Dualisme Perebutan Kursi Ketua PMI: Preseden Buruk bagi Organisasi Kemanusian
Home > Detail

Dualisme Perebutan Kursi Ketua PMI: Preseden Buruk bagi Organisasi Kemanusian

Bimo Aria Fundrika | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Selasa, 10 Desember 2024 | 16:05 WIB

Suara.com - Palang Merah Indonesia (PMI) kini menghadapi dualisme kepemimpinan. Konflik ini mencoreng sejarah panjang PMI yang sebelumnya jauh dari perebutan kekuasaan. Polemik meruncing. Perebutan kursi ini dikhawatirkan mengganggu pelayanan ke masyarakat.

Dualisme terjadi antara Jusuf Kalla (JK) dan Agung Laksono. Semua bermula saat Musyawarah Nasional (Munas) ke-22 PMI, 8 Desember 2024. Jusuf Kalla kembali terpilih sebagai Ketua Umum periode 2024-2029.

JK merupakan calon tunggal. Dukungan terhadapnya solid: 490 peserta dari 34 PMI provinsi dan forum relawan nasional mendukung penuh. Ketua Sidang Pleno, Adang Rocjana, memastikan prosesnya berjalan sesuai aturan.

Namun, tak semua pihak sepakat. Dari luar forum resmi, kubu Agung Laksono melontarkan penolakan keras. Mereka menuding Munas sarat kejanggalan.

Munas dianggap membatasi suara peserta, dan cenderung berpihak. Kritik juga diarahkan pada pembahasan AD/ART, yang dianggap mengabaikan nilai-nilai demokrasi PMI.

Jusuf Kalla usai terpilih menjadi Ketua Umum PMI periode 2024-2029. [Dok]
Jusuf Kalla usai terpilih menjadi Ketua Umum PMI periode 2024-2029. [Dok]

Kubu Agung Laksono menggelar Munas tandingan. Mereka mengklaim berhasil mengantongi 254 suara dukungan. Angka itu cukup untuk melahirkan kepengurusan baru. Agung Laksono dinobatkan sebagai Ketua Umum versi mereka, didampingi Muhammad Muas sebagai Wakil Ketua Umum dan Ulla Nuchrawaty sebagai Sekretaris Jenderal. 

Hasil Munas ini akan mereka daftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM, berharap legitimasi resmi.

Sementara itu, Jusuf Kalla mengambil sikap tegas. Ia mengecam Munas tandingan sebagai tindakan ilegal yang merusak PMI. Tidak berhenti di situ, ia melaporkan langkah tersebut ke kepolisian, menudingnya sebagai pengkhianatan terhadap organisasi yang telah ia bangun.

Namun, Agung Laksono melihatnya berbeda. Ia bersikeras bahwa ini bukan konflik pribadi, melainkan perjuangan untuk memperbaiki PMI. 

Bagi Agung, langkah ini adalah tentang masa depan organisasi, memastikan PMI tetap relevan dan berdaya bagi masyarakat.

Sejarah Panjang PMI

Merunut sejarahnya, Palang Merah di Indonesia bermula jauh sebelum negara ini merdeka. Pada 21 Oktober 1873, Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan organisasi bernama Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (Nerkai). Namun, pendudukan Jepang di tahun-tahun berikutnya membuat organisasi itu dibubarkan, meninggalkan kekosongan yang memicu semangat perjuangan bangsa Indonesia.

Pada tahun 1932, dua tokoh visioner, Dr. RCL Senduk dan Dr. Bahder Djohan, menggagas ide besar: mendirikan Palang Merah Indonesia (PMI). Ide ini didukung luas oleh kalangan terpelajar. Namun, ketika rancangan mereka dibawa ke Konferensi Nerkai pada 1940, harapan itu pupus—ditolak mentah-mentah.

Petugas memeriksa kesiapan tenda atau selter untuk isolasi mandiri bagi masyarakat di Jl. Gatot Subroto Kav 97 RW 4, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (27/7/2021). [Suara.com/Alfian Winanto]
Petugas memeriksa kesiapan tenda atau selter untuk isolasi mandiri bagi masyarakat di Jl. Gatot Subroto Kav 97 RW 4, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (27/7/2021). [Suara.com/Alfian Winanto]

Saat Jepang menduduki Indonesia, keduanya kembali mencoba. Namun, lagi-lagi upaya mereka terganjal oleh pemerintahan militer Jepang.

