Suara.com - Berbagai serangan terus berulang menyasar redaksi Jubi. Mulai dari intimidasi, serangan digital, hingga teror bom.
Setelah dua puluh hari dilaporkan, pelaku teror bom molotov di Kantor Redaksi Jubi, Jayapura, Papua belum juga terungkap. Keseriusan aparat kepolisian membongkar otak di balik peristiwa tersebut kini dipertanyakan.
PADA 16 Oktober 2024, Kantor Redaksi Jubi di Jalan SPG Taruna Waena, Kota Jayapura, Papua diteror orang tak dikenal. Penyerangan itu terjadi sekitar pukul 03.15 WIT. Meski tak ada korban jiwa, dua unit mobil operasional redaksi yang terparkir di halaman kantor hangus terbakar.
Berdasar hasil verifikasi Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jayapaura, pelaku disebut berjumlah dua orang. Sebelum peristiwa teror itu terjadi, sekitar pukul 23.00 WIT pada Selasa, 15 Oktober 2024 dua orang tak dikenal itu terekam kamera pengawas atau CCTV beberapa kali melintas di sekitar Kantor Redaksi Jubi.
Aksi teror ini bukan yang pertama dialami Redaksi Jubi. Pada April 2021 mobil milik jurnalis senior Jubi, Victor Mambor dirusak oleh orang tak dikenal. Victor juga sempat mengalami serangan digital berupa upaya peretasan akun WhatsApp hingga perundungan di media sosial. Selain itu, pada Januari 2023, rumah milik Victor Mambor di Angkasapura, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, Papua juga diteror bom. Bom rakitan meledak yang hanya berjarak sekitar 3 meter dari dinding rumahnya.
Alih-alih mengungkap dalang atau aktor di balik aksi teror tersebut, pihak kepolisian justru menghentikan dua kasus tersebut. Polsek Jayapura Utara saat itu berdalih menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan atau SP3 Nomor: SPPP/8/III/2024/Reskrim karena tidak menemukan cukup bukti.
Pemimpin Redaksi Jubi, Jean Bisay berharap Polda Papua kali ini benar-benar serius mengungkap aktor di balik aksi teror ini. Sebab tak ada lagi alasan kurangnya barang bukti untuk mengungkap pelaku. Di mana lima barang bukti berupa rekaman CCTV yang menangkap aktivitas pelaku telah diserahkan ke pihak kepolisian.
"Kali ini kami harap polisi harus ungkap dan tangkap pelakunya. Supaya kami bisa tahu motifnya apa," kata Jean kepada Suara.com, Senin (4/11/2024).
Aksi teror yang berulang kali terjadi ini diakui Jean turut berdampak secara psikologis. Khususnya, bagi jurnalis-jurnalis muda di Redaksi Jubi. Beberapa dari mereka mengaku ketakutan.
Namun Jean menegaskan, aksi teror tersebut tidak akan mengubah visi dan misi Redaksi Jubi. Ia memastikan Redaksi Jubi akan tetap memberitakan isu-isu kemanusiaan, HAM, dan dampak-dampak negatif akibat Proyek Strategis Nasional atau PSN yang terjadi di Papua.
"Kejadian itu tidak menurunkan semangat kami. Jadi kami akan tetap seperti biasa, hanya kami lakukan mitigasi tentunya di tingkat redaksi," ujarnya.
Indeks Kemerdekaan Pers Menurun
Indeks Kemerdekaan Pers atau IKP Indonesia pada tahun 2023 mengalami penurunan. Berdasar data Dewan Pers terjadi penurunan sebesar 6,30 poin dari tahun 2022. Pada tahun 2023 IKP Indonesia hanya mencapai 71,75.
Walakin angka 71,75 tersebut masih dalam kategori cukup bebas, Dewan Pers menilai penurunan tersebut perlu menjadi perhatian. Di mana diperlukan perbaikan agar IKP Indonesia bisa mencapai kategori bebas dengan rentang nilai 90-100.
Berdasar data Dewan Pers, Papua merupakan provinsi dengan IKP terendah, yakni 64,01 poin. Sedangkan IKP tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Timur 84,34 poin.
