Membongkar Sesat Pikir Warganet Memandang Kasus Guru Perempuan Perkosa Siswa di Grobogan: Mengapa Korban Bungkam?
Home > Detail

Membongkar Sesat Pikir Warganet Memandang Kasus Guru Perempuan Perkosa Siswa di Grobogan: Mengapa Korban Bungkam?

Bimo Aria Fundrika | Muhammad Yasir

Rabu, 15 Januari 2025 | 08:00 WIB

Suara.com - “Gua sih ragu kalo itu ‘pemaksaan’, sulit dipercaya kalo korban ngga menikmati.”

Kalimat itu adalah satu dari sekian komentar warganet tatkala membaca berita seorang guru agama perempuan di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah berinisial ST (35) memperkosa siswa kelas IX SMP berinisial YS (16). Tak hanya memandang miring YS, warganet tersebut bahkan menilai korban patut dijatuhi hukuman.

“Keduanya bersalah, wajib disanksi yang sesuai, ga cuma gurunya,”.

Di Indonesia, kekerasan seksual terhadap laki-laki masih dianggap remeh. Reaksi warganet terhadap kasus YS mencerminkan budaya toxic masculinity yang masih kuat. Banyak yang menganggap laki-laki tidak mungkin menjadi korban pemerkosaan. Pandangan ini muncul karena stereotip bahwa laki-laki selalu menginginkan hubungan seksual.

Apa sebenarnya toxic masculinity itu? 

Toxic masculinity masih ada (Pixabay/ @StockSnap)
Toxic masculinity masih ada (Pixabay/ @StockSnap)

Pada 1990-an dan awal 2000-an, "toxic masculinity" masih belum dikenal masyarakat luas. Namun, sejak 2015, istilah ini mulai digunakan untuk membahas laki-laki dan gender.

Maskulinitas mencakup peran, perilaku, dan atribut yang dianggap cocok bagi laki-laki. Singkatnya, ini adalah ekspektasi masyarakat terhadap laki-laki. Contohnya, laki-laki diharapkan kuat, agresif, berani, heteroseksual, dan tidak ekspresif secara emosional. Ekspektasi ini terbentuk melalui sosialisasi, media, teman sebaya, dan lainnya.

Toxic masculinity adalah versi maskulinitas yang tidak sehat bagi laki-laki maupun orang di sekitar mereka. Istilah ini mengacu pada sifat-sifat maskulin yang berbahaya seperti kekerasan, dominasi, ketidakmampuan emosional, hak seksual, dan permusuhan terhadap feminitas.

Toxic masculinity mendukung perilaku seksis dan patriarkis. Ini menciptakan ketidaksetaraan gender, seringkali melalui kekerasan atau diskriminasi terhadap perempuan.  Stereotip sempit ini merugikan kesehatan fisik, emosional, dan hubungan laki-laki dengan orang lain. 

Ini terlihat dalam banyak kasus kekerasan seksual dengan korban laki-laki atau anak laki-laki.

Data Simfoni PPA menunjukkan bahwa sepanjang 2020-2024, kekerasan seksual menjadi jenis kekerasan ketiga terbanyak yang dialami anak laki-laki usia 0-17 tahun. Kekerasan fisik dan psikis mendominasi.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar. [Suara.com/Lilis Varwati]
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar. [Suara.com/Lilis Varwati]

Jawa Barat mencatat jumlah korban tertinggi dengan 132 anak, diikuti Lampung dengan 46 korban, serta Riau dan Banten masing-masing 43 korban. Di Jawa Tengah, tercatat 27 anak laki-laki menjadi korban kekerasan seksual.

Simfoni PPA adalah sistem informasi milik KemenPPPA yang mencatat kasus-kasus yang dilaporkan. Namun, angka sebenarnya bisa jauh lebih tinggi karena banyak korban memilih bungkam. IJRS (2021) mengungkap bahwa toxic masculinity menjadi penghambat utama.

