Aksi Pelecehan Seksual Agus 'Buntung' Noda Hitam Inklusi Disabilitas
Home > Detail

Aksi Pelecehan Seksual Agus 'Buntung' Noda Hitam Inklusi Disabilitas

Erick Tanjung | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Kamis, 12 Desember 2024 | 12:09 WIB

Suara.com - Kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan penyandang disabilitas, I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung menyita perhatian publik. Pasalnya publik sempat meragukan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan pria asal Lombok itu karena ia tak memiliki kedua tangan.

Namun, fakta mulai terkuak. Korbannya bertambah menjadi 15 orang, termasuk anak di bawah umur. Modus Agus pun terungkap. Polisi meyebut dalam menjalankan aksi bejatnya, Agus memanipulasi emosional dan memberikan ancaman psikologis kepada para korban agar mengikuti keinginannya.

Menanggapi kasus tersebut, Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) Jonna Damanik menjelaskan bahwa penyandang disabilitas memang memiliki keterbatasan secara individual dan lingkungan, tapi tidak serta merta menafikan untuk menjadi pelaku kekerasan seksual.

"Bahwa penyandang disabilitas adalah manusia pada umumnya yang bisa menjadi tersangka atau pelaku, bisa menjadi korban, bisa menjadi saksi," kata Jonna saat konferensi pers secara daring pada Rabu (11/12/2024).

Meski memiliki keterbatasan fisik, penyandang disabilitas banyak yang hidup secara mandiri dan beraktivitas orang pada umumnya. Contohnya dirinya sebagai penyandang tunanetra. Ia menggunakan ponsel, bahkan bisa mengikuti video telekonferensi dengan caranya sendiri dengan bantuan teknologi.

Contoh lainnya, penyandang tuli bisa mendengar dengan caranya sendiri, begitu pula dengan penyandang bisu yang dapat berbicara dengan caranya sendiri.

"Penyandang disabilitas punya cara yang berbeda dengan hambatan individualnya, seperti sensorik, mental, intelektual atau fisik. Tapi kami punya cara," ujar dia.

Tersangka kasus pelecehan seksual berinisial IWAS (kiri) duduk di atas bola semen pembatas jalan trotoar saat memerankan salah satu adegan dalam rekonstruksi yang berlangsung di kawasan Taman Udayana, Mataram, NTB, Rabu (11/12/2024). ANTARA/Khaerul)
Tersangka kasus pelecehan seksual berinisial IWAS (kiri) duduk di atas bola semen pembatas jalan trotoar saat memerankan salah satu adegan dalam rekonstruksi yang berlangsung di kawasan Taman Udayana, Mataram, NTB, Rabu (11/12/2024). Antara/Khaerul)

Oleh karena itu, Jonna menyayangkan masyarakat terjebak dalam pola pikir yang salah dalam memandang kelompok disabilitas. Menurutnya penyandang disabilitas adalah manusia pada umumnya.

Sexual Grooming

Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad yang juga penyandang disabilitas menyatakan bahwa kekerasan seksual yang dilakukan Agus tidak terkait dengan keterbatasan fisiknya. Kasus Agus berbeda dengan penyandang disabilitas mental. Misalnya, ketika seorang disabilitas mental kambuh, tanpa sadar tiba-tiba memeluk seorang perempuan. Setelah sadar ia mengetahui perbuatannya diluar kontrol dirinya.

Fuad menjelaskan, modus kekerasan seksual yang dilakukan Agus salah satunya dengan sexual grooming --pelaku mengiming-imingi, sehingga mendapatkan kepercayaan dan kontrol atas korban. Hal itu dapat dinilai dari rekaman suara ketika Agus merayu salah seorang calon korbannya. Terdengar Agus memanipulasi korbannya dengan menyebut ia tidak bisa berbuat apa-apa jika dirinya dengan si calon korban berada berdua di dalam kamar.

"Ketika dia melakukan grooming kepada korban, dia bukan penyandang disabilitas mental. Dia adalah seorang disabilitas fisik, jadi sangat mungkin itu bisa dilakukannya dengan kesadaran penuh," kata Fuad.

