Suara.com - Asim Barnas merasa kesal melihat kelakuan penyandang disabilitas yang belakangan ini viral dan menjadi bahan pembicaraan banyak pihak. Siapa lagi kalau bukan I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung.
Kasusnya merebak di tengah isu seksi tentang satu nama orang yang membuat resah banyak pihak.
Seperti diketahui, belakangan nama berakhiran “Gus” viral di Indonesia karena tiga orang yang bernama sama. Pertama karena nama tersebut diduga menggelapkan dana donasi, kedua karena mengolok-olok pedagang es teh dan yang berikutnya adalah pria difabel yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswi.
Mengamati kasus Agus Difabel di Mataram, Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Nusa Tenggara Barat (NTB) ini mengaku bukan hanya sedih tapi miris.
Gara-gara ulah seorang oknum, penyandang disabilitas lain dirasanya bisa terkena dampak. Bukan hanya yang ada di NTB namun juga secara nasional.
"Kalau ini benar terjadi kami sangat merasa bukan sedih lagi tapi miris untuk penyandang disabilitas. Apalagi sekarang isunya lagi seksi dan dicemarkan satu orang dan bagaimana yang lain. Dampaknya itu luar biasa bagi teman-teman kami," kata Ketua PPDI NTB Asim Barnas saat ditemui Suara.com, Jumat (6/11/2024).
Padahal selama ini, penyandang disabilitas di NTB disebutnya sering mendapatkan pelatihan tentang hukum. Ia pun menyadari meskipun seorang disabilitas memiliki kekurangan namun dipandang sama di mata hukum.
"Kami sering mendapatkan pelatihan terkait dengan di muka hukum itu tidak membedakan disabilitas dan tidak disabilitas,” tegasnya.
Asim Barnas pun setuju bahwa siapapun yang melanggar hukum maka harus tetap diberi sanksi sesuai aturan yang berlaku. Termasuk kepada Agus Buntung yang belakangan korbannya diduga lebih dari satu bahkan sampai belasan.
Ia juga mendukung proses hukum yang kini tengah dilakukan kepada Agus. Polisi diminta tak melihat kondisi disabilitasnya namun yang terpenting apakah dia sudah terbukti melanggar hukum atau tidak.
"Kami dari PPDI tetap mendukung kalau masalah disabilitasnya ya oke. Sekarang masalah perbuatannya itu individu dilakukan seperti itu dia harus bertanggungjawab," tegasnya.
Sulit Diterima Logika
Sesungguhnya, Asim mengaku kasus ini sulit diterima logika. Pasalnya Agus Buntung yang tak memiliki kedua tangan terasa mustahil bisa melakukan pelecehan seksual tanpa tangannya.
"Kalau kita secara logika nggak mungkin lah. kedua tangannya nggak ada. Masuk akal nggak? Memiliki fisik tak lengkap terus mencoba untuk melakukan pelecahan secara fisik, didorong saja dia rebah. Pasti ada pertanyaan seperti itu," ucapnya.
Akan tetapi, ia juga merasa mungkin bila kekuatan kaki Agus yang mampu melakukannya. Karena seperti diberitakan sebelumnya, Agus memang menggunakan modus ancaman secara psikologi dan melakukan pelecehannya menggunakan kaki.
"Kekuatan pikiran dan kaki itu bisa jadi. Bisa saja dilakukan secara non verbal atau ancaman. tergantung juga," kata Asim.
Ia pun menyerahkan penyidikan ini kepada polisi supaya kasus ini bisa terang benderang.
Berdasarkan perkembangan penyelidikan yang dilakukan oleh Polda NTB sejauh ini tercata 13 orang yang disebut menjadi korban dari Agus Buntung di NTB. Bukan hanya perempuan dewasa namun juga anak-anak.
Agus meski tanpa kedua tangan diduga bisa memanipulasi korbannya dengan menekan psikologisnya.
Dir Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat menjabarkan fakta-fakta tentang Agus, diantaranya Agus beberapa kali mengajak perempuan ke homestay di Mataram yang diduga menjadi tempatnya melakukan pelecehan seksual.
"Kronologisnya pertemuan (korban dan pelaku) tidak sengaja di Teras Udayana Mataram. Kenalan dan bercerita, korban mengungkapkan perasaan yang dilalui dan si pelaku mendengarkan jadilah pembicaraan dan ada perkataan yang membuat si korban ini kalau tidak diikuti keluar kata-kata "Kalau tidak mengikuti, saya akan bongkar aib kamu" kata Syarief, Senin (2/12/2024).
Dari kronologi tersebut terjadilah pelecehan seksual. Dimana untuk menuju ke homestay tersebut korban diarahkan pelaku untuk memboncengnya ke lokasi.
