Kejanggalan di Balik Penembakan Gamma: Indikasi Dugaan Obstruction of Justice Kapolrestabes Semarang
Home > Detail

Kejanggalan di Balik Penembakan Gamma: Indikasi Dugaan Obstruction of Justice Kapolrestabes Semarang

Bimo Aria Fundrika | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Jum'at, 06 Desember 2024 | 15:30 WIB

Suara.com - Kejanggalan demi kejanggalan dari peristiwa penembakan Gamma Rizkinata Oktafandi, pelajar SMK Negeri 4 Semarang oleh Aipda Robig Zaenuddin (38) perlahan menemui titik terang. Kematian Gamma yang semula dikaitkan dengan tawuran dan tuduhan sebagai gangster terbantahkan. Perbedaan kronologi awal dan temuan terbaru menguatkan dugaan obstruction of justice oleh Polrestabes Semarang.

Kabar duka masih menyelimuti rumah keluarga Gamma, Senin (25/11/2024. Belum genap 24 jam sejak kepulangannya yang tragis, pintu rumah diketuk oleh rombongan polisi. Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Irwan Anwar, datang bersama Kasat Narkoba, Kasat Reskrim, dan seorang wartawan bernama Damar. Mereka membawa kabar.

Gamma, kata mereka, terlibat tawuran. Dalam kerusuhan itu, seorang polisi melepaskan tembakan. Gamma meninggal.

Damar, mewakili rombongan, meminta Agung, paman Gamma, merekam video pernyataan. Mereka meminta keluarga mengikhlaskan kepergian Gamma dan tidak akan memperbesar masalah ini. Agung menolak mentah-mentah.

“Saya enggak mau,” katanya tegas.

Tapi Irwan, masih terus membujuk. Ia meminta agar Agung mengikuti arahan Damar. 

“Bapak bikin saja pernyataan bahwa keluarga ikhlas, dan serahkan semuanya pada kami,” ujar Irwan.

Agung tetap bergeming. 

"Saya harus berbicara dengan keluarga besar dulu," jawabnya. 

Beberapa hari berselang, narasi baru muncul dari Irwan. Gamma disebut tewas dalam tawuran antar-gangster. Aipda Robig Zaenuddin, pelaku penembakan, dikisahkan bak pahlawan yang mencoba melerai kerusuhan sebelum akhirnya diserang. Gamma, katanya, adalah bagian dari gangster Tanggul Pojok.

Polisi melakukan pra-rekonstruksi rangkaian peristiwa penembakan siswa SMK di Semarang, Selasa (26/11/2024). (ANTARA/I.C. Senjaya)
Polisi melakukan pra-rekonstruksi rangkaian peristiwa penembakan siswa SMK di Semarang, Selasa (26/11/2024). (ANTARA/I.C. Senjaya)

Konferensi pers digelar. Senjata tajam dipamerkan. Empat anak muda, dua di antaranya masih berusia 15 tahun, dihadirkan sebagai tersangka. Semua demi mendukung cerita bahwa Gamma adalah pelaku kriminal.

Tapi narasi itu rapuh di banyak sisi. DP, salah satu tersangka dari kelompok Seroja, justru mengaku tidak mengenal Gamma. Ia bahkan menyebut dirinya “nyasar” ke kelompok Gamma. Kebingungan ini membuat Irwan sendiri sulit menjelaskan logika di balik kronologi yang ia sampaikan.

“Mereka itu tidak tahu kawan, tidak tahu lawan. Saya agak bingung juga menjelaskannya,” ujar Irwan kerepotan menguatkan narasi.

Muncul fakta baru. Propam Polda Jawa Tengah menyatakan bahwa tidak ada tawuran. Gamma ditembak setelah sepeda motor Aipda Robig bersenggolan dengan motornya.

Komnas HAM mempertegasnya. Tidak ada bukti tawuran di lokasi kejadian. Yang ada hanya pelanggaran hak hidup, pembunuhan di luar hukum, sebuah extra judicial killing.

Narasi yang mencoba mengubur Gamma sebagai kriminal kini berbalik arah. Keluarganya, yang masih berduka, harus menghadapi stigma berat.

"Hukum pelaku penembakan dengan hukuman yang maksimal. Dan kami berharap proses hukumnya berjalan transparan, tanpa ada yg ditutupi. Dan kami mendapatkan keadilan seadil-adilnya," kata Agung kepada Suara.com. 

Indikasi Obstruction of Justice

Dari deretan kejanggalan narasi, Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana mengindikasikan dugaan obstruction of justice yang dilakukan oleh Irwan, selalu Kapolresta Semarang.

"Dugaannya kuat, melakukan upaya  penghalang-halangan dan juga pengaburan fakta berkaitan dengan peristiwa penembakan anak, siswa SMK di Semarang," kata Arif kepada Suara.com.

