Juru Kunci Ribuan Jiwa: Kisah Penjaga Makam Massal Korban Tsunami Aceh
Home > Detail

Juru Kunci Ribuan Jiwa: Kisah Penjaga Makam Massal Korban Tsunami Aceh

Erick Tanjung

Jum'at, 20 Desember 2024 | 17:29 WIB

Suara.com - Menjadi juru kunci, Amran merawat kuburan massal tempat peristirahatan terakhir lebih dari 46 ribu korban Tsunami Aceh. Ia melanjutkan pekerjaan sang ayah yang telah meninggal dunia.

LELAKI itu tengah bergumul dengan mesin pemotong rumput di tanah lapang yang hijau dan luas. Di sekitarnya, tumpukan rumput bertebaran, hasil potongannya. Setelah lelah dan berpeluh dibakar terik matahari menjelang siang, Jumat, 13 Desember 2024, ia istirahat sekejap sambil membakar rokok.

"Rumput yang menumpuk itu untuk pakan sapi," kata Amran dalam perbincangan dengan Suara.com.

Pria 38 tahun itu bukan sekadar pemotong rumput. Ia adalah juru kunci kuburan massal korban Tsunami Aceh di Gampong Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Di lahan tanpa nisan seluas dua hektare itu, setidaknya dimakamkan 46.718 korban tsunami pada 26 Desember 2004. Ini adalah salah satu dari sejumlah kuburan massal korban tsunami di Aceh.

Bencana ini menjadi salah satu yang paling dahsyat di abad ke-21. Korban jiwa lebih dari 200 ribu orang, sementara setengah juta lainnya kehilangan tempat tinggal.

Proses evakuasi korban sangat berat. Banyak jenazah yang berserakan harus diurus oleh para relawan dan warga Aceh yang selamat, pekerjaan yang memakan waktu hingga berbulan-bulan. Kuburan massal digali untuk menampung ribuan korban. Bahkan bertahun tahun kemudian, kerangka korban tsunami masih ditemukan, terutama saat warga membangun rumah di pesisir pantai.

Amran telah merawat makam di Siron itu sejak 2021, setelah ayahnya, Muhammad Kasim, meninggal. Pemerintah setempat menawarkan Amran untuk melanjutkan tugas ayahnya sebagai juru kunci makam.

Kuburan massal korban tsunami di Gampong Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. [Suara.com/Habil Razali]
Kuburan massal korban tsunami di Gampong Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. [Suara.com/Habil Razali]

Ia menerima tawaran itu karena mengenang keikhlasan ayahnya yang dahulu menguburkan para korban, ditambah lagi saat itu Amran belum memiliki pekerjaan tetap.

"Akhirnya saya di sini sampai sekarang. Sehari-hari, sejak pagi hingga sore, saya berada di kuburan ini," ujar Amran.

Mengubur Jenazah

Ketika tsunami terjadi, Amran masih duduk di bangku kelas satu SMA. Tinggal di Gampong Gani, Ingin Jaya—yang jauh dari pantai— ia dan keluarganya selamat dari bencana.

Namun, hari-hari setelah tsunami, Amran belia sering kehilangan ayahnya di rumah.

"Beliau pagi malam tidak pulang. Kami di rumah khawatir," katanya.

Mendengar ayahnya sibuk menguburkan korban tsunami, Amran lantas mendatangi kuburan massal Siron. Di sana, ia melihat langsung ayahnya menguburkan ribuan jenazah yang terus berdatangan dengan truk.

"Menurut cerita keluarga, saat itu tidak ada yang mau mengurus jenazah karena tidak sanggup melihat, sehingga ayah inisiatif bersama relawan lainnya," kata Amran.

Penguburan di Siron berlangsung hingga tiga bulan setelah tsunami. Saat lebaran Idul Adha pada 21 Januari 2005, Kasim masih mengantarkan jenazah itu ke tempat peristirahatan terakhir.

"Saat lebaran, beliau banyak menghabiskan waktu di kuburan ini daripada bersama keluarga," katanya.

Jenazah-jenazah yang dikuburkan di Siron awalnya berasal dari kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Lambaro, tempat evakuasi korban luka dan jenazah tsunami. Ketika jumlah jenazah semakin menumpuk, Kasim diminta membantu proses penguburan darurat. Tanah milik negara di Gampong Siron dipilih sebagai lokasi kuburan massal.

