Bongkar Pasang Kurikulum Pendidikan: Jangan Sampai Siswa dan Guru jadi Kelinci Percobaan!
Home > Detail

Bongkar Pasang Kurikulum Pendidikan: Jangan Sampai Siswa dan Guru jadi Kelinci Percobaan!

Bimo Aria Fundrika | Yaumal Asri Adi Hutasuhut

Kamis, 21 November 2024 | 11:30 WIB

Suara.com - Dua puluh tahun sudah Syaida (40) menjadi guru di salah satu SD negeri di Sumatera Utara. Selama itu pula Syaida sudah melewati 4 kurikulum yang diterapkan pemerinta, mulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, Kurikulum 2013, hingga Kurikulum Merdeka.

Belakangan pemerintah berencana kembali merombak kurikulum. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti berencana dalam beberapa kesempatan menyampaikan rencana penggantian kurikulum Merdeka. Syaida juga telah mendengar rencana itu. Meski belum ada kepastian, tapi disebut pergantian akan terlihat pada tahun ajaran 2025/2026.

Sebagai tenaga pendidik ia sadar perubahan adalah keniscayaan. Namun, Syaida berharap perubahan kurikulum tidak terlalu signifikan. Sebab, Kurikulum Merdeka, yang baru diluncurkan pada 2021 dan resmi diterapkan pada jenjang SD hingga SMA sejak tahun ajaran 2024/2025, masih ia pelajari.

Ilustrasi Guru dan Siswa (Pexels/Agung Pandit Wiguna)
Ilustrasi Guru dan Siswa (Pexels/Agung Pandit Wiguna)

"Kita kan baru adaptasi dengan kurikulum Merdeka, nah, ini masah mau ganti lagi. Ganti lagi, mau enggak mau kami harus belajar lagi, makan waktu lagi," kata Syaida kepada Suara.com, Kamis (20/11/2024).

Syaida mengakui, meski membawa semangat baru, Kurikulum Merdeka masih menyisakan banyak persoalan, terutama pada beban administrasi digital. Proses ini, yang dilakukan melalui aplikasi, menjadi tantangan besar bagi banyak guru yang kurang terbiasa dengan teknologi. 

Meski ia sendiri cukup terbantu karena memahami dasar penggunaan komputer, tidak semua rekan sejawatnya memiliki kemampuan serupa. Ditambah lagi, bagi guru di pelosok dengan akses internet terbatas, beban ini menjadi semakin berat.

Selain administrasi, kendala lain datang dari minimnya sarana dan prasarana. Di kabupaten tempat Syaida mengajar, fasilitas seringkali tidak mendukung. Contohnya, dalam pembelajaran sejarah, guru diberi kebebasan menyampaikan materi secara kreatif, seperti kunjungan ke museum. Namun, keberadaan museum yang terbatas dan jarak yang jauh memaksa Syaida mencari alternatif, seperti mengunjungi situs bersejarah terdekat.

Tantangan juga muncul dari kebutuhan internet untuk pembelajaran. Tidak semua siswa dan orang tua memiliki perangkat atau mampu membeli paket data. Bahkan, beberapa guru pun menghadapi kendala serupa.

Syaida berharap pemerintah tidak buru-buru mengganti Kurikulum Merdeka, melainkan fokus pada evaluasi dan perbaikan, terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana yang merata di seluruh wilayah.

"Sebenarnya jika sarana dan prasarana mendukung, guru juga mendukung, tak ada yang salah dengan Merdeka. Tapi untuk kami yang di wilayah kabupaten, ini menjadi sulit. Tentu berbeda dengan yang di kota," kata Syaida.

Ganti Menteri Tak Harus Ganti Kurikulum

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti usai mendatangi kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti usai mendatangi kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, sependapat dengan keresahan yang disampaikan Syaida. Ia menilai tantangan utama Kurikulum Merdeka terletak pada keterbatasan sarana, prasarana, dan beban administrasi.

Menurutnya, daripada mengganti kurikulum, Mendikdasmen Abdul Mu'ti sebaiknya fokus pada evaluasi dan perbaikan. Guru, kata Satriwan, tidak anti terhadap perubahan kurikulum. Namun, penerapan Kurikulum Merdeka yang baru seumur jagung perlu dipertimbangkan.

Kurikulum ini baru diimplementasikan secara nasional pada Juli 2024 melalui Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024. Mengganti kurikulum secara menyeluruh, mulai dari nama hingga strukturnya, dalam waktu singkat justru berisiko menambah kerumitan di lapangan.

