Senin, 01 Jan 2024
Kedaulatan Pangan: Hal yang Luput Dibicarakan dari Polemik Pembredelan Pameran Lukisan Yos Suprapto
Home > Detail

Kedaulatan Pangan: Hal yang Luput Dibicarakan dari Polemik Pembredelan Pameran Lukisan Yos Suprapto

Bimo Aria Fundrika | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Senin, 30 Desember 2024 | 11:20 WIB

Suara.com - Pameran tunggal Yos Suprapto di Galeri Nasional, Jakarta, resmi dibatalkan. Tidak ada kesepakatan antara Yos, kurator, dan pihak Galeri Nasional.

Pameran bertema "Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan" ini rencananya berlangsung pada 20 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025. Namun, karya Yos menuai kontroversi karena dinilai vulgar. Lukisan-lukisannya dianggap menampilkan ketelanjangan, caci maki, dan dianggap kehilangan metafora.

Penilaian tersebut disampaikan oleh kurator, Suwarno Wisetrotomo, dan kemudian diperkuat oleh Menteri Kebudayaan, Fadli Zon.

Yos menolak tudingan itu. Ia menjelaskan, ketelanjangan dalam seni adalah simbol kepolosan dan kejujuran. 

"Manusia lahir telanjang, tanpa busana," tegasnya.

Petugas menurunkan lukisan karya seniman Yos Suprapto di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (23/12/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Petugas menurunkan lukisan karya seniman Yos Suprapto di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (23/12/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Menurut Yos, cara pandang seseorang menentukan makna karya seni. Ia mengutip Pablo Picasso: "The beauty is in the eye of the beholder," yang berarti keindahan bergantung pada siapa yang melihatnya.

Meski dibatalkan, perdebatan ini memicu diskusi lebih luas tentang seni, kebebasan berekspresi, dan tafsir estetika.

"Itu tadi kalau kita melihatnya dengan kacamata  mesum, apa yang terjadi? Nah, ini seperti dikatakan oleh Menteri Kebudayaan tadi. Itu ada orang bersenggama. Di dalam otaknya yang dilihatnya itu," kata Yos di Kantor YLBHI, Jakarta, Sabtu (21/12/2024) lalu.

Pembatalan pameran Yos Suprapto justru membuat karya-karyanya tersebar luas di media sosial dan pemberitaan. Namun, menurut seniman Yogyakarta, Iwan Wijono, perdebatan publik hanya berfokus pada aspek vulgar atau tidaknya karya tersebut.

Iwan menilai, seharusnya perdebatan mengarah pada persoalan pangan di Indonesia. Masalah utama adalah keterputusan manusia dengan alam, yang jarang menjadi sorotan.

Ia juga menyoroti bagaimana alam dikuasai oleh pebisnis dan pemerintah. Kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat kecil turut memberangus keberlanjutan pertanian.

“kedaulatan pangan sendiri tidak terbahas secara utuh di perdebatan  pemberangusan. Itu-kan tidak dibahas. Sampai sekarang pun tidak dibahas. Yang dibahas soal vulgar atau tidak vulgar," kata Iwan saat dihubungi Suara.com.

Kekuasaan dan Lahan 

Sebelum pameran dibatalkan, dua karya Yos Suprapto, Konoha I dan Konoha II, awalnya dilarang dipamerkan atas permintaan kurator, Suwarno Wisetrotomo. Larangan itu kemudian meluas hingga mencakup tiga karya lainnya: Niscaya, Makan Malam, dan 2019.

Menurut Yos, kelima lukisan tersebut adalah hasil penelitian selama 15 tahun tentang persoalan pangan di Indonesia. Ia menekankan bahwa lahan pertanian, sebagai sumber pangan, tidak terpisahkan dari kekuasaan.

Salah satu karyanya, Konoha II, menampilkan kritik tajam terhadap kekuasaan. Lukisan itu menggambarkan seorang Raja Jawa dan perempuan telanjang menikmati buah-buahan serta wine. 

