto ini.
Kemenangan Pramono-Rano di Pilkada lalu tak lepas dari pengaruh dua tokoh ini.
Urun biaya hanya digunakan untuk pengobatan tambahan yang tidak fundamental, misalnya tambahan vitamin.
Penyebabnya, hubungan mesra antara Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Kabinet Presiden Prabowo, menurut Pengamat Media Sosial Drone Emprit, Nova Mujahid, tak jauh berbeda dengan era Jokowi.
Disebutkan bahwa bayaran buzzer di Indonesia berkisar antara Rp 1 juta hingga Rp 50 juta untuk sekali kontrak
Rudi Valinka ditengarai merupakan sosok di balik akun X (dulu Twitter) bernama @kurawa. Ia dikenal sebagai buzzer Jokowi