Social Learning Behavior: Bahaya Laku Gus Miftah di Akar Rumput
Home > Detail

Social Learning Behavior: Bahaya Laku Gus Miftah di Akar Rumput

Erick Tanjung | Muhammad Yasir

Jum'at, 06 Desember 2024 | 18:35 WIB

Suara.com - PERNYATAAN verbal agresif Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah kepada pedagang asongan es teh bernama Sunhaji (38) memicu amarah publik. Tak hanya di dalam negeri, perkataan tak pantas yang keluar dari mulut dai sekaligus Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan itu juga menuai komentar dari pimpinan negara tetangga.

Perdana Menteri atau PM Malaysia Anwar Ibrahim salah satu yang menyoroti pernyataan Miftah. Di hadapan para pejabat Kementerian Keuangan Malaysia pada Kamis, 5 Desember 2024, Anwar meminta mereka untuk mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi di Indonesia tersebut.

"Ini contoh bahwa keangkuhan, kesombongan kadang-kadang tidak hanya ada di kalangan orang-orang yang tidak tahu agama," kata Anwar.

Pernyataan Miftah yang mengolok-olok Sunhaji terjadi di tengah-tengah acara Magelang Bersholawat di Lapangan Drh. Soepardi, Magelang, pada Rabu (20/11) lalu.

Dalam video beredar luas di media sosial, Miftah awalnya kaget dengan kedatangan pedagang es teh yang belakangan diketahui bernama Sunhaji. Sejumlah jamaah kemudian meminta Gus Miftah memborong es teh Sunhaji. Alih-alih memborong, ia justru melontarkan guyonan tak pantas.

“Es tehmu jik akeh, ra? (Es teh Anda masih banyak, tidak?) Masih? Yo, kono didol, goblok! (Ya, sana dijual, goblok!)," ujar Miftah disambut gelak tawa jamaah.

Anwar mengaku mendapat kiriman potong video ini dari koleganya di Indonesia. Ia pun merasa heran pernyataan semacam itu keluar dari seseorang yang dinilai paham agama.

"Orang yang paham agama, yang bicara tentang Islam, akidah, salat, dan sunah, tetapi apabila timbul perkataan seperti itu, kalau dilihat itu menghina. Saya pun melihat itu dikirim oleh teman saya di Indonesia, saya merasa aneh dan luar biasa," ungkap Anwar.

Alasan Gus Miftah selalu pakai kacamata hitam. [Youtube CURHAT BANG Denny Sumargo]
Gus Miftah. [Youtube Curhat Bang Denny Sumargo]

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis turut mengkritik pernyataan Miftah. Sekalipun bermaksud bercanda, menurutnya sangat tidak pantas.

"Yang (ngustad) kayak begitu jangan ditiru ya dek, goblok-goblokin orang jualan itu tanda tak belajar etika. Apalagi di depan umum saat pengajian. Astaghfirullah," ucap Cholil.

Sementara putri bungsu Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Inayah Wahid menyindir Gus Miftah sebagai pemuka agama jalur 'ngaku-ngaku'.

"Susah emang kalau pemuka agama jalur ngaku-ngaku bukan jalur ngilmu. Lebih mulia dagang es teh daripada dagang agama," kritik Inayah.

Berulang Kali Terjadi

Tak lama setelah video ini viral di media sosial, Miftah meminta maaf kepada Sunhaji. Namun permohonan maaf tersebut justru semakin memantik amarah publik. Musababnya permintaan maaf pemilik Pondok Pesantren Ora Aji di Kabupaten Seleman, Yogyakarta kepada Sunhaji itu disampaikan setelah ditegur Presiden Prabowo Subianto lewat Sekretaris Kabinet (Sekab) Teddy Indra Wijaya.

Apalagi, bukan kali ini saja pernyataan dan perilaku Miftah yang dinilai tak beretika itu terjadi. Pada Oktober 2024 lalu, video Miftah mengoyak-ngoyak kepala istrinya Ning Astuti di hadapan publik juga menuai kritik dari masyarakat karena dinilai merendahkan harkat martabat istri. Namun, Miftah saat itu berdalih yang dilakukannya merupakan sebuah guyonan biasa kepada istrinya.

Selanjutnya setelah pernyataan 'menggoblok-goblokin' Sunhaji viral, video lawas Miftah merendahkan seniman senior asal Yogyakarta, Yati Pesek pun beredar di media sosial. Dalam video tersebut Miftah terdengar melontarkan kalimat merendahkan hingga seksis kepada Yati Pesek.

Peristiwa ini lagi-lagi terjadi di ruang publik. Tepatnya di tengah acara pagelaran wayang kulit pimpinan Dalang Ki Warseno. Ketika itu, Miftah awalnya merespons aksi Yati Pesek yang baru saja melantunkan tembang berjudul 'Bajing Loncat'.