Di bawah sang raja, sejumlah manusia saling menjilat, simbol pengikut setia. Di sisi lain, petani digambarkan berteriak sambil mengacungkan arit dan parang. Tak jauh dari mereka, tikus-tikus berkumpul di bawah sajian mewah sang raja.

Karya ini menyindir tajam relasi kekuasaan, eksploitasi, dan keterpinggiran petani.

Penampakan lukisan karya seniman Yos Suprapto yang batal dipamerkan di Galeri Nasional. (Suara.com/Fakhri)
Penampakan lukisan karya seniman Yos Suprapto yang batal dipamerkan di Galeri Nasional. (Suara.com/Fakhri)

"Lihatlah yang di samping itu apa? Di samping itu ada orang mengendap. Mereka makan remah-remahnya saja. Sementara yang di sampingnya, lihatlah? Di bawahnya itu apa? Ada rakyat kecil yang berteriak-teriak, tapi tidak gubris. Mereka tetap jilat pantat untuk mencapai tujuan," jelas Yos.

Sementara, lukisan Konoha I menggambarkan kekuasaan raja yang berdiri di atas penderitaan rakyat kecil. Sosok raja itu dianggap sejumlah pihak menyerupai Presiden Joko Widodo. Dalam karya tersebut, Yos Suprapto melukiskan seorang raja yang menginjak manusia, dikawal oleh orang-orang bersenjata berseragam hijau dan coklat.

Menurut Yos, penguasa hidup dari rakyat kecil melalui pajak. Kekuasaan, katanya, terkait langsung dengan hilangnya ketahanan pangan karena berakar pada penguasaan lahan rakyat.

Seniman Bambang Adyatmata alias Yayak Yatmaka menegaskan bahwa kekuasaan dan pangan tidak bisa dipisahkan. Yayak, yang pernah ditangkap saat konflik agraria di Desa Wadas, menyebut bahwa tema karya Yos relevan dengan kegagalan pemerintahan Jokowi, khususnya dalam proyek food estate.

Menurut WALHI, pada Oktober 2024, food estate adalah warisan buruk era Jokowi. Proyek Strategis Nasional ini menyebabkan penggusuran paksa, kriminalisasi petani, perusakan lingkungan, dan perampasan lahan. Akibatnya, 15.000 hektare lahan di Sumatra dan 10.000 hektare di Papua dialihfungsikan secara paksa sejak 2022, membuat 3.000 keluarga kehilangan lahan garapan.

Bagi Yayak, simbol-simbol dalam karya Yos mencerminkan kegagalan ketahanan pangan di era Jokowi. Ia menilai tidak relevan jika tema pameran yang mengangkat kedaulatan pangan disampaikan dengan cara yang santun dan indah. 

"Pelukis adalah pencatat peradaban," tegas Yayak, menyoroti pentingnya seni sebagai kritik atas zaman.

"Caci maki itu kan penilaian. Jadi sebetulnya kata sopan santun itu yang mesti dicurigai. Untuk kepentingan siapa?" Kata Yayak saat dihubungi Suara.com.

Kritik Pengelolaan Tanah oleh Negara

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid (Instagram)
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid (Instagram)

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid punya penilaian sendiri. Menurutnya, karya Yos, lebih dari soal keindahan, tapi juga bentuk kritik. Ia adalah kritik terhadap kebijakan negara dalam mengelola tanah untuk masyarakat. Karya Yos ialah juga kritik terhadap negara yang tidak beretika dalam mengelola tanah untuk masyarakat.

"Sehingga masyarakat tidak punya kedaulatan atas tanahnya itu. Nah, sampai di titik itu saya bisa mengerti kenapa ada yang resah dari unsur kekuasaan itu," kata Usman beberapa waktu lalu.

Usman mengutip pernyataan pelapor khusus PBB, Hilal Elver soal kebijakan pangan di Indonesia yang dinilai cenderung monolitik, hanya berfokus pada beras. Kecenderungan itu  yang dianggap Usman yang berdampak terhadap banyaknya kasus penggusuran tanah masyarakat.

