Dari Kasus Afif hingga Gamma, Pola 'Fitnah Jenazah' Polisi Terulang
Home > Detail

Dari Kasus Afif hingga Gamma, Pola 'Fitnah Jenazah' Polisi Terulang

Erick Tanjung | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Senin, 02 Desember 2024 | 12:32 WIB

Suara.com - Aksi brutal aparat kepolisian terhadap warga sipil kembali terulang. Mutakhir, seorang pelajar sekolah menengah kejuruan di Semarang tewas ditembak oleh polisi dari Kesatuan Reserse Narkoba Polrestabes Semarang.

Kepolisian berdalih penembakan itu lantaran korban terlibat aksi tawuran antar dua kelompok gangster. Namun sejumlah saksi di lokasi mengatakan tidak ada peristiwa tawuran di hari kejadian. Pegiat hak asasi manusia menilai kasus ini sebagai bentuk pembunuhan diluar hukum atau extra judicial killing.

FOTO Gamma Rizkynata Oktafandy yang dipajang di depan SMK Negeri 4 Semarang ditaburi bunga oleh warga. Sejumlah karangan bunga turut menyertai sebagai ungkapan rasa duka cita mendalam dari kelompok masyarakat sipil.

Sejumlah teman dan guru Gamma tak menyangka pelajar berusia 16 tahun itu meninggal dunia akibat ditembak Aipda Robig Zaenuddin (38), anggota kepolisian dari Polrestabes Semarang, Jawa Tengah.

Guru dan teman-teman sekolah Gamma tak rela kematian Gamma dikaitkan dengan aksi tawuran. Mereka menyakini Gamma adalah pelajar yang tidak neko-neko, jauh dari aksi kriminalitas jalanan. Wakil Kepala Bidang Kesiswaan SMKN 4 Semarang, Agus Riswantini bahkan menyebut Gamma dan dua rekannya yang menjadi korban penembakan tidak pernah terlibat aksi tawuran.

Mereka siswa berprestasi di sekolah dan anggota paskibra. Sebab, kata Riswantini, untuk menjadi anggota Paskirbra SMKN 4 Semarang sangat selektif, harus dari siswa-siswa terpilih dengan catatan tidak pernah terlibat tawuran.

Dalam kasus ini terdapat dua versi dari kesaksian warga dan klaim kronologi polisi. Dari versi warga di lokasi, kejadian itu berawal dari Gamma dan dua temannya mengendarai sepeda motor pada Sabtu malam, 23 November 2024. Saat berada di sekitar perumahan Paramount, motor mereka bersenggolan dengan motor yang dikendarai polisi Aipda Robig. Kemudian tiba-tiba terjadi penembakan yang mengenai pinggul Gamma. Korban sempat dibawa ke rumah sakit, tapi nyawanya tak terselamatkan.

Sementara, Polrestabes Semarang menyampaikan kronlogi yang berbeda. Mereka mengklaim kejadian itu bermula dari Aipda Robig yang sedang melintas lalu melihat aksi tawuran antar gangster. Robig mencoba melerai tawuran itu tapi sejumlah pelaku menyerangnya. Dalam kondisi terdesak, Robig melepaskan tembakan yang mengenai korban Gamma.

Polrestabes Semarang menyebut Gamma adalah anggota gangster dan membawa senjata tajam saat peristiwa tawuran. Namun, berdasarkan keterangan sejumlah saksi seperti satpam di dekat lokasi kejadian, tidak ada peristiwa tawuran pada malam itu.

Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Artanto pada Kamis (28/11) lalu mengatakan, Aipda Robig melakukan eksesif action atau tindakan berlebihan ketika kejadian. Kata dia, tindakan penembakan tidak seharusnya dilakukan. Pelanggaran itu menjadi fokus penyidikan Bidpropam kepada Aipda Robig.

Sejauh ini sejumlah rangkaian penyidikan telah dilakukan kepolisian, termasuk menetapkan sejumlah pelajar sebagai tersangka. Pada Jumat (24/11), Polda Jawa Tengah melakukan ekshumasi terhadap jenazah Gamma.