Citra maskulinitas yang mendikte bahwa laki-laki tidak boleh menjadi korban membuat banyak anak laki-laki enggan melapor. Masalah ini diperparah oleh media sosial yang sering menjadikan kekerasan seksual terhadap laki-laki sebagai bahan lelucon bernada seksis. Stigma ini semakin menekan korban untuk tetap diam.

Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, menyebut pihaknya telah berkoordinasi dengan DP3A di Jawa Tengah dan Grobogan. Polisi juga didorong untuk mengusut kasus ini hingga tuntas.

“Kami mendalami dugaan tindak pidana kekerasan anak dan kekerasan seksual,” ujar Nahar.

Relasi Kuasa Guru - Siswa

Ahli hukum pidana anak, Sofian Ahmad, menegaskan bahwa perbuatan ST terhadap YS adalah tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak yang berakar pada relasi kuasa. Pelaku, seorang guru, menggunakan posisinya untuk memanfaatkan korban selama dua tahun terakhir. Bujuk rayu dan ancaman menjadi cara ST untuk melancarkan aksinya.

“Relasi kuasa yang tidak seimbang disalahgunakan oleh sang guru untuk memuaskan hasrat seksualnya,” ujar Sofian kepada Suara.com, Selasa (14/1/2024).

Kuasa hukum korban, Hermawan, menambahkan bahwa ST mengancam memberikan nilai jelek jika korban menolak. Selain ancaman, pelaku juga menjanjikan uang dan pakaian untuk membujuk YS.

Kasus ini telah dilaporkan ke Polres Grobogan pada Senin, 13 Januari 2025, oleh kakek dan nenek YS. Kasat Reskrim Polres Grobogan, AKP Agung Joko Haryono, menyatakan pihaknya akan segera menindaklanjuti laporan tersebut.

Setelah kejadian, korban mengalami trauma berat. Keluarga memutuskan menitipkan YS ke pondok pesantren untuk pemulihan.

Pihak sekolah mengklaim telah memecat ST pada Desember 2023, usai penggerebekan warga pertama. Namun, saat penggerebekan kedua pada September 2024, sekolah menegaskan bahwa ST tidak lagi menjadi tanggung jawab mereka.

Perberat Hukuman

Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI menilai ST patut dijerat dengan pasal pemberatan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Anggota KPAI Dian Sasmita menyebut kasus kekerasan seksual yang dilakukan ST tidak dapat dinormalisasi, apapun alasannya. Apalagi kekerasan tersebut telah dilakukan berulang kali sejak korban kelas VIII SMP. 

“Kami mendesak aparat penegak hukum untuk menggunakan pasal pemberatan pidana,” ujarnya. 

Sofian menjelaskan dalam perkara ini ST dapat dijerat dengan Pasal 76D Undang-undang Perlindungan Anak. Pasal 76D tersebut berbunyi; setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Merujuk Pasal 81 Ayat 1 Undang-undang Perlindungan Anak, ancaman bagi pelaku paling lama berupa hukuman 15 tahun penjara. Namun karena ST merupakan tenaga kependidikan maka sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Ayat 3, ancaman hukumannya dapat diperberat dari 15 tahun menjadi 20 tahun penjara. 

“Ancmanan pidana diperberat dengan alasan juridis. Pertama korban masih anak yang merupakan murid sang guru. Kedua pelaku adalah seorang pendidik yang harusnya melindungi dan memberikan nilai-nilai moral dan edukasi pada muridnya,” pungkas Sofian.


Terkait

Dokter Priguna Tak Bisa Lagi Sentuh Pasien, STR dan SIP Dicabut Akibat Pemerkosaan
Minggu, 13 April 2025 | 15:36 WIB

Dokter Priguna Tak Bisa Lagi Sentuh Pasien, STR dan SIP Dicabut Akibat Pemerkosaan

drg. Arianti Anaya, MKM, menegaskan bahwa pencabutan STR dan SIP merupakan sanksi administratif tertinggi dalam profesi kedokteran di Indonesia

Geram Ulah Dokter Priguna Rudakpaksa Keluarga Pasien, Arzeti PKB Minta Pihak RS Juga Tanggung Jawab
Jum'at, 11 April 2025 | 18:54 WIB

Geram Ulah Dokter Priguna Rudakpaksa Keluarga Pasien, Arzeti PKB Minta Pihak RS Juga Tanggung Jawab

Arzeti Bilbina mengecam kekerasan seksual dokter residen di RSHS Bandung, menuntut sanksi untuk RS dan IDI.