Dia mencontohkan proyek Merauke Food Estate yang berpotensi membabat hingga 4 juta hektare lahan di Papua Selatan untuk pembangunan area pertanian, termasuk untuk gula tebu dan sawah.

Atas nama pembangunan yang tidak memperhatikan hak hidup masyarakat, menurutnya tergambar dari konflik agraria yang terjadi di beberapa wilayah seperti Wadas, Banyuwangi, Lombok, Rempang, hingga Sulawesi. Atas sejumlah hal itulah, Usman menilai, karya-karya Yos yang gagal dipamerkan, merupakan rangkain persoalan pangan yang diterjemahkan dalam bentuk seni lukis.

"Ini menjadi suara bagi masyarakat yang hak-haknya terpinggirkan oleh pembangunan yang lapar tanah dan tidak ramah lingkungan," kata Usman.

Terbaru
Menyingkap Fakta 'Operasi Bersinar DWP': Benarkah Pemerasan Berkedok Razia Narkoba Sistemik dan Terorganisir?
polemik

Menyingkap Fakta 'Operasi Bersinar DWP': Benarkah Pemerasan Berkedok Razia Narkoba Sistemik dan Terorganisir?

Kamis, 02 Januari 2025 | 11:32 WIB

Donald Parlaungan Simanjuntak jadi salah satu nama yang mendapatkan vonis Pemberhentian Tidak Dengan Hormat

Di Balik Penetapan Hasto Kristiyanto Sebagai Tersangka: Benarkah Ada Pertarungan Jokowi vs PDIP? polemik

Di Balik Penetapan Hasto Kristiyanto Sebagai Tersangka: Benarkah Ada Pertarungan Jokowi vs PDIP?

Selasa, 31 Desember 2024 | 10:08 WIB

KPK mendakwa Hasto dengan dua pasal: suap dan perintangan penyidikan. Ia diduga mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan tidak sesuai fakta.

Menanti Taring Kortas Tipikor Polri Menindak Polisi Pemeras WN Malaysia polemik

Menanti Taring Kortas Tipikor Polri Menindak Polisi Pemeras WN Malaysia

Senin, 30 Desember 2024 | 18:03 WIB

anggota polisi yang terlibat kasus pemerasan ini berpotensi diproses secara pidana

Pengampunan Koruptor Ancam Target Ekonomi Prabowo 8 Persen polemik

Pengampunan Koruptor Ancam Target Ekonomi Prabowo 8 Persen

Jum'at, 27 Desember 2024 | 19:26 WIB

Potensi semakin suburnya tindak pidana korupsi akan turut berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.

Mengenang 20 Tahun Tsunami Aceh: Duka tak Berujung Para Penyintas nonfiksi

Mengenang 20 Tahun Tsunami Aceh: Duka tak Berujung Para Penyintas

Kamis, 26 Desember 2024 | 19:26 WIB

Edi ziarah ke makam tanpa nisan untuk mengenang 20 tahun peristiwa gempa dan tsunami Aceh.

'Masuk Pintu Aceh, Keluar Pintu Katolik': Merayakan Iman Tanpa Gangguan di Negeri Syariat nonfiksi

'Masuk Pintu Aceh, Keluar Pintu Katolik': Merayakan Iman Tanpa Gangguan di Negeri Syariat

Rabu, 25 Desember 2024 | 17:14 WIB

"Ternyata hukum syariat tidak mengganggu, membatasi, mereduksi kami punya eksistensi. Kami bisa berekspresi, ujar Baron.

Hasto Tersangka, Akhir Karier Politik Sekjen PDIP polemik

Hasto Tersangka, Akhir Karier Politik Sekjen PDIP

Selasa, 24 Desember 2024 | 23:14 WIB

Tak tanggung-tanggung, KPK menjerat Hasto dengan dua perkara sekaligus