Menggunakan alat berat, Kasim dan tim menggali liang kubur hingga sedalam tujuh meter. Jenazah dimakamkan secara massal tanpa prosesi formal, seperti doa atau pengafanan. Truk-truk yang membawa jenazah langsung menumpahkan muatannya ke liang kubur. Alat berat kemudian menutup kuburnya dengan tanah.

Dalam sehari, Kasim bisa menguburkan ratusan hingga 3.000 jenazah. Tantangan seperti genangan air di liang kubur pun harus dihadapi. Mereka menyiasatinya dengan melapisi jenazah menggunakan dedaunan agar tidak terapung.

Kuburan massal korban tsunami di Gampong Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. [Suara.com/Habil Razali]
Kuburan massal korban tsunami di Gampong Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. [Suara.com/Habil Razali]

Ia bekerja dari pagi hingga dini hari. Tidak banyak orang seperti Kasim pada saat itu.

"Bukan tidak mau, tapi saat itu tidak ada orang yang tega melihat manusia dikuburkan seperti itu,” ujar Kasim, ketika diwawancarai jurnalis Habil pada 2019 silam. Kasim meninggal pada 2021.

“Saya bukan berani, tapi ketika itu hati nurani saya seperti sudah ditutup oleh Allah, jadi ketika mengubur ribuan jenazah, saya merasa biasa saja. Rasa sayang itu tidak ada lagi."

Setelah tiga bulan, lahan di Siron penuh, dan penguburan dihentikan. Jenazah yang ditemukan kemudian dimakamkan di kuburan massal lain, seperti di Ulee Lheue, Banda Aceh.

Kasim sempat meninggalkan kuburan Siron. Namun, mimpi tentang ribuan korban yang 'memanggil' membuatnya kembali ke tempat peristirahatan terakhir itu. Ia merawat makam yang telah ditumbuhi semak belukar hingga kelak pemerintah menjadikan tempat itu situs peringatan tsunami.

Mimpi hingga Kesurupan

Amran mengaku beberapa kali mengalami hal-hal mistis sejak bekerja di kuburan massal ini. Misalnya, saat sore tiba, ia merasa seperti melihat bayangan seseorang berjalan, meski tidak ada siapa pun di sana.

"Saat saya menyapu, kadang terasa seperti ada orang lewat," katanya.

Pada hari pertama bekerja di kuburan itu, Amran bermimpi bertemu seorang pria berpakaian serba putih, yang ia sebut sebagai Teungku—gelar ulama di Aceh.

"Dalam mimpi itu, Teungku bertanya, 'Kamu siapa?' Saya menjawab, 'Saya anak almarhum yang bekerja di kuburan massal ini, saya menggantikan beliau,'" katanya.

Selain itu, ia pernah bermimpi tentang seorang korban tsunami yang meminta pertolongan.

"Ia selalu meminta tolong kepada saya," ujar Amran.

Amran, juru kunci Makam Siron, kuburan massa korban tsunami di Aceh. [Suara.com/Habil Razali]
Amran, juru kunci Makam Siron, kuburan massa korban tsunami di Aceh. [Suara.com/Habil Razali]

Amran juga menceritakan kejadian saat seorang peziarah kesurupan di tempat itu. Menurut keluarga peziarah, mereka awalnya tidak yakin orang tua mereka dimakamkan di Siron, tapi menduga lokasinya di kuburan massal Ulee Lheue.

"Saat tiba di sini, peziarah itu kesurupan," kata Amran.

Selama kesurupan, peziarah itu berbicara seolah-olah sebagai jiwa keluarga yang meninggal.

"Yang masuk ke tubuh orang itu mengatakan, 'Saya di sini, kenapa datangnya ke Ulee Lheue? Seharusnya ziarahi dua-duanya,'" jelas Amran. Setelah keluarga membacakan surat Yasin, peziarah itu tersadar.

"Suami peziarah itu memanggil saya. Dia bilang yang masuk ke istrinya itu adalah ibunya sendiri," kata Amran.

Tak Terkesan Angker

Meski ada cerita mistis, kuburan massal Siron kini tidak terlihat menyeramkan. Amran rutin merapikan area kuburan, termasuk memotong rumput yang tumbuh.

"Kalau tidak dibersihkan, kuburan ini akan tampak angker," katanya.

Berlokasi di pinggir jalan menuju Bandara Sultan Iskandar Muda, area ini ramai didatangi peziarah, termasuk wisatawan lokal dan mancanegara. Peziarah dari berbagai agama datang ke sini untuk berdoa. Makam akan makin ramai menjelang ulang tahun tsunami atau lebaran.