Menurunnya IKP tidak terlepas dari angka kekerasan dan kriminalisasi terhadap jurnalis yang terjadi di Indonesia. AJI Indonesia mengungkap 87 kasus kekerasan terhadap jurnalis terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2023. Angka tersebut meningkat sebesar 42,62 persen dari tahun sebelumnya.
Kekerasan terhadap jurnalis paling banyak berupa kekerasan fisik, yakni 18 kasus. Kedua kasus serangan digital sebanyak 14 kasus. Sedangkan kasus ancaman dan teror terhadap jurnalis masing-masing sebanyak 12 kasus.
Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida meminta kepolisian tidak hanya menangkap pelaku teror terhadap Redaksi Jubi. Tetapi juga mampu mengungkap motif di baliknya.
"Apalagi Jubi dikenal sebagai media yang kritis terhadap berbagai kebijakan negara, termasuk proyek strategis nasional ketahanan pangan yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat, serta pengungkapan pelanggaran HAM oleh aparat keamanan,” tutur Nany.
Senada dengan Nany, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai teror bom molotov yang terjadi ini tidak terlepas dari kerja-kerja jurnalistik Redaksi Jubi yang selama ini aktif memberitakan perihal situasi-situasi di Papua. Terlebih aksi teror tersebut telah berulang kali terjadi.
"Teror ini merupakan bentuk intimidasi dan juga ancaman terhadap tugas-tugas jurnalisme Jubi," kata Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya kepada Suara.com.
Dimas menilai pemerintah melalui aparat penegak hukum memiliki tanggung jawab untuk menyelidiki kasus ini secara transparan dan akuntabel. Selain itu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM juga perlu untuk segera menyelidiki peristiwa teror bom molotov ini secara pro justitia mengingat terdapat dimensi pelanggaran hak asasi manusia di dalamnya.
Lapor Komnas HAM
KKJ Indonesia telah melaporkan kasus teror bom molotov Kantor Redaksi Jubi ini ke Komnas HAM di Jakarta, pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengklaim pihaknya melalui Kantor Perwakilan Komnas HAM di Papua telah melakukan pemantauan terkait kasus ini. Proses pemantauan menurutnya masih berlangsung.
Atnike juga memastikan Komnas HAM akan segera menindaklanjutinya laporan KKJ Indonesia. Ia menilai serangan teror terhadap Redaksi Jubi tidak dapat dilepaskan dari kompleksitas kondisi politik dan keamanan di Papua.
"Kasus ini telah mendapatkan atensi kami dan akan ditindaklanjuti segera," ujar Atnike.
Sementara Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing mengaku akan meminta hasil investigasi yang telah dilakukan KKJ Indonesia. Sekaligus menekankan kerja-kerja jurnalis khususnya di wilayah konflik seperti di Papua harus mendapat perlindungan.
Dalam perkara ini Polda Papua sendiri mengaku telah memeriksa sejumlah saksi. Tiga di antaranya merupakan pegawai dari Redaksi Jubi.
Kabid Humas Polda Papua Kombes Ignatius Benny Ady Prabowo menyebut kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
"Masih penyelidikan," kata dia saat dikonfirmasi Suara.com, Senin (4/11).
Bahkan sebagian dari kalangan ibu rumah tangga mengalihkan belanja kebutuhan pokok mereka, dari yang biasa beli ayam potong kini diganti beli tahu atau tempe.
Tragedi itu tak hanya merenggut nyawa Raden. Sebanyak 13 warga lainnya menjadi korban, beberapa menderita luka berat hingga harus dirawat intensif di rumah sakit.
Orang yang kecanduan judi online seperti halnya orang dengan kecanduan narkotika.
Kericuhan yang telah terjadi bukan sekadar permasalahan hukum an sich maupun problem sosial-kemasyarakatan belaka, tapi dampak buruk dari penetapan PIK 2 sebagai PSN.
Otoritas terkait menemukan ada indikasi keterlibatan mafia human trafficking atau perdagangan manusia terkait kedatangan pengungsi Rohingya ke Aceh.
Dengan gaji tiap bulan yang pas-pasan, para pekerja di kawasan perkantoran elite Jakarta terpaksa harus mencari penghasilan tambahan, seperti jadi driver ojol sepulang kerja.
Pengungsi Rohingya sempat terkatung-katung di atas truk, tidak bisa menginjakkan kaki ke tanah karena ditolak warga.