Kemerdekaan Indonesia menjadi momentum kebangkitan. Tujuh belas hari setelah proklamasi, pada 3 September 1945, Presiden Soekarno memerintahkan pembentukan sebuah badan Palang Merah Nasional. 

Dr. Buntaran, Menteri Kesehatan kala itu, segera bergerak. Pada 5 September 1945, dibentuklah Panitia Lima yang terdiri dari Dr. R. Mochtar, Dr. Bahder Djohan, Dr. Djuhana, Dr. Marzuki, dan Dr. Sitanala. 

Hasilnya, pada 17 September 1945, PMI resmi berdiri dan langsung bergerak membantu korban perang revolusi serta memfasilitasi pengembalian tawanan perang sekutu dan Jepang.

PMI Bukan Medan Berebut Kekuasaan

Pengamat sosial Universitas Indonesia, Rissalwan Habdy Lubis, menyesalkan seteru ini. PMI, katanya, adalah organisasi kemanusiaan, bukan medan perebutan kekuasaan. Seharusnya, lembaga ini tetap netral, jauh dari pusaran politik yang memecah.

Dia menekan, sebagai organisasi kemanusian tidak seharusnya terjadi perebutan kepemimpinan, mengingat kerja-kerja dan pertanggungjawabannya sangat berat.

"Jika ini memang murni kemanusiaan, elit yang berseteru tidak harus berebut jabatan. Justru harusnya merasa berat mengemban amanat dana kemanusiaan yang harus dipertanggungjawabkan," kata Rissalwan kepada Suara.com, Selasa (10/12/2024).

Ia melihat perebutan kekuasaan di PMI mencerminkan besarnya sumber daya yang dikelola organisasi ini, sehingga menjadi magnet bagi kelompok atau individu berkepentingan. 

Namun, ia khawatir konflik berkepanjangan dapat mengganggu pelayanan PMI kepada masyarakat. Karena itu, penyelesaian konflik harus segera dilakukan.

"Tanpa melalui jalur hukum, tapi melalui dialog yang mengedepankan pentingnya nilai kemanusiaan," tegasnya.

Sementara pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga menilai kisruh di PMI menjadi preseden buruk bagi organisasi kemanusiaan di Indonesia. Dia menemukan unsur politis sangat kental terasa.

"Dan itu memang sangat tidak elok sebagai lembaga sosial dan kemanusiaan diperlakukan secara politis. Ini preseden sangat buruk di Indonesia kalau ini benar terjadi," tegas Jamil sapaan akrab Jamiluddin kepada Suara.com.

Secara politik, Jamil melihat dinamika ini lebih dari sekadar konflik organisasi. Ketidaksukaan Agung Laksono terhadap Jusuf Kalla (JK) sebagai Ketua PMI tampak jelas, menurutnya. Ada indikasi kuat bahwa langkah-langkah ini dirancang untuk menyingkirkan mantan Wakil Presiden itu. 

Klaim Agung yang menyebut pengurus PMI di bawah JK merasa terkekang, ditambah pernyataannya tentang hubungan PMI dengan pemerintah yang dianggap kurang baik, mengisyaratkan bahwa Agung memandang JK berseberangan dengan pemerintahan saat ini.

Namun, Jamil menegaskan, JK tidak pernah memposisikan diri sebagai oposisi. Kritik yang ia sampaikan, menurut Jamil, selalu terukur dan bertujuan membangun, bukan untuk mencari kekuasaan.

"Bukan kritik-kritik untuk mendapatkan kekuasaan," ujarnya.

Mengapa PMI menjadi medan perebutan? Bagi Jamil, jawabannya sederhana: kekuatan jaringan. PMI adalah organisasi yang menaungi jutaan anggota dan pengurus, ditambah dengan organisasi turunannya yang tersebar luas. Memimpin PMI berarti memiliki daya tawar politik yang signifikan.