Hingga saat ini sudah ada tujuh saksi korban melapor dan satu korban yang sudah dilakukan penyidikan.
"Kita akan melakukan pemeriksaan terhadap satu lagi saksi korban yang mungkin pernah mengalami karena kemarin sempat tertunda," katanya.
Sedangkan lima orang menurut Syarief sudah masuk berita acara pemeriksaan (BAP). Soal belasan orang yang menjadi menjadi korban sebagaimana yang diterima Komisi Disabilitas Daerah (KDD), Polda NTB masih menunggu hasil verifikasi.
Syarief mengatakan, hingga saat ini sudah ada lima orang sudah masuk dalam berkas berita acara penyidikan (BAP). Sedangkan yang lain belum dan masih berproses. Sementara terkait dengan jumlah korban yang disebut lebih dari 10 orang, Polda NTB masih menunggu hasil verifikasi.
"Itu informasi yang diterima oleh KDD (Komisi Disabilitas Daerah red) melalui tim, sehingga perlu pendalaman kembali, untuk korban yang lain sedang dilakukan verifikasi yang valid dari KDD," jelasnya.
Agus Buntung saat ini masih dalam tahanan rumah, Polda NTB tidak menahan di sel karena alasan di rutan tidak memiliki sarana yang memadai untuk tahanan disabilitas.
Beralasan Tak Punya Tangan
Saat ditemui Suara.com di rumahnya setelah ditetapkan sebagai tersangka, Agus Buntung mau menjawab pertanyaan wartawan. Ia yang saat itu ditemani orangtuanya membantah melakukan pelecehan seksual apalagi memerkosa mahasiswi.
Ia mengaku kaget jadi tersangka bahkan merasa bahwa tuduhan yang dialamatkan kepadanya adalah karena iri hati.
"Apakah seseorang yang tidak memiliki tangan itu melakukan pemerkosaan entah itu fisik atau ancaman?," katanya.
Agus juga menyebut bahwa bila ia yang terbatas secara fisik itu melakukan pengancaman maka korban bisa melarikan diri atau meminta tolong kepada orang lain. Kekerasan fisik menurutnya adalah hal yang sulit dilakukannya karena tak punya tangan.
"Dia lebih bisa memukul saya karena punya tangan," cetusnya.
Pada saat itu Agus menyebut dirinya diminta mengantar ke kampus korban dan tak pernah mengarahkan ke homestay.
"Saya tidak ada mengarahkan karena saya hanya minta bantuan diantar ke kampus, dan apakah bersedia. Tapi kenapa dia muter-muter tiga kali di Islamic center. Saya mengira akan ketemu sama temannya dulu baru mengantar saya," ucapnya.
Agus berujar bahwa saat berada dalam homestay, korban membuka pakaiannya sendiri dan posisinya berada di atas.
"Ini kan suka sama suka. Kalau tidak suka sama suka ngapain dia antar saya dengan cara baik-baik," terangnya.
Agus kini ingin bisa segera bebas dari kasus yang menjeratnya ini supaya bisa membantu orantuanya mencari uang.
"Saya capek dengan ini. Tidak ada orang yang pernah hidup seperti saya dengan tuduhan memperkosa," katanya.
Modus Mandi Bersih
Sementara itu pendamping hukum korban, Andre Saputra mengungkapkan pihaknya mendapatkan beberapa rincian kejadian yaitu tanggal 28 September 2024 dan pada 1 Oktober 2024.
Dua perempuan mengaku jadi korban.
"Ini ada yang pagi dan ada yang malam. Yang ini saling mengenal. Kemudian yang terakhir ini yang melaporkan dan yang sudah teridentifikasi ada enam orang," ungkapnya.
Namun dari jumlah tersebut hanya satu orang yang baru berani melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian.
Korban yang melapor kepadanya semuanya mahasiswa dan mendapatkan modus yang sama.
Diceritakannya, ketika pertemuannya di Taman Udayana, pelaku mengajak korban untuk pindah ke area yang lain di kawasan tersebut dan saat itu korban melihat pengunjung yang lain melakukan tindakan asusila.
Tindakan yang dilihat ini menganggu emosi korban hingga Agus memperdaya korban agar mau diajak ke homestay untuk mandi bersih.
"Di area belakang itu lah si pelaku mengatakan bahwa si korban ini harus disucikan kembali dari masalah-masalah masa lalu dan sebagainya. Dengan mandi bersih, dan caranya adalah ikut dengan pelaku ke homestay itu. Jika tidak maka akan dilaporkan ke orangtua," jelasnya.