“Niki wau lagune Bajing Loncat. Bajingane kulo ajak munggah (Tadi lagunya Bajing Loncat. Bedebahnya saya ajak naik),” ucap Miftah.

Merasa tak nyaman, Yati Pesek pun merespons dengan nada sinis.

“Saiki sampeyan arepa enom dadi guruku lho (sekarang kamu meskipun muda jadi guruku lho),” timpal Yati.

Alih-alih sadar diri telah menyinggung perasaan orang lain, Miftah justru kembali melontarkan pernyataan yang merendahkan dan bernada seksis kepada Yati Pesek. Hingga akhirnya, Yati Pesek pun menyinggung status pendakwah berusia 43 tahun itu.

“Saiki kok dadi suarane koyo ngono. Oh untung gus, saiki sampeyan ora dadi ustad, ora kiai. (Sekarang kok ngomongnya kayak gitu. Oh untung gus, sekarang di sini kamu bukan ustad, bukan kiai),” ujar Yati Pesek.

Pengamat komunikasi politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto menilai pernyataan Miftah sebagai pendakwah sekaligus Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan tersebut sangat berbahaya. Sebagai pendakwah dan staf presiden yang memiliki banyak pengikut semestinya berhati-hati dalam mengelola komunikasi.

Gun Gun menjelaskan, dalam ilmu komunikasi terdapat teori social learning behavior. Di mana seseorang bisa saja belajar dari perilaku orang lain yang dikaguminya. Dalam konteks ini lah ia menilai pernyataan Miftah itu sangat berbahaya.

"Bisa saja di antara para pengikutnya itu akan mengcopy paste perilakunya. Misalnya candaan-candaan yang seksis atau misalnya candaan-candaan yang sifatnya mungkin juga dalam benak orang itu masuk kategori melecehkan orang lain," kata Gun Gun kepada Suara.com, Jumat (6/12/2024).

Gus Miftah dan Yati Pesek (YouTube)
Gus Miftah dan Yati Pesek (YouTube)

Karakter komunikasi dynamic style seperti Miftah, lanjut Gun Gun, memang berpotensi menimbulkan permasalahan di publik. Salah satu ciri dari gaya komunikasi dynamic style, yakni kerap kali to the point atau langsung ke intinya dan meledak-ledak. Menurutnya, pejabat publik dengan komunikasi dynamic style memang harus dimitigasi dengan baik. Jika tidak, akan berpotensi terulang kembali.

Sementara permohonan maaf yang telah disampaikan Miftah, bagi Gun Gun memang seharusnya dilakukan. Tapi hal itu tidak serta-merta bisa meredam amarah publik. Terlebih salah satu sifat komunikasi; sesuatu yang sudah disampaikan tidak bisa ditarik kembali atau irreversible.

"Makanya kemudian di situ lah pentingnya kehati-hatian bagi seluruh orang dalam jabatan publiknya untuk kemudian mengelola komunikasi mereka," jelas Gun Gun.

Mundur dari Utusan Khusus Presiden

Gus Miftah secara resmi menyampaikan mundur dari jabatan Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana. Dalam konferensi pers di kawasan Pondok Pesantren Ora Aji, Seleman, Yogyakarta pada Jumat (6/12) siang, ia menegaskan keputusannya itu bukan atas tekanan atau permintaan pihak manapun.

"Tetapi keputusan ini saya ambil karena rasa cinta hormat dan tanggung jawab saya yang mendalam terhadap Bapak Presiden Prabowo Subianto serta seluruh masyarakat," ujar Gus Miftah.

Sebelum menyatakan mengundurkan diri, masyarakat yang kecewa sekaligus marah telah mendesak Presiden Prabowo segera mencopot Miftah dari jabatan Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Dilihat pada laman change.org, pada Jumat (6/12/2020) pukul 13.19 WIB, petisi Copot Gus Miftah tersebut telah ditandatangani 303.562 orang.

Gun Gun menilai Miftah memang sudah sepatutnya mengundurkan diri. Sebab sebagai staf khusus presiden menurutnya harus menjunjung tinggi aspek kepatutan.

"Aspek patutan dalam negara demokrasi itu harus dijunjung lebih tinggi sehingga orang punya rasa malu. Ketika misalnya rasa malu itu ada pada diri seseorang, menjadi self-censorshipnya, maka bagus kalau hal-hal yang seperti ini membuat orang terbuka," kata Gun Gun.

Sementara peneliti kebijakan publik dan politik Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad menilai wajar jika Gus Miftah mundur. Pasalnya, pernyataan dan perilakunya yang berulang kali memicu amarah publik itu telah merusak citra presiden.

Alumnus Crawford School of Public Policy, Australian National University (ANU) serta Sarjana Teologi dan Filsafat UIN Jakarta itu pun menyarankan Prabowo untuk memilih aktivis kerukunan beragama sebagai penggantinya. Selain itu Prabowo menurutnya juga bisa memilih tokoh yang berasal dari kelompok minoritas yang selama ini sangat rentan menjadi korban diskriminasi.