Kasus Gamma punya kemiripan dengan kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat--yang otak pelakunya mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo. Sejumlah siasat sempat dilakukan demi mengaburkan kejahatan Ferdy Sambo.

Kesamaannya  ada pada upaya pengkondisian kepada keluarga korban untuk tidak menuntut keadilan. Upaya pengkondisian itu dapat dilihat dari kedatangan Irwan bersama jajarannya, dan  seorang wartawan ke rumah keluarga Gamma.

Kesamaan lainnya, yakni mengkambing hitamkan korban. Pada kasus di Semarang, Gamma disebut pelaku tawuran, sementara pada kasus Brigadir J, dilabeli sebagai  pelaku kekerasan seksual.

Ilustrasi polisi menembak pelajar SMK di Semarang hingga tewas. [Suara.com/Ema]
Ilustrasi polisi menembak pelajar SMK di Semarang hingga tewas. [Suara.com/Ema]

Arif menyayangkan pola-pola tersebut terus berulang. Irwan, menurutnya, tidak boleh melindungi anggotanya  ketika melakukan tindak pidana. Ditegaskannya semua orang memiliki kesamaan di depan hukum.

"Ketika dia polisi, kemudian harus dilindungi.Dan kemudian diputihkan kejahatannya. Tidak boleh seperti itu," tegas Arif.

Senada dengan Arif, Kepala Divisi Hukum Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andrie Yunus juga mengindikasikan dugaan  obstruction of justice pada peristiwa kematian Gamma.

Menurutnya,  Irwan selaku Kapolrestabes Semarang  yang bersikukuh Gamma ditembak karena terlibat tawuran sebagai upaya untuk menutupi perkara. Informasi yang disampaikan kepada publik tidak sesuai dengan bukti-bukti ilmiah.

"Dengan kata lain, tindakan Kapolrestabes Semarang mengarah pada perbuatan tindakan merintangi penyidikan/proses hukum atau biasa disebut juga obstruction of justice sebagaimana diatur dalam Pasal 221 KUHP," kata Yunus kepada Suara.com.

KontraS dan YLBHI mendesak Bareskrim Polri melakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan obstruction of justice yang dilakukan Irwan. Mereka menegaskan pengusutan kasus ini tidak hanya berhenti pada peristiwa penembakan yang dilakukan Aipda Rojig, melainkan harus beriringan dengan pengungkapan dugaan tindak pidana obstruction of justice.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus melihat penangan kasus penembakan terhadap Gamma, menimbulkan konflik kepentingan, pasalnya pelaku merupakan anggota kepolisian. Jelasnya, saat polisi menyelidiki pidana yang dilakukan sesamanya menimbulkan kekhawatiran tidak berjalan secara objektif dan transparan.

Buruknya proses penyidikan bukan hanya berlaku terhadap polisi yang terjerat pidana. Secara umum dalam sistem pidana di Indonesia,  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana memberikan kewenangan yang besar kepada penyidik. Hal itu berkelindan tanpa dibarengi dengan kontrol yang ketat dari lembaga di luar kepolisian.

"Kondisi ini menimbulkan potensi penyalahgunaan wewenang, di mana penyidik memiliki keleluasaan untuk menentukan arah penyidikan tanpa pengawasan yang memadai," jelas Erasmus kepada Suara.com.

Pada Kamis (5/12), Suara.com telah menghubungi Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar untuk meminta klasifikasinya, mengapa hasil penyidikan yang disampaikannya berbeda dengan temuan Propam Polda Jateng. Dia tidak memberikan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang diajukan, termasuk indikasi dugaan obstruction of justice yang menyeret namanya.

Irwan meminta Suara.com, untuk menghubungi Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto. Namun, pesan yang dikirimkan pada Kamis (5/12), belum mendapatkan jawaban hingga berita ini dituliskan.

Pada Rabu (4/12), Artanto mengakui perbedaan kronologi tersebut.  Dia menyebut hal itu tidak menjadi masalah, karena menjadi bagian proses penangan perkara.

"Nanti akan terbuka semua pada saat sidang dan kita akan melihat bagaimana peristiwa itu terjadi,” ujarnya.

Irwan pada Selasa (3/12) lalu menyatakan, dirinya bersedia untuk dievaluasi dan menerima konsekuensi dari kasus meninggalnya Gamma. Sementara Mabes Polri juga sudah merespons kasus ini. Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Wahyu Widada menyatakan pihaknya akan memeriksa Irwan, tapi jadwal pemeriksaannya belum diumumkan. 


Terkait

Pulang ke Italia, Pemain Keturunan Semarang Sebut Butuh Satu Kemenangan Lagi
Sabtu, 29 Maret 2025 | 18:16 WIB

Pulang ke Italia, Pemain Keturunan Semarang Sebut Butuh Satu Kemenangan Lagi

Skuad asuhan Patrick Kluivert masih menjaga asa setidaknya bisa lolos ke babak keempat kualifikasi terlebih dahulu.

