Suara.com - Kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan penyandang disabilitas, I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung menyita perhatian publik. Pasalnya publik sempat meragukan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan pria asal Lombok itu karena ia tak memiliki kedua tangan.
Namun, fakta mulai terkuak. Korbannya bertambah menjadi 15 orang, termasuk anak di bawah umur. Modus Agus pun terungkap. Polisi meyebut dalam menjalankan aksi bejatnya, Agus memanipulasi emosional dan memberikan ancaman psikologis kepada para korban agar mengikuti keinginannya.
Menanggapi kasus tersebut, Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) Jonna Damanik menjelaskan bahwa penyandang disabilitas memang memiliki keterbatasan secara individual dan lingkungan, tapi tidak serta merta menafikan untuk menjadi pelaku kekerasan seksual.
"Bahwa penyandang disabilitas adalah manusia pada umumnya yang bisa menjadi tersangka atau pelaku, bisa menjadi korban, bisa menjadi saksi," kata Jonna saat konferensi pers secara daring pada Rabu (11/12/2024).
Meski memiliki keterbatasan fisik, penyandang disabilitas banyak yang hidup secara mandiri dan beraktivitas orang pada umumnya. Contohnya dirinya sebagai penyandang tunanetra. Ia menggunakan ponsel, bahkan bisa mengikuti video telekonferensi dengan caranya sendiri dengan bantuan teknologi.
Contoh lainnya, penyandang tuli bisa mendengar dengan caranya sendiri, begitu pula dengan penyandang bisu yang dapat berbicara dengan caranya sendiri.
"Penyandang disabilitas punya cara yang berbeda dengan hambatan individualnya, seperti sensorik, mental, intelektual atau fisik. Tapi kami punya cara," ujar dia.
Oleh karena itu, Jonna menyayangkan masyarakat terjebak dalam pola pikir yang salah dalam memandang kelompok disabilitas. Menurutnya penyandang disabilitas adalah manusia pada umumnya.
Sexual Grooming
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad yang juga penyandang disabilitas menyatakan bahwa kekerasan seksual yang dilakukan Agus tidak terkait dengan keterbatasan fisiknya. Kasus Agus berbeda dengan penyandang disabilitas mental. Misalnya, ketika seorang disabilitas mental kambuh, tanpa sadar tiba-tiba memeluk seorang perempuan. Setelah sadar ia mengetahui perbuatannya diluar kontrol dirinya.
Fuad menjelaskan, modus kekerasan seksual yang dilakukan Agus salah satunya dengan sexual grooming --pelaku mengiming-imingi, sehingga mendapatkan kepercayaan dan kontrol atas korban. Hal itu dapat dinilai dari rekaman suara ketika Agus merayu salah seorang calon korbannya. Terdengar Agus memanipulasi korbannya dengan menyebut ia tidak bisa berbuat apa-apa jika dirinya dengan si calon korban berada berdua di dalam kamar.
"Ketika dia melakukan grooming kepada korban, dia bukan penyandang disabilitas mental. Dia adalah seorang disabilitas fisik, jadi sangat mungkin itu bisa dilakukannya dengan kesadaran penuh," kata Fuad.
Fuad menambahkan, kasus kekerasan seksual oleh Agus sebagai penyandang disabilitas tidak dapat dikecualikan. Proses hukum harus tetap dilakukan sampai tuntas. Jika kasus pidana penyandang disabilitas dimaafkan, maka bisa menjadi preseden buruk dan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Dan itu menjadi stigmatisasi, preseden buruk bagi inklusi sosial penyandang disabilitas di Indonesia," tuturnya.
Berdasarkan perkembangan penyelidikan yang dilakukan oleh Polda Nusa Tenggara Barat sejauh ini tercatat 15 orang menjadi korban kekerasan seksual Agus Buntung. Tak hanya perempuan dewasa namun juga anak-anak.
Dir Reskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat menjabarkan fakta-fakta tentang Agus, di antaranya Agus beberapa kali mengajak perempuan ke homestay di Mataram yang diduga menjadi tempatnya melakukan pelecehan seksual.
"Kronologisnya pertemuan (korban dan pelaku) tidak sengaja di Teras Udayana Mataram. Kenalan dan bercerita. Korban mengungkapkan perasaan yang dilalui dan si pelaku mendengarkan, jadilah pembicaraan dan ada perkataan; 'kalau tidak mengikuti, saya akan bongkar aib kamu'," ungkap Syarief, Senin (2/12).
Dari kronologi tersebut terjadilah pelecehan seksual. Dimana untuk menuju ke homestay tersebut korban diarahkan pelaku untuk memboncengnya ke lokasi.
Hingga saat ini sudah ada tujuh saksi korban melapor dan satu korban yang sudah dilakukan penyidikan.
"Kami akan melakukan pemeriksaan terhadap satu lagi saksi korban yang mungkin pernah mengalami karena kemarin sempat tertunda," katanya.
Sedangkan lima orang menurut Syarief sudah masuk berita acara pemeriksaan (BAP). Soal belasan orang yang menjadi menjadi korban sebagaimana yang diterima Komisi Disabilitas Daerah (KDD), Polda NTB masih menunggu hasil verifikasi.
Agus Buntung saat ini masih dalam tahanan rumah, Polda NTB tidak menahan di sel karena alasan di rutan tidak memiliki sarana yang memadai untuk tahanan disabilitas.
"Mereka ikut serta memeriahkan Soekarno Run dengan menyuguhkan pijat refleksi gratis untuk peserta lomba lari..."
"Penetapan jadwal sidang Agus sudah keluar dari Pengadilan Negeri Mataram. Jadwal sidangnya hari Kamis, 16 Januari 2025, pekan depan,"
"Mudah-mudahan (LPSK) dapat menghitungnya dan menyampaikan kepada kami maupun pengadilan untuk segera ditindaklanjuti,"
Agus Buntung histeris ketika harus mendekam di penjara selama 20 hari
Kalau boleh jujur, Pandji jadi man of the match pertunjukan The Founder5.
Kalau memang harus dihapus saya setuju, tapi lebih ke semangat penghapusan diskriminasinya, kata Shinte.
Firli disebut memiliki peran dalam mengintervensi kasus yang juga menjerat Harun Masiku.
Suatu ketika, Raymond pernah meminta Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) untuk menuliskan Tidak Beragama pada kolom agama di KTP.
Mendikdasmen Abdul Mu'ti menyatakan pengetahuan soal pasar modal memungkinkan dimasukkan dalam mata pelajaran matematika.
Tak hanya itu, salah satu dokumen berisi upaya Jokowi mengkriminalisasi mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam kasus Formula E.
"Hasto sudah mengusulkan sejumlah nama kepada Ibu Mega. Ketua umum sendiri baru pulang dari Hong Kong hari ini," kataSumber Suara.com,Selasa (7/1).