"Ini resikonya akan besar. Ya, siapa yang akan menanggung resikonya?  Itu anak-anak murid kita. Ya kan? Kemudian juga guru. Lagi-lagi, murid dan guru menjadi kelinci percobaan otak-atik kurikulum dari pemerintah yang baru," katanya kepada Suara.com.

Ditegaskan Satriwan, pergantian menteri, bukan berarti kurikulum pendidikan harus berganti. Sejak merdeka, Indonesia memiliki sekitar 38 menteri pendidikan, mulai dari menteri pertama  Ki Hajar Dewantara hingga  Nadiem Makarim--yang kemudian digantikan Abdul Mu'ti pada era pemerintahan Presiden Prabowo.

Selama itu pula Indonesia hanya memiliki 11 kurikulum, yakni Rencana Pelajaran 1947, Rencana Pelajaran Terurai 1952, Rencana Pendidikan 1964, kurikulum 1968/Pembaruan Kurikulum 19964, Kurikulum 1975, kurikulum 1984/Penyempurnaan Kurikulum 1975, kurikulum 1994/Penyempurnaan Kurikulum 1984, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, Kurikulum 2013,  dan Kurikulum Merdeka 2021.

"Jadi kalau ganti menteri ganti kurikulum,  ya harusnya 38 kali kurikulum berganti ya.  Ini kan baru 11 kali, sampai kurikulum Merdeka," kata Satriwan.

Sebagai organisasi pendidikan, P2G berharap agar Abdul Mu'ti meneruskan Merdeka, tapi sambil melakukan perbaikan, misalnya, dari segi implementasi pelatihan guru.

Pada era Nadiem implementasi pelatihan guru sangat bergantung terhadap platform Merdeka Mengajar. Sayangnya, platform tersebut hanya dapat diakses para guru yang memiliki jangkauan internet dan komputer atau perangkat sejenisnya. Menjadi tantangan bagi mereka yang berada di wilayah pelosok.

Ilustrasi guru dan siswa (Unsplash/Syahrul Alamsyah Wahid)
Ilustrasi guru dan siswa (Unsplash/Syahrul Alamsyah Wahid)

Pelatihan tidak bisa bergantung hanya pada platform, harus juga diberikan pelatihan langsung dengan melibatkan para pelatih yang handal dari pusat, dan  dari masing-masing daerah.

"Jangan oleh algoritma, jangan oleh teknologi yang memberikan pelatihan, tapi manusia," tegasnya.

Selain mengurangi beban administrasi guru dan memperbarui buku teks Kurikulum Merdeka, perbaikan pada Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) juga menjadi perhatian penting.

Menurut Satriwan, P5 seringkali hanya bersifat seremonial melalui festival-festival, padahal seharusnya menjadi sarana menanamkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam pembelajaran di sekolah.

Evolusi Kurikulum Pendidikan di Indonesia (1947-2022).(Dok. Tim Desain)
Evolusi Kurikulum Pendidikan di Indonesia (1947-2022).(Dok. Tim Desain)

Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan, juga menilai Merdeka perlu dievaluasi. Ia menyoroti beberapa program yang perlu ditiadakan, seperti program guru penggerak, yang menurutnya lebih sering dimanfaatkan sebagai syarat menjadi kepala sekolah daripada meningkatkan kualitas pendidikan.

"Sekarang tuh jenjang kepala sekolah, kan,  asal ikut guru penggerak bisa jadi kepala sekolah. Itu salah kaprah, menurut saya," kata Cecep kepada Suara.com.

Seharusnya pelatihan terbuka untuk seluruh guru, sehingga perlu dilakukan pemetaan untuk mengetahui peningkatan keterampilan yang dibutuhkan.

Sementara hal yang perlu dipertahankan dalam kurikulum Merdeka, yakni pemberian keleluasan kepada guru dalam proses belajar mengajar. Dengan hal tersebut, guru memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi kreativitasnya dalam memberikan materi kepada para siswa dengan konten-konten yang menarik.

Kemudian penghapusan penjurusan seperti IPA dan IPS di jenjang SMA juga harus dipertahankan. Menurut Cecep, penjurusan memang lebih baik ada di tingkat perguruan tinggi.

Namun demikian, penghapusan penjurusan harus dibarengi dengan ketersedian sarana dan prasarana yang mendukung. Dia mencontohkan, tidak adanya jurusan IPA, bukan berarti laboratorium ditiadakan. Tak kalah penting, peningkatan kompetensi guru dan peningkatan kesejahteraannya. 


