Senin, 01 Jan 2024
Menagih Independensi KPK di Tengah Wacana Penyidik Tunggal Kasus Rasuah
Home > Detail

Menagih Independensi KPK di Tengah Wacana Penyidik Tunggal Kasus Rasuah

Bimo Aria Fundrika | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Kamis, 12 Desember 2024 | 19:05 WIB

Suara.com - Wacana menjadikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga tunggal penyidikan kasus korupsi kembali muncul. Ide ini dilontarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra.

Yusril menyebut, wacana tersebut sejalan dengan Konvensi Antikorupsi PBB dan UU Nomor 1/2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurutnya, ada tumpang tindih kewenangan antara KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri dalam penanganan perkara korupsi.

“KPK memiliki kewenangan spesifik untuk menangani kasus yang menarik perhatian publik atau dengan kerugian negara lebih dari satu miliar. Namun, kewenangan ini juga dimiliki oleh polisi dan kejaksaan,” jelas Yusril di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2024).

Meski begitu, wacana ini belum final. Yusril menegaskan bahwa gagasan tersebut masih perlu diskusi panjang. Bukan hanya dengan lembaga penegak hukum, tetapi juga akademisi dan aktivis antikorupsi.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra. (Suara.com/Dea)
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra. (Suara.com/Dea)

Jika wacana ini jadi direalisasikan, langkah pertama adalah merevisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. 

“Tidak bisa terburu-buru,” pungkas Yusril.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya, menilai independensi KPK harus menjadi perhatian utama sebelum wacana ini direalisasikan. Dalam Konvensi PBB Antikorupsi (United Nations Convention Against Corruption), salah satu kewajiban negara anggota adalah memiliki lembaga antikorupsi yang independen.

“Tujuannya agar penanganan perkara korupsi bebas dari potensi intervensi lembaga kekuasaan mana pun,” ujar Diky kepada Suara.com, Kamis (12/12/2024).

Peneliti ICW Diky Anandya memaparkan hasil analisis terkait tren korupsi sepanjang 2023 di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (19/5/2024). (Suara.com/Yaumal)
Peneliti ICW Diky Anandya memaparkan hasil analisis terkait tren korupsi sepanjang 2023 di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (19/5/2024). (Suara.com/Yaumal)

Disfungsi sistem kontrol kekuasaan

Namun, independensi KPK justru dipertanyakan sejak revisi Undang-Undang KPK pada 2019. Revisi ini membuat KPK berada di bawah rumpun eksekutif, sementara status pegawainya beralih menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dalam tulisannya di The Conversation, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Anthoni Utra, menilai bahwa revisi UU KPK pada 2019 merupakan puncak dari upaya pelemahan yang telah berlangsung lebih dari satu dekade.

Sejak 2009, DPR dan pemerintah sudah sembilan kali menggagas revisi UU KPK. Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, revisi yang diajukan DPR selalu ditolak. Namun, upaya serupa kembali muncul pada masa pemerintahan Jokowi.

Sejak 2015, DPR dan pemerintah terus mengusulkan revisi tersebut, yang akhirnya terwujud pada September 2019.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Nabila Yusuf, dalam tulisannya di The Conversation menyatakan mulusnya revisi UU KPK merupakan contoh lemahnya checks and balances praktik legislasi di Indonesia. 

Sejak amandemen UUD 1945 keempat pada 2002, DPR memiliki kekuasaan utama dalam pembentukan UU, meski presiden tetap berwenang mengajukan, membahas, dan mengesahkan rancangan UU. Sayangnya, revisi UU KPK tahun 2019 menunjukkan kolaborasi DPR dan presiden mengabaikan partisipasi publik, meski protes besar terjadi.

Praktik ini mencerminkan pola politik totaliter. Dalam situasi ini, masyarakat dianggap tidak perlu dilibatkan. Demikian tulis Nabila mengutip Miriam Budiardjo. Dalam konteks ini, gagasan partisipasi hanya alat kontrol oleh elite politik.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) yang semestinya menjadi pengoreksi juga gagal menjalankan fungsinya sebagai penyeimbang kekuasaan antara presiden dan DPR. 

Di sisi lain, hasil analisis Transparency International Indonesia melalui Anti-Corruption Agency (ACA) Assessment menunjukkan penurunan signifikan kinerja KPK pasca-revisi UU tersebut. Dari 50 indikator yang terbagi dalam enam dimensi, independensi KPK tercatat menurun sebesar 55 persen. Selain itu, dimensi penyelidikan dan penuntutan juga mengalami penurunan hingga 22 persen.

Independensi, Syarat Mutlak Penyidik Tunggal

Diky Anandya menegaskan pentingnya merevisi Undang-Undang KPK untuk memulihkan independensi lembaga ini sebelum menjadikannya penyidik tunggal kasus korupsi. Independensi para pimpinan KPK juga harus dipastikan, selain Independensi kelembagaan 

"Proses pemilihan pimpinan dalam beberapa periode terakhir menunjukkan masalah ini," ujar Diky. 

