Suara.com - Hasil survei yang berbeda pada Pilkada Jakarta telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap pendekatan ilmiah. Pasalnya, lembaga survei adalah bagian penelitian yang bersifat ilmiah. Sudah seharusnya lembaga survei bekerja dengan mengedepankan moral, menghasilkan penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan. Bukan merangkap pekerjaan menjadi konsultan politik.
Polemik perbedaan hasil survei mewarnai Pilkada Jakarta. Poltracking dan LSI mengeluarkan hasil berbeda terkait elektabilitas kandidat. Survei Poltracking pada 24 November menunjukkan Ridwan Kamil-Suswono (Rido) unggul dengan 51,6%, disusul Pramono Anung-Rano Karno (Pram-Rano) dengan 36,4%, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana (Dharma-Kun) di 3,9%.
Sebaliknya, survei LSI pada 23 Oktober menempatkan Pram-Rano di puncak dengan 41,6%, Rido di posisi kedua dengan 37,4%, dan Dharma-Kun di 6,6%.
Keduanya disebut menggunakan metode sampling yang sama dan dilakukan pada waktu hampir bersamaan. Namun, hasil survei berbeda ini menuai sorotan. Persepsi, organisasi survei publik, lalu melakukan investigasi.
Pada 4 November, Poltracking dijatuhi sanksi. Mereka dilarang melakukan publikasi tanpa persetujuan Dewan Etik. Poltracking disebut tidak dapat menunjukkan data asli 2.000 sampel karena alasan penyimpanan.
Bahkan setelah klaim pemulihan data, Dewan Etik menemukan ketidaksesuaian antara jumlah sampel valid yang dilaporkan dengan data awal. Akibatnya, Dewan Etik tidak dapat mengkonfirmasi akurasi data Poltracking. Polemik berlanjut. Setelah mendapat sanksi, Poltracking memilih keluar dari keanggotaan Persepsi, sementara survei LSI dinyatakan sesuai prosedur.
Rusak Kepercayaan Terhadap Pendekatan Ilmiah
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menilai perbedaan hasil survei elektabilitas di Pilkada Jakarta berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap metode ilmiah. Padahal, survei merupakan pendekatan ilmiah yang penting untuk memahami persoalan di masyarakat.
"Kita ini negara berkembang. Negara berkembang ini kan penelitian itu termasuk survei belum menjadi budaya. Tapi kalau ini sudah mulai disukai dan diharapkan masyarakat, terus lembaga survei itu kontroversial seperti ini, ini kan membuat masyarakat nanti menjadi ragu," kata Jamiluddin kepada Suara.com, Kamis (7/11/2024).
Dia menegaskan, sebagai bagian dari peneliti, lembaga survei memiliki tanggung jawab moral atas hasil penelitiannya. Sudah seharusnya lembaga-lembaga survei berpegang teguh pada kaidah-kaidah ilmiah. Tidak pula, merangkap menjadi konsultan politik.
Rangkap pekerjaan sebagai konsultan politik menjadi masalah di lembaga survei Indonesia, sering memicu perbedaan hasil publikasi karena pesanan dari kontestan politik. Jamiluddin menegaskan, selama lembaga survei belum mandiri finansial, fenomena seperti di Pilkada Jakarta akan terus berulang.
"Saya melihat benang merahnya itu, selama lembaga survei itu belum mandiri secara finansial. Jangan diharapkan mereka akan menyampaikan temuannya sebagaimana adanya," kata Jamiluddin.
Dia pun mendukung sanksi yang diberikan Persepsi kepada Poltracking. Menurutnya akan lebih baik Persepsi memiliki anggota lembaga survei yang kredibel dalam jumlah sedikit, dibanding banyak anggota, tapi kredibilitasnya dipertanyakan.
Afiliasi Lembaga Survei Harus Ditelusuri
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas, Asrinaldi menilai dalam kasus yang terjadi di Jakarta yang patut dipertanyakan afiliasi lembaga survei dengan kontestan pilkada yang diunggulkan.
"Apakah lembaga survei ini terafiliasi dengan calon atau tidak?," kata Asrinaldi kepada Suara.com.
Menurutnya pertanyaan itu layak diajukan untuk melihat independensi lembaga survei. Dalam hal ini, Poltracking yang dijatuhi sanksi oleh Persepsi, mengunggulkan pasangan Ridwan Kamil-Suswono.
RK sapaan akrab Ridwan Kamil, pada Selasa (5/11, ) merespons sanksi yang dijatuhkan kepada Poltracking. Dia menghormati keputusan itu, serta mengatakan bukan kewenangannya memberikan komentar yang lebih jauh. RK juga berharap fenomena yang terjadi menjadi bahan evaluasi.
Senada dengan Jamiluddin, Asrinaldi menilai fenomena perbedaan hasil survei berdampak terhadap kepercayaan masyarakat. Dalam kontestasi politik, hasil survei memiliki peran untuk membantu para kandidat menyusun strategi dan melihat kecenderungan politik masyarakat yang cepat berubah.
Kata Asrinaldi, hasil survei sebenarnya bersifat rahasia, bahkan disebutnya sebagai data "intelijen" yang diolah. Jika hasil survei dipublikasi, katanya, maka dapat dibaca bertujuan untuk mempengaruhi pilihan masyarakat agar setuju dengan hasil yang dipublikasi.
Hasil Survei yang Ilmiah
Jamiluddin, pengajar metodologi penelitian, menjelaskan beberapa hal penting untuk memastikan keabsahan survei. Menurutnya, inti penelitian terletak pada instrumen sebagai alat ukur dan sampel sebagai representasi populasi. Instrumen harus valid dan reliabel, sedangkan sampel harus representatif dan presisi tinggi. Jika ini terpenuhi, hasil survei dapat dipertanggungjawabkan.
Pelaksanaan survei di lapangan juga krusial; meskipun instrumen dan sampel sudah tepat, kualitas survei tetap dipengaruhi oleh eksekusi. Quality control diperlukan, seperti memverifikasi ulang 20 persen sampel. Jamiluddin menilai bahwa perbedaan hasil antara Poltracking dan LSI, meski metode dan waktu survei hampir sama, seharusnya menghasilkan kesimpulan yang konsisten.
"Biasanya, karena sampelnya berbeda, instrumennya juga berbeda, tetapi waktunya relatif sama, seharusnya, kalaupun ada perbedaan hasil, perbedaan itu tidaklah sangat ekstrim," jelasnya.
Dualisme terjadi antara Jusuf Kalla (JK) dan Agung Laksono.
Sejumlah polisi yang terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat dapat promosi jabatan, bahkan ada yang naik pangkat jadi jenderal.
Ketua PPDI NTB, Asim Barnas, miris atas kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan Agus Buntung, penyandang disabilitas.
"Efek domino dari kenaikan harga barang mewah akan merembet ke berbagai sektor, melemahkan daya beli, dan memperbesar kesenjangan ekonomi," ujar Achmad.
Lorong Tsunami, dengan suasana gelap dan percikan air, membawa mereka seolah-olah merasakan kembali momen mencekam dua dekade silam.
"Sikap Gus Miftah sangat berbahaya, karena bisa saja di antara para pengikutnya mengcopy paste perilakunya. Misalnya candaan-candaan yang seksis," ujar Gun Gun.
Perbedaan kronologi awal dan temuan terbaru menguatkan dugaan obstruction of justice oleh Polrestabes Semarang.