Suara.com - MODIS dan hedonis. Begitu stereotip yang lekat kepada para pekerja kantoran di kawasan elite Sudirman Central Business District atau SCBD, Jakarta Selatan. Rendra dan Sonia menceritakan sisi lain di balik itu. Generasi zoomers ini memilih arif meski gaji mencapai dua digit.
"Mungkin kalau mau ngikutin lifestyle para pekerja kantoran di SCBD, gua bisa-bisa aja. Tapi kalau ikut-ikutan seperti itu, gua justru bukan jadi diri gua sendiri," kata Rendra kepada Suara.com, Rabu (20/11/2024).
Berpenghasilan di atas Upah Minimum Provinsi atau UMP Jakarta, tidak lantas membuat Rendra terbawa arus lingkungan sekitar. Seperti ikut-ikutan harus belanja pakaian branded terbaru hingga makan di tempat-tempat mewah.
Pria 26 tahun asal Bandung, Jawa Barat ini sudah satu tahun bekerja di perusahaan bank berpelat merah di kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Kalau dihitung berikut bonus, rata-rata upah yang diterimanya setiap bulan bisa mencapai belasan juta rupiah.
Alih-alih ikut-ikutan makan siang di mall atau restoran mewah, Rendra, sehari-hari justru lebih sering membawa bekal makanan. Malah terkadang menyempatkan masak sendiri di rumah dinas. Tapi lebih sering mebeli bekal di warteg yang harganya jauh lebih murah.
"Gua lihat di sini teman-teman gua juga banyak yang menerapkan ini," ungkapnya.
Menurut Rendra tidak seluruh pekerja kantoran di kawasan Segitiga Emas Jakarta seperti SCBD, bergaya hedon. Soal gaya hidup, menurutnya itu kembali ke pribadi masing-masing.
Kisah yang sama juga diungkap Sonia warga BSD, Tangerang. Perempuan berusia 26 tahun ini sudah tiga tahun bekerja di perusahaan bank asing di SCBD. Selain memilih membawa bekal dari rumah karena alasan kesehatan, Sonia juga mengaku lebih sering makan siang di kantin atau warteg ketimbang tempat-tempat mewah.
Padahal, upah Sonia juga di atas rata-rata UMP Jakarta. Sama seperti Rendra, sebulan penghasilannya di angka belasan juta rupiah.
"Kalau makan siang yang penting kenyang," ucap Sonia.
Makan mewah, kata Sonia, bagi pekerja kantoran sepertinya itu paling hanya sesekali saja. Biasanya, di waktu sehabis gajian.
"Kalau awal bulan ya sesekali lah ya kita makan di Pacific Place gitu," katanya.
Tapi kata dia lebih sering ditraktir klien. Sisi lain yang mungkin menurutnya tidak banyak diketahui orang-orang di luar.
"Sama partner-partner, kami lunch meeting gitu sering. Itu mungkin yang kadang suka dilihat orang-orang kayak kami ini makannya mewah mulu. Padahal itu ajakan klien," ungkapnya seraya tertawa.
Sementara Rendra, bercerita lebih memilih makan 'mewah' ketika bersama keluarga. Sedangkan untuk sehari-hari selama bekerja ia lebih sering bawa bekal atau makan di warteg.
"Gua sendiri kalau Senin-Jumat pasti makan ya biasa-biasa aja. Tapi kalau Sabtu-Minggu ketika gua pulang ke Bandung, gua habisin waktu makan enak dan lebih mahal gitu lah bareng keluarga. Jadi gua prioritaskan itu untuk keluarga," ungkapnya.
Modis Nggak Harus Mahal
Sebagai pekerja kantoran di SCBD berpenampilan modis, tidak serta-merta harus menggunakan barang-barang mahal atau branded.