Dugaan politik uang, yang merujuk pada surat undangan KDDI, hanya menambah kuat argumen bahwa unsur politik ada di balik upaya ini. Jamil menyebut cara-cara semacam ini sering terjadi di partai politik—ketika seorang pemimpin dianggap tidak sesuai, pengurus dikondisikan untuk menyingkirkannya.

 "Sayangnya, pola itu kini mulai terlihat di PMI," pungkasnya.

 "Dan mereka dijanjikan, akomodasi termasuk segala macam. Itu memang  pola-pola politik yang dilakukan," ujar Jamil. 


Terkait

Soal Dualisme Kepengurusan PMI, Menteri Hukum Bilang Begini
Selasa, 10 Desember 2024 | 15:21 WIB

Soal Dualisme Kepengurusan PMI, Menteri Hukum Bilang Begini

Dalam Munas resmi, Jusuf Kalla terpilih kembali sebagai Ketua Umum PMI periode 2024-2029, tapi Agung Laksono bikin munas tandingan

Tokoh Senior Golkar Rebutan Kursi PMI-1, Menteri Hukum Bakal Mediasi JK dan Agung Laksono
Selasa, 10 Desember 2024 | 14:37 WIB

Tokoh Senior Golkar Rebutan Kursi PMI-1, Menteri Hukum Bakal Mediasi JK dan Agung Laksono

Sementara itu terkait surat keputusan kepengurusan PMI, Supratman mengaku belum menerima SK kepengurusan dari dua kubu yang berseberangan.

Terbaru
Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu?
nonfiksi

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu?

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 09:05 WIB

No Other Choice memiliki kesamaan cerita dengan Parasite, serta sama-sama dinominasikan untuk Oscar.

Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan nonfiksi

Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan

Jum'at, 17 Oktober 2025 | 13:12 WIB

Di tengah padatnya kuliah, mahasiswa Jogja bernama Vio menyulap hobi nail art menjadi bisnis. Bagaimana ia mengukir kesuksesan dengan kuku, kreativitas, dan tekad baja?

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung nonfiksi

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung

Sabtu, 11 Oktober 2025 | 09:00 WIB

Rangga & Cinta tak bisa menghindar untuk dibandingkan dengan film pendahulunya, Ada Apa Dengan Cinta? alias AADC.

Review Tukar Takdir, Bukan Film yang Bikin Penonton Trauma Naik Pesawat! nonfiksi

Review Tukar Takdir, Bukan Film yang Bikin Penonton Trauma Naik Pesawat!

Sabtu, 04 Oktober 2025 | 12:33 WIB

Mouly Surya dan Marsha Timothy kembali menunjukkan kerja sama yang memukau di film Tukar Takdir.

Arsitektur Sunyi 'Kremlin', Ruang Siksa Rahasia Orba yang Sengaja Dilupakan nonfiksi

Arsitektur Sunyi 'Kremlin', Ruang Siksa Rahasia Orba yang Sengaja Dilupakan

Selasa, 30 September 2025 | 19:26 WIB

Ada alamat di Jakarta yang tak tercatat di peta teror, namun denyutnya adalah neraka. Menelusuri 'Kremlin', ruang-ruang interogasi Orde Baru, dan persahabatan aneh di Cipinang

Menyusuri Jejak Ingatan yang Memudar, Penjara Tapol PKI di Jakarta nonfiksi

Menyusuri Jejak Ingatan yang Memudar, Penjara Tapol PKI di Jakarta

Selasa, 30 September 2025 | 15:38 WIB

Ingatan kolektif masyarakat tentang tapol PKI dari balik jeruji penjara Orde Baru telah memudar, seiring perkembangan zaman. Jurnalis Suara.com mencoba menjalinnya kembali.

Review Film Kang Solah: Spin-Off Tanpa Beban, Tawa Datang Tanpa Diundang nonfiksi

Review Film Kang Solah: Spin-Off Tanpa Beban, Tawa Datang Tanpa Diundang

Sabtu, 27 September 2025 | 08:00 WIB

Akankah Kang Solah from Kang Mak x Nenek Gayung menyaingi kesuksesan Kang Mak tahun lalu?

×
Zoomed