Fuad menambahkan, kasus kekerasan seksual oleh Agus sebagai penyandang disabilitas tidak dapat dikecualikan. Proses hukum harus tetap dilakukan sampai tuntas. Jika kasus pidana penyandang disabilitas dimaafkan, maka bisa menjadi preseden buruk dan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Dan itu menjadi stigmatisasi, preseden buruk bagi inklusi sosial penyandang disabilitas di Indonesia," tuturnya.

Berdasarkan perkembangan penyelidikan yang dilakukan oleh Polda Nusa Tenggara Barat sejauh ini tercatat 15 orang menjadi korban kekerasan seksual Agus Buntung. Tak hanya perempuan dewasa namun juga anak-anak.

Penyidik kepolisian mendampingi penyandang disabilitas yang menjadi tersangka kasus dugaan pelecehan seksual berinisial IWAS (kiri) berjalan untuk menemui Mensos RI Saifullah Yusuf disela kegiatan pemeriksaan tambahan di Markas Polda NTB, Mataram, Senin (9/12/2024). (ANTARA/Dhimas B.P.)
Penyidik kepolisian mendampingi Agus 'Buntung' penyandang disabilitas yang menjadi tersangka kasus dugaan pelecehan seksual (kiri) di Markas Polda NTB, Mataram, Senin (9/12/2024). (Antara/Dhimas B.P.)

Dir Reskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat menjabarkan fakta-fakta tentang Agus, di antaranya Agus beberapa kali mengajak perempuan ke homestay di Mataram yang diduga menjadi tempatnya melakukan pelecehan seksual.

"Kronologisnya pertemuan (korban dan pelaku) tidak sengaja di Teras Udayana Mataram. Kenalan dan bercerita. Korban mengungkapkan perasaan yang dilalui dan si pelaku mendengarkan, jadilah pembicaraan dan ada perkataan; 'kalau tidak mengikuti, saya akan bongkar aib kamu'," ungkap Syarief, Senin (2/12).

Dari kronologi tersebut terjadilah pelecehan seksual. Dimana untuk menuju ke homestay tersebut korban diarahkan pelaku untuk memboncengnya ke lokasi.

Hingga saat ini sudah ada tujuh saksi korban melapor dan satu korban yang sudah dilakukan penyidikan.

"Kami akan melakukan pemeriksaan terhadap satu lagi saksi korban yang mungkin pernah mengalami karena kemarin sempat tertunda," katanya.

Sedangkan lima orang menurut Syarief sudah masuk berita acara pemeriksaan (BAP). Soal belasan orang yang menjadi menjadi korban sebagaimana yang diterima Komisi Disabilitas Daerah (KDD), Polda NTB masih menunggu hasil verifikasi.

Agus Buntung saat ini masih dalam tahanan rumah, Polda NTB tidak menahan di sel karena alasan di rutan tidak memiliki sarana yang memadai untuk tahanan disabilitas.


Terkait

Update Kasus Kekerasan Seksual Eks Kapolres Ngada: Komnas HAM Ungkap Temuan Baru, Apa Itu?
Kamis, 27 Maret 2025 | 19:08 WIB

Update Kasus Kekerasan Seksual Eks Kapolres Ngada: Komnas HAM Ungkap Temuan Baru, Apa Itu?

Di awal bulan Juni 2024, Fajar meminta F agar dibawakan seorang anak perempuan yang berusia balita dengan alasan menyukai dan menyayangi anak kecil

UU TPKS: Jalan Terjal Beban Pembuktian dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual
Kamis, 20 Maret 2025 | 14:33 WIB

UU TPKS: Jalan Terjal Beban Pembuktian dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual

Tidak sedikit korban pelecehan seksual terkendala dalam soal pembuktian, maka sangat diperlukan adanya ketersediaan perangkat hukum yang dapat mengakomodasi kepentingan korban

Wakaf Al-Quran Braille: Upaya Dorong Pendidikan Spiritual Inklusif Bagi Komunitas Disabilitas
Rabu, 19 Maret 2025 | 12:55 WIB

Wakaf Al-Quran Braille: Upaya Dorong Pendidikan Spiritual Inklusif Bagi Komunitas Disabilitas

Menurut data Kementerian Sosial, ada sekitar 11,1 juta orang dengan keterbatasan penglihatan.