Terkait

Guru Besar UI Sebut UU Pemilu Perlu Selalu Dievaluasi dan Diubah, Kenapa?
Rabu, 20 November 2024 | 13:18 WIB

Guru Besar UI Sebut UU Pemilu Perlu Selalu Dievaluasi dan Diubah, Kenapa?

Perlu sejumlah pengalaman berupa serangkaian pelaksanaan pemilu yang dapat digunakan untuk memperbaiki aturan pelaksanaannya.

Guru Honorer Supriyani Ikut Tes PPPK Saat Jadi Terdakwa Kasus Penganiayaan: 16 Tahun Dia Mengabdi, Semoga Lulus!
Rabu, 20 November 2024 | 13:05 WIB

Guru Honorer Supriyani Ikut Tes PPPK Saat Jadi Terdakwa Kasus Penganiayaan: 16 Tahun Dia Mengabdi, Semoga Lulus!

Guru honorer SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Supriyani, menjalani tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) secara online hari ini.

Tantangan Ujian Nasional Berbasis Komputer: Ketimpangan Akses, Perspektif Guru, dan Alternatif Penilaian yang Adil
Senin, 18 November 2024 | 12:32 WIB

Tantangan Ujian Nasional Berbasis Komputer: Ketimpangan Akses, Perspektif Guru, dan Alternatif Penilaian yang Adil

Tantangan dari sistem Ujian Nasional berbasis komputer, mulai dari ketimpangan akses teknologi, kurangnya kesiapan dari para guru, hingga kebutuhan akan penilaian pendidikan.

Terbaru
Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu?
nonfiksi

Review Film No Other Choice yang Dibayang-bayangi Kemenangan Parasite di Oscar, Lebih Lucu?

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 09:05 WIB

No Other Choice memiliki kesamaan cerita dengan Parasite, serta sama-sama dinominasikan untuk Oscar.

Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan nonfiksi

Kuku Kecil Mimpi Besar: Cerita Vio, Mahasiswa yang Menyulap Hobi Jadi Harapan

Jum'at, 17 Oktober 2025 | 13:12 WIB

Di tengah padatnya kuliah, mahasiswa Jogja bernama Vio menyulap hobi nail art menjadi bisnis. Bagaimana ia mengukir kesuksesan dengan kuku, kreativitas, dan tekad baja?

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung nonfiksi

Review Film Rangga & Cinta: Bikin Nostalgia Masa Remaja, Tapi Agak Nanggung

Sabtu, 11 Oktober 2025 | 09:00 WIB

Rangga & Cinta tak bisa menghindar untuk dibandingkan dengan film pendahulunya, Ada Apa Dengan Cinta? alias AADC.

Review Tukar Takdir, Bukan Film yang Bikin Penonton Trauma Naik Pesawat! nonfiksi

Review Tukar Takdir, Bukan Film yang Bikin Penonton Trauma Naik Pesawat!

Sabtu, 04 Oktober 2025 | 12:33 WIB

Mouly Surya dan Marsha Timothy kembali menunjukkan kerja sama yang memukau di film Tukar Takdir.

Arsitektur Sunyi 'Kremlin', Ruang Siksa Rahasia Orba yang Sengaja Dilupakan nonfiksi

Arsitektur Sunyi 'Kremlin', Ruang Siksa Rahasia Orba yang Sengaja Dilupakan

Selasa, 30 September 2025 | 19:26 WIB

Ada alamat di Jakarta yang tak tercatat di peta teror, namun denyutnya adalah neraka. Menelusuri 'Kremlin', ruang-ruang interogasi Orde Baru, dan persahabatan aneh di Cipinang

Menyusuri Jejak Ingatan yang Memudar, Penjara Tapol PKI di Jakarta nonfiksi

Menyusuri Jejak Ingatan yang Memudar, Penjara Tapol PKI di Jakarta

Selasa, 30 September 2025 | 15:38 WIB

Ingatan kolektif masyarakat tentang tapol PKI dari balik jeruji penjara Orde Baru telah memudar, seiring perkembangan zaman. Jurnalis Suara.com mencoba menjalinnya kembali.

Review Film Kang Solah: Spin-Off Tanpa Beban, Tawa Datang Tanpa Diundang nonfiksi

Review Film Kang Solah: Spin-Off Tanpa Beban, Tawa Datang Tanpa Diundang

Sabtu, 27 September 2025 | 08:00 WIB

Akankah Kang Solah from Kang Mak x Nenek Gayung menyaingi kesuksesan Kang Mak tahun lalu?

×
Zoomed