Meski sepakat Miftah diganti, Saidiman justru menolak usulan masyarakat yang mendorong agar panggilan atau gelar 'Gus' di depan nama Miftah dihapus. Masyarakat banyak yang menilai Gus Miftah tak pantas dipanggil 'Gus' karena tidak mencerminkan sosok yang semestinya dihormati karena keilmuan serta akhlak dan budi pekertinya.

Gus sendiri adalah gelar yang populer di kalangan santri di pesantren dan masyarakat tradisional, terutama di Pulau Jawa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 'Gus' adalah nama julukan atau nama panggilan kepada laki-laki. Gelar depan ini bermakna 'bagus, tampan, atau pandai'.

Selain itu Gus juga merujuk pada gelar putra atau keluarga laki-laki dari seorang kiai. Selain kepada putra kandung, Gus juga bisa disematkan kepada laki-laki menantu kiai.

Miftah sendiri pernah mengklaim sebagai keturunan kesembilan dari Kiai Muhammad Ageng Besari dari Ponorogo, Jawa Timur. Kiai Muhammad Ageng Besari dikenal memiliki peran besar dalam perkembangan pesantren di daerah itu.

Menurut Saidiman seburuk apapun perilaku seseorang bergelar 'Gus' atau 'Habib' tidak perlu dihilangkan gelarnya. Menurutnya, justru hal ini menjadi pelajaran penting untuk mengubah sudut pandang masyarakat terhadap orang-orang yang kerap 'disucikan'.

"Itu penting untuk menunjukkan bahwa panggilan seperti itu tidak lantas membuat penyandangnya menjadi lebih istimewa atau suci dibanding orang lain," pungkas Saidiman.


Terkait

Terbaru
Polemik Royalti Lagu, Upaya VISI dan AKSI Mencari Titik Temu
polemik

Polemik Royalti Lagu, Upaya VISI dan AKSI Mencari Titik Temu

Sabtu, 29 Maret 2025 | 11:06 WIB

Apa yang menjadi tuntutan VISI dan AKSI untuk segera diselesaikan melalui Revisi UU Hak Cipta?

Femisida Intim di Balik Pembunuhan Jurnalis Juwita oleh Anggota TNI AL polemik

Femisida Intim di Balik Pembunuhan Jurnalis Juwita oleh Anggota TNI AL

Jum'at, 28 Maret 2025 | 22:56 WIB

Wajib hukuman mati. Itu permintaan dari pihak keluarga dan saya pribadi sebagai kakak yang merasa kehilangan, ujar Subpraja.

RUU KUHAP Usulkan Larangan Liputan Langsung Sidang: Ancaman Bagi Kebebasan Pers! polemik

RUU KUHAP Usulkan Larangan Liputan Langsung Sidang: Ancaman Bagi Kebebasan Pers!

Jum'at, 28 Maret 2025 | 14:21 WIB

Selain bertentangan dengan kebebasan pers dan prinsip terbuka untuk umum, pelarangan tersebut dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pengadilan.

Diskriminatif Terhadap Bekas Napi Hingga Jadi Alat Represi: SKCK Perlu Dihapus atau Direformasi? polemik

Diskriminatif Terhadap Bekas Napi Hingga Jadi Alat Represi: SKCK Perlu Dihapus atau Direformasi?

Jum'at, 28 Maret 2025 | 08:26 WIB

Penghapusan SKCK perlu dipertimbangkan secara proporsional dengan kepentingan publik.

Konflik Kepentingan di Balik Penunjukan Langsung PT LTI Sebagai EO Retret Kepala Daerah polemik

Konflik Kepentingan di Balik Penunjukan Langsung PT LTI Sebagai EO Retret Kepala Daerah

Kamis, 27 Maret 2025 | 17:41 WIB

Patut diduga PT LTI terhubung dengan Partai Gerindra yang menjadikan proses penunjukan PT LTI menimbulkan konflik kepentingan, kata Erma.

Gelombang Aksi Tolak UU TNI: Korban Demonstran Berjatuhan, Setop Kekerasan Aparat! polemik

Gelombang Aksi Tolak UU TNI: Korban Demonstran Berjatuhan, Setop Kekerasan Aparat!

Kamis, 27 Maret 2025 | 11:59 WIB

Tindakan kekerasan yang melibatkan anggota TNI terhadap peserta demo tolak pengesahan UU TNI adalah sebuah peringatan, sekaligus upaya membungkam masyarakat sipil.

Sudah Lama Diperjuangkan, Bonus Lebaran Ojol Malah Jadi 'Bumerang'? polemik

Sudah Lama Diperjuangkan, Bonus Lebaran Ojol Malah Jadi 'Bumerang'?

Rabu, 26 Maret 2025 | 21:05 WIB

Nominal BHR dari aplikator ke pengemudi ojol yang Rp50 ribu sangat tidak manusiawi.