Amran memiliki cara menjaga keharmonisan ketika pengunjung dari agama berbeda datang bersamaan.

"Saya pisahkan tempat mereka agar tidak saling mengganggu saat berdoa," katanya.

Namun, ia berharap pemerintah lebih memperhatikan kondisi makam ini, terutama dengan melakukan renovasi.

"Balai untuk peziarah sudah rusak dan bocor. Mereka yang datang sering bertanya, kenapa kondisinya seperti ini, apakah tidak ada dana?" kata Amran.

_______________________________________

Kontributor Aceh: Habil Razali


Terkait

20 Tahun Tsunami Aceh: Delisa, Sang Penyintas, Ingatkan Pentingnya Mitigasi
Jum'at, 20 Desember 2024 | 08:00 WIB

20 Tahun Tsunami Aceh: Delisa, Sang Penyintas, Ingatkan Pentingnya Mitigasi

Sebagai penyintas tsunami, Delisa berusaha untuk menyadarkan banyak orang bahwa musibah bisa terjadi kapan saja.

Kekejaman Assad Dibandingkan Nazi, 100.000 Jenazah Ditemukan di Kuburan Massal Suriah
Rabu, 18 Desember 2024 | 22:25 WIB

Kekejaman Assad Dibandingkan Nazi, 100.000 Jenazah Ditemukan di Kuburan Massal Suriah

"Saya tidak meragukan jumlah tersebut setelah melihat kuburan massal ini," kata Rapp soal 100.000 lebih jenazah yang ditemukan dalam kuburan itu, dilansir dari CNA.

Kabar Gempa Vanuatu Bikin Khawatir, KBRI Canberra Susah Hubungi WNI
Selasa, 17 Desember 2024 | 15:56 WIB

Kabar Gempa Vanuatu Bikin Khawatir, KBRI Canberra Susah Hubungi WNI

Hartyo menyampaikan bahwa berdasarkan informasi dari otoritas Vanuatu yang berada di Sydney, jaringan telekomunikasi di ibu kota Vanuatu, Port Vila, lumpuh hingga saat ini.

Terbaru
Sengketa Blang Padang: Tanah Wakaf Sultan Aceh untuk Masjid Raya
polemik

Sengketa Blang Padang: Tanah Wakaf Sultan Aceh untuk Masjid Raya

Selasa, 01 Juli 2025 | 18:32 WIB

"Dalam catatan sejarah itu tercantum Blang Padang (milik Masjid Raya), kata Cek Midi.

Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa! nonfiksi

Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa!

Sabtu, 28 Juni 2025 | 09:05 WIB

M3GAN 2.0 nggak lagi serem seperti film pertamanya.

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar polemik

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar

Kamis, 26 Juni 2025 | 19:08 WIB

"Tapi saya yakin tidak ada lah penegakan hukum yang akan menjerat penjual pecel lele. Itu tidak apple to apple," ujar Zaenur.

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam polemik

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam

Kamis, 26 Juni 2025 | 14:36 WIB

Setiap tindak penyiksaan harus diberikan hukuman yang setimpal dan memberi jaminan ganti rugi terhadap korban serta kompensasi yang adil, jelas Anis.

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu? polemik

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu?

Kamis, 26 Juni 2025 | 08:41 WIB

Kerja sama tersebut menghilangkan daya kritis ormas keagamaan terhadap kebijakan atau keputusan pemerintah yang tidak pro rakyat.

2 Juta Lapangan Kerja dari Koperasi Prabowo: Ambisius atau Realistis? polemik

2 Juta Lapangan Kerja dari Koperasi Prabowo: Ambisius atau Realistis?

Rabu, 25 Juni 2025 | 21:34 WIB

Angka ini sangat ambisius apabila dilihat dari track record koperasi kita, kata Jaya.

Marcella Mengaku, Marcella Membantah; Upaya Membelokan Nalar Kritis di Ruang Publik polemik

Marcella Mengaku, Marcella Membantah; Upaya Membelokan Nalar Kritis di Ruang Publik

Rabu, 25 Juni 2025 | 18:34 WIB

Pengakuan Marcella Soal Biaya Narasi Penolakan RUU TNI dan "Indonesia Gelap" Dinilai Berbahaya: Membuat Kelompok Masyarakat Sipil Semakin Rentan