Korban sempat melawan namun diancam membawa nama orangtua korban. Korban pun takluk dan mengikuti kemauan pelaku.
"Yang dialami adalah terjadinya persetubuhan. Mungkin sulit di terima nalar, tapi hal-hal itu bisa terjadi dengan berbagai macam cara, bukan hanya bentrok fisik tapi manipulasi, ancaman, intimidasi itu juga sangat memungkinkan melemahkan korban," ucap Andre.
Andre menambahkan bahwa permainan kata-kata pelaku inilah yang dijadikan kekuatan.
“Ada kekuatan kata yang paling banyak dilakukan oleh si terlapor ini. Jadi memanfaatkan kondisi psikologis korban. Setiap manusia memiliki hal yang dihadapi dalam hidup dan itu yang digunakan menjadi senjata yang akhirnya membuat seakan-akan korban ini sedang dalam kondisi sudah tidak ada pilihan lagi," terangnya.
Manipulasi Emosi
Sementara itu, Psikolog asal Lombok, Fitriani Hidayah menyebut cara yang dilakukan oleh Agus adalah bagian dari manipulasi emosi.
Manipulasi emosi, menurutnya akan mempengaruhi korban sehingga mau bercerita tentang masalah yang dihadapi secara terbuka.
"Ketika korban menolak tapi korban mengatakan lagi kata-kata kalau kamu terikat dengan saya dan saya akan melaporkan kamu ke keluarga dan korban merasakan tekanan. Proses itu antara korban dan pelaku dalam psikologi itu namanya pelaku sedang mengumpan manipulasi emosi si korban," katanya Senin (9/12/2024).
Manipulasi emosi merupakan suatu upaya seseorang untuk mempengaruhi seseorang mengunakan permainan pikiran dan emosi. Hal ini akan berdampak pada emosi pada tubuhnya.
"Jadi sebenarnya manipulasi emosi ini bisa dilakukan oleh siapapun yang penting dia berpengalaman di bidang itu. Walaupun dia tidak belajar tentang psikologi, manipulasi emosi tapi dia sudah punya pola tersendiri dan sering melakukan itu dan ada korban-korban yang berhasil ketika melakukan manipulasi emosi dan dia akan terlatih untuk memanipulasi orang yang lebih mahir lagi sehingga terjadi pelecehan seksual tersebut," terang founder platform kesehatan mental @ber.jeda.sejenak_ini.
Menurutnya, banyaknya korban ini disebut karena tersangka Agus diduga sudah sering melakukan manipulasi emosi. Dan bisa dikatakan manipulasi emosi merupakan kelebihannya.
"Karena dia sudah berulang kali melakukannya dan sudah tahu polanya untuk mempengaruhi orang," ucapnya.
Kondisi Agus tegas Psikolog asal Lombok ini, memang tidak memiliki tangan. Hanya saja semua aktivitas bisa dilakukan seperti orang normal lainnya. Sehingga tidak perlu dikasihani hanya karena dia tidak memiliki tangan.
"Kalau orang awam itu ketika orang disabilitas itu kita harus kasihani. Tapi kan si pelaku ini bisa beraktivitas main musik, berkendara motor dan bisa beraktivitas yang orang-orang lain juga lakukan. Itu yang harus dikaji. Kalau kasihan, maka kasihan karena apa?" tanya Fitri.
Kontributor : Buniamin
"Penetapan jadwal sidang Agus sudah keluar dari Pengadilan Negeri Mataram. Jadwal sidangnya hari Kamis, 16 Januari 2025, pekan depan,"
"Mudah-mudahan (LPSK) dapat menghitungnya dan menyampaikan kepada kami maupun pengadilan untuk segera ditindaklanjuti,"
Agus Buntung histeris ketika harus mendekam di penjara selama 20 hari
Setelah keputusan dibacakan Agus teriak menangis sehingga ditenangkan oleh kedua orangtuanya.
Sekilas, ambisi hijau pemerintah dengan beralih ke B40 memang tampak ramah lingkungan karena menggunakan sumber daya terbarukan.
Megawati sempat menyinggung sebuah istilah atau frasa Italia, vivere pericoloso, yang memiliki arti tahun menyerempet bahaya.
Perilaku Firli Bahuri yang menolak penetapan tersangka yang diajukan para penyidik, bukan suatu hal baru.
Per Januari 2025, Indonesia memang mulai menggunakan B40.
Kalau boleh jujur, Pandji jadi man of the match pertunjukan The Founder5.
Kalau memang harus dihapus saya setuju, tapi lebih ke semangat penghapusan diskriminasinya, kata Shinte.
Firli disebut memiliki peran dalam mengintervensi kasus yang juga menjerat Harun Masiku.