Dalih polisi untuk melerai tawuran hingga memakan korban jiwa bukan kali pertama. Beberapa peristiwa sebelumya pernah terjadi, seperti penemuan tujuh jenazah remaja di Kali Bekasi, Jatiasih, Kota Bekasi pada 22 September lalu. Ketujuh korban disebut polisi melompat ke Kali Bekasi ketika Tim Patroli Perintis Presisi Polres Metro Bekasi Kota melakukan patroli mencegah tawuran. Polisi mengklaim para remaja tersebut hendak melakukan tawuran.

Namun, bertolak belakang dengan keterangan sejumlah keluarga. Keluarga korban mengatakan mereka hendak merayakan ulang tahun. Sementara polisi menyebut kode yang digunakan untuk tawuran adalah pesta 'ulang tahun' hingga 'syukuran'.

Kasus berikutnya yang paling menyita perhatian publik yaitu meninggalnya remaja 13 tahun, Afif Maulana di Padang, Sumatera Barat pada Juli lalu. Polisi mengklaim Afif meninggal karena meloncat dari jembatan ke aliran sungai saat menghindari polisi yang akan membubarkan tawuran. Versi berbeda datang dari keluarga korban dan tim pendamping dari Lembaga Bantuan Hukum Padang. Mereka bersikukuh, Afif meninggal karena disiksa polisi dan jenazahnya dibuang ke aliran sungai.

Keyakinan pihak keluarga dan LBH Padang berdasarkan keterangan dua saksi yang melihat Afif dikeremuni anggota polisi dan dibawa ke Markas Polsek Kuranji sebelum ditemukan tewas. Kemudian diperkuat dengan sejumlah luka-luka di sekujur tubuh jasad korban. Kejanggalan lain, CCTV di Markas Polsek Kuranji yang tiba-tiba tidak bisa diakses. Polisi mengkliam karena memori CCTV terbatas. Rekaman CCTV menjadi penting guna membuktikan Afif sempat di bawa ke Markas Polsek Kuranji sebelum meninggal.

Extra Judicial killing

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mengatakan mulai dari kasus Gamma hingga Afif terdapat pola kebiasaan yang dilakukan kepolisian, yaitu menyalahkan masyarakat dengan dalih terjadi tindak pidana --tawuran.

"Lewat humasnya yang seolah-olah harus menyalahkan pihak rakyat terlebih dahulu," kata Maidina kepada Suara.com, Jumat (29/11/2024).

Pola yang sama, menurutnya juga dapat dilihat dari sejumlah peristiwa extra judicial killing, seperti Tragedi Kanjuruhan pada Oktober 2022 yang menewaskan 135 orang. Narasi kepolisian menyalahkan penonton yang rusuh. Begitu juga dengan kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat yang awalnya disebut tewas dalam baku tembak karena melakukan pelecehan seksual. Dalam konteks kasus Gamma, polisi langsung menyimpulkan korban adalah pelaku tawuran.

"Padahal mereka belum melakukan penyelidikan secara komprehensif, tapi narasi yang dihadirkan kepada publik sudah disuguhkan bahwa ada dugaan tindak pidana, ada dugaan tawuran," ujar Maidina.

Narasi tersebut kemudian tersebar luas melalui pemberitaan media yang mengafirmasi pernyataan kepolisian. Efeknya masyarakat terpecah, diadu domba.

Kepala Divisi Hukum Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andrie Yunus mengemukakan penilaian yang sama. Menurutnya kepolisian melakukan pola yang terus berulang.

"Yakni soal memfitnah jenazah setelah menjadi korban kebrutalan polisi. Misalkan Afif disiksa, kemudian Gamma ditembak," kata Yunus kepada Suara.com.

Dia mempertanyakan dasar polisi yang menyimpulkan Gamma sebagai pelaku tawuran. Menurut dia, polisi baru bisa menyimpulkan setelah melakukan penyidikan yang komprehensif. Bukan baru dua hari setelah kejadian langsung menyimpulkan korban pelaku tindak pidana.

Yunus menilai ada upaya dari kepolisian untuk menjaga nama baik institusi dan membela anggotanya.

"Nah ini yang jadi soal, selalu tidak mau mawas diri, tidak mau belajar dari kejadian yang serupa," ucap Yunus.