Sonia bercerita sebagai pekerja kantoran di SCBD ia lebih mementingkan bagaimana berpenampilan rapi. Sebab itu sudah menjadi tuntutan dan etika berkerja di lingkungan kawasan bisnis yang juga kerap bersinggungan dengan klien berlatar belakang pebisnis.
"Jadi makanya mereka pakai gayanya elite. Pakai tas yang mewah, outfit yang oke. Tapi buat sepantaran saya sih masih gini-gini aja," ungkapnya.
Sedangkan Rendra tak memungkiri, memang ada sebagian pekerja di kawasan SCBD yang sangat mementingkan penampilan. Menggunakan outfit serba branded dari ujung kaki hingga kepala.
Tapi untuk di lingkungan tempatnya bekerja, juga banyak yang memilih tampil modis meski dengan harga yang terjangkau. Walaupun secara keuangan, sebenarnya mereka juga bisa saja mengikuti gaya hidup mewah seperti itu.
"Contohnya lanyard (tali gantungan ID card). Ada labeling kalau pekerja kantoran di SCBD itu katanya lanyard minimal merk Coach yang harganya sejutaan. Rasanya gue bisa dan mampu juga kok beli. Tapi gua pilih yang harganya cuma Rp100-200 ribu. Karena gua mikir, ngapain sih lanyard doang harus mahal-mahal," jelasnya.
Nabung dan Investasi
Alih-alih mengikuti gaya hidup serba mewah, Sonia dan Rendra mengaku lebih banyak mengalokasikan penghasilannya selama bekerja untuk menabung atau investasi. Apalagi mereka juga berlatar belakang sebagai pekerja di perusahaan perbankan. Sedikit banyaknya tahu soal manajemen keuangan.
Sonia menuturkan hampir 60 persen penghasilannya ia sisihkan untuk menabung. Sedangkan sisanya sekitar 30-40 persen itu dipergunakan untuk kebutuhan operasional.
"Kalau misalkan ada dana lebih atau emang duitnya nggak kepakai, ya gua mengalokasikan untuk investasi," tuturnya.
Rendra pun berpikiran seperti itu. Apalagi ia telah berencana menikah dalam waktu dekat. Menurutnya masih banyak kebutuhan hidup yang perlu dipersiapkan matang-matang daripada memikirkan gengsi atau ikut-ikutan bergaya mewah.
"Sekalian curhat kan nih jadinya," katanya tertawa.
KAI Daop 1 berkolaborasi berantas prostitusi di Gang Royal (bantaran rel). Pagar KAI kerap dirusak. Satpol PP harap KAI lakukan pemagaran permanen.
Pramono mengaku khawatir karena masyarakat berharap banjir pekan lalu tak kembali terjadi.
Setelah itu Gibran baru akan menuju ke kampungnya di Solo.
Buah kurma masih menjadi salah satu hidangan favorit umat muslim untuk menu berbuka puasa.
Penyidik didorong agar bergerak cepat dalam mengusut kasus dugaan korupsi Bank BJB setelah menggeledah rumah eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Saya tak bisa membayangkan mereka (Kader PSI) bisa bekerja secara maksimal. Kami justru curiga mereka diposisikan untuk mengurusi perdagangan karbon, kata Uli.
"Dari dulu sampai sekarang tidak ada perbaikan signifikan. Zulkifli Hasan jelas gagal," tegas Miftahudin.
TNI perlu menjelaskan kepada publik untuk menjawab berbagai spekulasi kenaikan pangkat ini tidak berkaitan dengan merit system, tetapi politik dan kekuasaan, ujar Ikhsan.
"Satu kata, pecat dan proses pidana. Itu sudah mempermalukan institusi penegak hukum dan negara," kata Bambang.
Itu jadi alarm juga dari sisi demand pull inflation, jelas Bhima.
"Penegak hukum kan harus fair. Artinya penegakan hukum itu harus diperlakukan kepada semua pejabat yang melakukan hal sama (impor gula) dengan Tom Lembong," kata Aan.