Contohnya, pemilihan pimpinan KPK 2024-2029 dinilai tidak objektif. Komposisi pimpinan didominasi aparat penegak hukum, seperti Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung. Salah satu pimpinan terpilih, Johanis Tanak, bahkan sempat tersandung dugaan pelanggaran etik karena berkomunikasi dengan pihak yang berperkara.

Diky menekankan, para pimpinan KPK harus benar-benar lepas dari keterikatan lembaga asal. 

"Mereka harus mengundurkan diri saat memimpin KPK, apalagi jika KPK menjadi lembaga tunggal penyidik korupsi," tegasnya.

Tantangan Politik dan Dukungan Publik

Peneliti PUKAT UGM, Zaenur Rohman, menyebut wacana ini menarik dan berpotensi direalisasikan. Namun, ia mengingatkan tantangan politisnya.

"Apakah partai koalisi pemerintah bersedia? Bisakah Presiden Prabowo meyakinkan mereka? Bagaimana menghadapi resistensi dari Polri dan Kejaksaan Agung?" tanya Zaenur. 

Jika semua itu dapat diatasi, menurutnya, wacana ini akan membawa perbaikan.

Namun, ia menilai langkah yang lebih mendesak adalah memulihkan independensi KPK melalui revisi UU KPK.

Wacana ini juga memicu perdebatan di Komisi III DPR RI. Hinca Panjaitan dari Fraksi Demokrat menyambut baik ide tersebut. Menurutnya, diskusi lebih lanjut diperlukan, termasuk mendengar masukan masyarakat.

Sebaliknya, Nasir Djamil dari Fraksi PKS menyebut wacana ini berlebihan. Ia khawatir KPK akan kewalahan.

"Kejaksaan dan Polri justru membantu KPK dengan kewenangan yang ada," ujarnya.

Terbaru
Ironi! Vonis Ringan Penganiaya Balita: Kekerasan Anak Berulang di Daycare Depok
polemik

Ironi! Vonis Ringan Penganiaya Balita: Kekerasan Anak Berulang di Daycare Depok

Jum'at, 13 Desember 2024 | 14:16 WIB

"Kalau pengadilan tidak bisa memberikan efek jera terhadap para pemilik lembaga pendidikan itu, saya khawatir ini akan terus berulang terjadi," ujar Lia.

Eks Tim Mawar Dapat Jabatan Penting, Penegakan HAM Era Prabowo Makin Genting polemik

Eks Tim Mawar Dapat Jabatan Penting, Penegakan HAM Era Prabowo Makin Genting

Kamis, 12 Desember 2024 | 19:49 WIB

Ketika Prabowo menjabat Menhan, beberapa prajurit TNI eks Tim Mawar mendapat posisi strategis

Menagih Independensi KPK di Tengah Wacana Penyidik Tunggal Kasus Rasuah polemik

Menagih Independensi KPK di Tengah Wacana Penyidik Tunggal Kasus Rasuah

Kamis, 12 Desember 2024 | 19:05 WIB

Ide ini dilontarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra.

Aksi Pelecehan Seksual Agus 'Buntung' Noda Hitam Inklusi Disabilitas polemik

Aksi Pelecehan Seksual Agus 'Buntung' Noda Hitam Inklusi Disabilitas

Kamis, 12 Desember 2024 | 12:09 WIB

"Penyandang disabilitas adalah manusia pada umumnya yang bisa menjadi tersangka atau pelaku, bisa menjadi korban, bisa menjadi saksi," kata Jonna.

Prabowo Ganti 300 Jenderal TNI, The Rising Star Militer Era Jokowi Terpental polemik

Prabowo Ganti 300 Jenderal TNI, The Rising Star Militer Era Jokowi Terpental

Kamis, 12 Desember 2024 | 09:35 WIB

Rotasi 300 jenderal TNI merupakan bagian dari konsolidasi Prabowo sebagai panglima tertinggi.

Firli Bahuri Masih Melenggang Bebas, Kinerja Kortas Tipikor Dipertanyakan polemik

Firli Bahuri Masih Melenggang Bebas, Kinerja Kortas Tipikor Dipertanyakan

Rabu, 11 Desember 2024 | 19:02 WIB

komitmen pemberantasan korupsi lewat Kortas Tipikor dipertanyakan, mengingat kasus Firli yang menggantung.

Rapor Merah Satu Dekade Jokowi, Bagaimana Masa Depan HAM di Era Prabowo? polemik

Rapor Merah Satu Dekade Jokowi, Bagaimana Masa Depan HAM di Era Prabowo?

Rabu, 11 Desember 2024 | 17:05 WIB

"Rendahnya skor pemajuan HAM memvalidasi gagalnya Presiden Jokowi dalam memenuhi janji-janji, baik dalam nawacita pertama maupun nawacita kedua," kata Insiyah.