Kasus Rudapaksa Keluarga Pasien di RS Hasan Sadikin, Singkap Fakta Ambiguitas Status Dokter PPDS
Jum'at, 11 April 2025 | 13:58 WIB

Kasus Rudapaksa Keluarga Pasien di RS Hasan Sadikin, Singkap Fakta Ambiguitas Status Dokter PPDS

Kasus pemerkosaan oleh dokter residen di RSHS soroti ambiguitas status PPDS, peserta didik tapi berfungsi layaknya tenaga medis penuh tanpa perlindungan kerja.

Terbaru
Kala Masyarakat Beralih Investasi Emas di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
polemik

Kala Masyarakat Beralih Investasi Emas di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Senin, 14 April 2025 | 19:15 WIB

Harga emas bakal terus melejit, bahkan pada akhir tahun ini harga emas Antam diprediksi bisa tembus mencapai Rp2,5 juta per gram.

Jalur Sutra Sepak Bola China: Hidup Mati di Markas Timnas Indonesia polemik

Jalur Sutra Sepak Bola China: Hidup Mati di Markas Timnas Indonesia

Sabtu, 12 April 2025 | 10:07 WIB

China yang klaim penemu sepak bola punya ambisi besar untuk jadi kekuatan dunia. Ambisi itu bakal dipertaruhkan di markas Timnas Indonesia.

Review Jumbo: Sebenarnya Film 'Horor' yang Dibalut Kebahagiaan nonfiksi

Review Jumbo: Sebenarnya Film 'Horor' yang Dibalut Kebahagiaan

Sabtu, 12 April 2025 | 09:39 WIB

Jumbo, secara mengejutkan, menjadi salah satu film lebaran 2025 yang paling banyak ditonton.

Evakuasi Gaza: Misi Kemanusiaan atau 'Kartu AS' Prabowo Hadapi Tarif Trump? polemik

Evakuasi Gaza: Misi Kemanusiaan atau 'Kartu AS' Prabowo Hadapi Tarif Trump?

Jum'at, 11 April 2025 | 12:50 WIB

Saya kira ini sebenarnya bukan isu kemanusiaan, tapi isu politik. Prabowo sepertinya tidak punya cara lain untuk bernegosiasi dengan Trump, kata Smith.

Urbanisasi Pasca Lebaran: Jakarta Antara Momok dan Kota Impian polemik

Urbanisasi Pasca Lebaran: Jakarta Antara Momok dan Kota Impian

Kamis, 10 April 2025 | 20:23 WIB

Faktor orang berbondong-bondong ke kota besar, terutama Jakarta adalah penghasilan mereka di daerah semakin tidak mencukupi memenuhi kebutuhan hidup.

Guru Sekolah Rakyat Dikontrak, Kualitas Pendidikan Terancam? polemik

Guru Sekolah Rakyat Dikontrak, Kualitas Pendidikan Terancam?

Kamis, 10 April 2025 | 14:23 WIB

Ini bisa menjadi tantangan bahkan hambatan ketika guru-guru yang direkrut adalah guru-guru yang tidak punya pengalaman, kata Satriwan.

Di Balik Gangguan Layanan JakOne Mobile Bank DKI di Hari Raya polemik

Di Balik Gangguan Layanan JakOne Mobile Bank DKI di Hari Raya

Rabu, 09 April 2025 | 19:47 WIB

Ari bilang eror seperti itu bukanlah hal baru selama ia memakai JakOne Mobile.