Potret Pendidikan Anak Penyandang Disabilitas di Indonesia, Menagih Hak untuk Setara
Jum'at, 14 Maret 2025 | 23:40 WIB

Potret Pendidikan Anak Penyandang Disabilitas di Indonesia, Menagih Hak untuk Setara

UU menjamin hak anak-anak penyandang disabilitas, namun realita di lapangan menunjukkan mereka masih kesulitan untuk mengakses hak dasar mereka, yakni pendidikan.

Terbaru
Asa Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026: Formasi Jangan Coba-coba
polemik

Asa Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026: Formasi Jangan Coba-coba

Minggu, 30 Maret 2025 | 21:45 WIB

Harapan untuk Timnas Indonesia bisa lolos ke Piala Dunia 2026 masih ada. Patrick Kluivert diminta untuk tidak coba-coba formasi demi hasil maksimal.

Polemik Royalti Lagu, Upaya VISI dan AKSI Mencari Titik Temu polemik

Polemik Royalti Lagu, Upaya VISI dan AKSI Mencari Titik Temu

Sabtu, 29 Maret 2025 | 11:06 WIB

Apa yang menjadi tuntutan VISI dan AKSI untuk segera diselesaikan melalui Revisi UU Hak Cipta?

Femisida Intim di Balik Pembunuhan Jurnalis Juwita oleh Anggota TNI AL polemik

Femisida Intim di Balik Pembunuhan Jurnalis Juwita oleh Anggota TNI AL

Jum'at, 28 Maret 2025 | 22:56 WIB

Wajib hukuman mati. Itu permintaan dari pihak keluarga dan saya pribadi sebagai kakak yang merasa kehilangan, ujar Subpraja.

RUU KUHAP Usulkan Larangan Liputan Langsung Sidang: Ancaman Bagi Kebebasan Pers! polemik

RUU KUHAP Usulkan Larangan Liputan Langsung Sidang: Ancaman Bagi Kebebasan Pers!

Jum'at, 28 Maret 2025 | 14:21 WIB

Selain bertentangan dengan kebebasan pers dan prinsip terbuka untuk umum, pelarangan tersebut dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pengadilan.

Diskriminatif Terhadap Bekas Napi Hingga Jadi Alat Represi: SKCK Perlu Dihapus atau Direformasi? polemik

Diskriminatif Terhadap Bekas Napi Hingga Jadi Alat Represi: SKCK Perlu Dihapus atau Direformasi?

Jum'at, 28 Maret 2025 | 08:26 WIB

Penghapusan SKCK perlu dipertimbangkan secara proporsional dengan kepentingan publik.

Konflik Kepentingan di Balik Penunjukan Langsung PT LTI Sebagai EO Retret Kepala Daerah polemik

Konflik Kepentingan di Balik Penunjukan Langsung PT LTI Sebagai EO Retret Kepala Daerah

Kamis, 27 Maret 2025 | 17:41 WIB

Patut diduga PT LTI terhubung dengan Partai Gerindra yang menjadikan proses penunjukan PT LTI menimbulkan konflik kepentingan, kata Erma.

Gelombang Aksi Tolak UU TNI: Korban Demonstran Berjatuhan, Setop Kekerasan Aparat! polemik

Gelombang Aksi Tolak UU TNI: Korban Demonstran Berjatuhan, Setop Kekerasan Aparat!

Kamis, 27 Maret 2025 | 11:59 WIB

Tindakan kekerasan yang melibatkan anggota TNI terhadap peserta demo tolak pengesahan UU TNI adalah sebuah peringatan, sekaligus upaya membungkam masyarakat sipil.