Menurut dia, meninggalnya Gamma sebagai bentuk pembunuhan diluar hukum atau extra judicial killing. Kasus tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Selain itu, pelaku melanggar Pasal 37 Kovenan Internasional tentang Hak Anak atau The Convention on the Rights of the Child. Pasal ini menyatakan setiap anak yang melanggar hukum atau dituduh melanggar hukum tidak boleh diperlakukan dengan kejam atau dengan tindakan yang dapat melukai.

"Anggota kepolisian seharusnya tidak menjadi agen algojo negara dan melakukan perampasan nyawa warga negara dengan sewenang-wenang, karena itu melanggar hak untuk hidup yang seharusnya tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun," tegas Yunus.


Terkait

Pasang Badan! PDIP Siap Beri Bantuan Hukum ke Connie Rahakundini di Polda Metro Besok: Kami Duga Ini Kriminalisasi
Minggu, 01 Desember 2024 | 18:34 WIB

Pasang Badan! PDIP Siap Beri Bantuan Hukum ke Connie Rahakundini di Polda Metro Besok: Kami Duga Ini Kriminalisasi

"Iya tentunya kami dari partai melihat bahwa kami menduga ini bagian dari kriminalisasi sehingga kami perlu untuk mendampingi," kata Ronny.

Anak Bunuh Ayah di Lebak Bulus Gegara 'Bisikan', Hasil Urine Negatif Narkoba
Sabtu, 30 November 2024 | 16:55 WIB

Anak Bunuh Ayah di Lebak Bulus Gegara 'Bisikan', Hasil Urine Negatif Narkoba

Polisi masih mendalami motif anak berhadapan hukum berinisial MAS (14) membunuh ayah dan neneknya sendiri di Perumahan Taman Bona Indah.

Terbaru
Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa!
nonfiksi

Review M3GAN 2.0: Kembalinya Cegil dalam Tubuh Robot yang jadi Makin Dewasa!

Sabtu, 28 Juni 2025 | 09:05 WIB

M3GAN 2.0 nggak lagi serem seperti film pertamanya.

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar polemik

Logika 'Nyeleneh': Ketika UU Tipikor Dianggap Bisa Jerat Pedagang Pecel Lele di Trotoar

Kamis, 26 Juni 2025 | 19:08 WIB

"Tapi saya yakin tidak ada lah penegakan hukum yang akan menjerat penjual pecel lele. Itu tidak apple to apple," ujar Zaenur.

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam polemik

Penyiksaan Demi Pengakuan: Praktik Usang Aparat yang Tak Kunjung Padam

Kamis, 26 Juni 2025 | 14:36 WIB

Setiap tindak penyiksaan harus diberikan hukuman yang setimpal dan memberi jaminan ganti rugi terhadap korban serta kompensasi yang adil, jelas Anis.

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu? polemik

Dari Tambang ke Dapur Bergizi: Gerakan NU Bergeser, Kritik Pemerintah Jadi Tabu?

Kamis, 26 Juni 2025 | 08:41 WIB

Kerja sama tersebut menghilangkan daya kritis ormas keagamaan terhadap kebijakan atau keputusan pemerintah yang tidak pro rakyat.

2 Juta Lapangan Kerja dari Koperasi Prabowo: Ambisius atau Realistis? polemik

2 Juta Lapangan Kerja dari Koperasi Prabowo: Ambisius atau Realistis?

Rabu, 25 Juni 2025 | 21:34 WIB

Angka ini sangat ambisius apabila dilihat dari track record koperasi kita, kata Jaya.

Marcella Mengaku, Marcella Membantah; Upaya Membelokan Nalar Kritis di Ruang Publik polemik

Marcella Mengaku, Marcella Membantah; Upaya Membelokan Nalar Kritis di Ruang Publik

Rabu, 25 Juni 2025 | 18:34 WIB

Pengakuan Marcella Soal Biaya Narasi Penolakan RUU TNI dan "Indonesia Gelap" Dinilai Berbahaya: Membuat Kelompok Masyarakat Sipil Semakin Rentan

Suara Profetik Lintas Iman Menolak PSN Merauke: Penjarahan Berkedok Pembangunan polemik

Suara Profetik Lintas Iman Menolak PSN Merauke: Penjarahan Berkedok Pembangunan

Rabu, 25 Juni 2025 | 14:10 WIB

Proyek tersebut tidak berdasarkan pada prinsip-prinsip kemanusian dan adab," kata Busyro.