Jenderal Maruli: Pemecatan Pelaku Penembakan 3 Polisi Tunggu Vonis Pengadilan
Kamis, 27 Maret 2025 | 19:56 WIB

Jenderal Maruli: Pemecatan Pelaku Penembakan 3 Polisi Tunggu Vonis Pengadilan

Akan tetapi, kalau sudah sampai orang meninggal, ya kemungkinan besar dipecat," kata Jenderal Maruli

Hasto Jadi Tersangka, Febri Diansyah Diperiksa KPK! Ada Apa dengan Kasus Harun Masiku?
Kamis, 27 Maret 2025 | 12:45 WIB

Hasto Jadi Tersangka, Febri Diansyah Diperiksa KPK! Ada Apa dengan Kasus Harun Masiku?

Febri Diansyah, pengacara Hasto Kristiyanto (terdakwa kasus suap PAW DPR), penuhi panggilan KPK sebagai saksi kasus yang menjerat Harun Masiku.

Jaksa KPK Skakmat Pembelaan Hasto: 'Cukup Buktikan Salah Satu, Mencegah Atau Merintangi!'
Kamis, 27 Maret 2025 | 12:27 WIB

Jaksa KPK Skakmat Pembelaan Hasto: 'Cukup Buktikan Salah Satu, Mencegah Atau Merintangi!'

JPU KPK menanggapi eksepsi Hasto terkait perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menilai UU Tipikor bersifat alternatif, tak perlu bukti perbuatan gagal total.

Terbaru
Asa Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026: Formasi Jangan Coba-coba
polemik

Asa Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026: Formasi Jangan Coba-coba

Minggu, 30 Maret 2025 | 21:45 WIB

Harapan untuk Timnas Indonesia bisa lolos ke Piala Dunia 2026 masih ada. Patrick Kluivert diminta untuk tidak coba-coba formasi demi hasil maksimal.

Polemik Royalti Lagu, Upaya VISI dan AKSI Mencari Titik Temu polemik

Polemik Royalti Lagu, Upaya VISI dan AKSI Mencari Titik Temu

Sabtu, 29 Maret 2025 | 11:06 WIB

Apa yang menjadi tuntutan VISI dan AKSI untuk segera diselesaikan melalui Revisi UU Hak Cipta?

Femisida Intim di Balik Pembunuhan Jurnalis Juwita oleh Anggota TNI AL polemik

Femisida Intim di Balik Pembunuhan Jurnalis Juwita oleh Anggota TNI AL

Jum'at, 28 Maret 2025 | 22:56 WIB

Wajib hukuman mati. Itu permintaan dari pihak keluarga dan saya pribadi sebagai kakak yang merasa kehilangan, ujar Subpraja.

RUU KUHAP Usulkan Larangan Liputan Langsung Sidang: Ancaman Bagi Kebebasan Pers! polemik

RUU KUHAP Usulkan Larangan Liputan Langsung Sidang: Ancaman Bagi Kebebasan Pers!

Jum'at, 28 Maret 2025 | 14:21 WIB

Selain bertentangan dengan kebebasan pers dan prinsip terbuka untuk umum, pelarangan tersebut dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pengadilan.

Diskriminatif Terhadap Bekas Napi Hingga Jadi Alat Represi: SKCK Perlu Dihapus atau Direformasi? polemik

Diskriminatif Terhadap Bekas Napi Hingga Jadi Alat Represi: SKCK Perlu Dihapus atau Direformasi?

Jum'at, 28 Maret 2025 | 08:26 WIB

Penghapusan SKCK perlu dipertimbangkan secara proporsional dengan kepentingan publik.

Konflik Kepentingan di Balik Penunjukan Langsung PT LTI Sebagai EO Retret Kepala Daerah polemik

Konflik Kepentingan di Balik Penunjukan Langsung PT LTI Sebagai EO Retret Kepala Daerah

Kamis, 27 Maret 2025 | 17:41 WIB

Patut diduga PT LTI terhubung dengan Partai Gerindra yang menjadikan proses penunjukan PT LTI menimbulkan konflik kepentingan, kata Erma.

Gelombang Aksi Tolak UU TNI: Korban Demonstran Berjatuhan, Setop Kekerasan Aparat! polemik

Gelombang Aksi Tolak UU TNI: Korban Demonstran Berjatuhan, Setop Kekerasan Aparat!

Kamis, 27 Maret 2025 | 11:59 WIB

Tindakan kekerasan yang melibatkan anggota TNI terhadap peserta demo tolak pengesahan UU TNI adalah sebuah peringatan, sekaligus upaya membungkam masyarakat sipil.