Suara.com - BARU beberapa hari Prabowo Subianto menjabat sebagai presiden, hak kebebasan berpendapat dan berekspresi dikebiri. Suara-suara kritis dari mahasiswa, jurnalis, dan elemen masyarakat lainnya dibungkam.
Contohnya, kasus perundungan yang mengandung suku agama ras dan antargolongan (SARA) serta pelecahan terhadap jurnalis Najwa Shihab di media sosial TikTok, Instagram, dan X (Twitter) Indonesia.
Setelah ditelusuri, penyerangan terhadap pendiri Narasi ini bermula dari pernyataan Najwa dalam acara siaran langsung pelantikan presiden dan wakil presiden di chanel YouTube NarasiTV. Ketika itu Najwa menyebut Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo, nebeng pesawat Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) untuk pulang ke Solo, pada Minggu, 20 Oktober 2024 lalu.
Pernyataan Najwa tersebut bukan tanpa alasan, karena sebelumnya Jokowi direncanakan pulang ke Solo menggunakan pesawat komersial setelah selesai menjabat sebagai kepala negara. Namun Jokowi kemudian pulang dengan menggunakan pesawat kenegaraan Boeing 737-800 Next Gen. Pesawat Jokowi dan istri, Iriana Joko Widodo, itu pun dikawal dengan delapan pesawat tempur TNI AU hingga ke Solo.
Pernyataan Najwa yang viral itu pun menuai sentimen negatif. Najwa dihujat warganet di media sosial.
Dilansir dari BBC Indonesia, analisis Drone Emprit menemukan lebih dari 45 juta interaksi dan keterlibatan TikTok yang memuat sentimen negatif terhadap Najwa. Di TikTok, Drone Emprit menemukan 77 unggahan tentang Najwa pada periode 20-30 Oktober 2024 yang FYP atau For Your Page. Tak hanya mendapatkan serangan secara pribadi, salah satu pengguna TikTok juga mengunggah video pembakaran buku karya Najwa.
Selain kepada Najwa, upaya pembungkaman juga dialami Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (BEM FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Selasa, 22 Oktober 2024, dua hari setelah Prabowo dan Gibran dilantik, BEM FISIP Unair memajang karangan bunga di taman kampus. Karangan bungan itu mengandung pesan mengkritik pemerintahan baru.
Dalam foto yang beredar, karangan bunga berbentuk persegi panjang ini menampilkan foto Prabowo dan Gibran, serta papan dengan tulisan ‘Selamat atas dilantiknya Jenderal Bengis Pelanggar HAM dan Profesor IPK 2,3 sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang lahir dari rahim haram konstitusi.’ Pada karangan bunga terpampang foto Prabowo yang di bawahnya tertulis, 'Jenderal TNI Prabowo Subianto Djojohadikusumo (Ketua Tim Mawar)' dan juga foto Gibran di bawahnya bertuliskan, 'Gibran Rakabuming Raka, B.SC (Admin Fufufafa).'
Tak berselang lama, foto karangan bunga milik BEM FISIP Unair viral di media sosial. Pihak kampus mengambil langkah dengan membekukan sementara BEM FISIP Unair dengan dalih kritikan harus disampaikan dengan sopan. Pembekuan itu tak berlangsung lama, beberapa hari kemudian pihak Rektorat Unair mengaktifkannya kembali.
Meski pembekuan telah dicabut, sejumlah pengurus BEM FISIP Unair mendapatkan serangan secara digital. Berdasarkan pengakuan sejumlah pengurus, teror yang mereka terima berupa pesan-pesan berisi ancaman fisik, pelecehan dan penghinaan secara personal, serta panggilan telepon secara berulang-ulang. Tak hanya itu, di media sosial mereka juga mendapat perundungan.
Tanda Bahaya Demokrasi
Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Nenden Sekar Arum menilai upaya pembungkaman BEM FISIP Unair sebagai tanda bahaya penurunan demokrasi, pembatasan berekspresi, dan penyempitan ruang sipil. Tanda-tanda itu sudah diprediksi sejak lama, sejak Prabowo-Gibran menang Pilpres 2024. Bahkan gejalanya sudah muncul sejak era pemerintahan Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo.
"Tapi sekarang upaya pelemahan demokrasi ini semakin eksplisit dan enggak malu-malu lagi," kata Nenden kepada Suara.com, Kamis (31/10/2024).
Bahkan, kata Nenden, digambarkan seolah mendapatkan dukungan dari masyarakat yang sangat mungkin digerakkan, atau disebut coordinated inauthentic behavior --bahasa populernya dikenal buzzer.
Cara-cara itu dinilai sangat berbahaya karena membelokkan narasi dengan membanjiri sosial media dengan komentar, dan konten yang seolah menggambarkan sikap publik terhadap situasi yang terjadi.
"Padahal masih banyak masyarakat yang merasakan dampak langsung dari pelemahan demokrasi," ujar Nenden.
Nenden berpendapat, serangan kepada Najwa Shihab merupakan strategi untuk menghancurkan sumber-sumber informasi independen. Seperti diketahui Najwa merupakan salah satu pendiri Narasi TV. Pemberitaan Narasi terkenal kritis terhadap kebijakan pemerintah dan permasalahan sosial.
"Sehingga orang tidak akan lagi percaya dengan institusi media, dan lebih percaya dengan informasi yang mereka dapatkan dari medsos," kata Nenden.
Upaya pembungkaman dengan cara membangun narasi menggunakan influencer, propaganda pemerintah, dinilai jadi lebih mudah diterima masyarakat.
Berdasarkan penelusuran Suara.com, serangan terhadap Najwa turut dipelopori sejumlah influencer. Salah satunya, Ali Hamzah dengan nama pengguna di TikTok @alinezad. Lewat akunnya yang memiliki 1,1 juta pengikut, Ali Hamzah membuat sejumlah konten menyerang Najwa.
Konten-konten Ali Hamzah lebih menyerang Najwa secara pribadi. Seperti dia mempersoalkan Najwa yang tidak mengenakan hijab. Bahkan dia menyeret Quraish Shihab, ayah Najwa yang disebut mengacak-acak syariat Islam demi putrinya soal penggunaan hijab.
Menurut Nenden, serangan digital kepada Najwa dan BEM FISIP Unair merupakan bagian dari menurunnya indeks demokrasi Indonesia. Berdasarkan data Freedom House, indeks demokrasi Indonesia turun dari 62 poin pada 2019, menjadi 53 poin pada 2023. Sementara data Economist Intelligence Unit (EIU), skor indeks demokrasi Indonesia berada di angka 6,53, mengalami penurunan dua tingkat dari tahun 2022 yakni 6,71.
Inikah Demokrasi Santun?
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai serangan digital terhadap Najwa Shihab dan BEM FISIP Unair adalah bagian dari demokrasi santun yang dimaksud oleh pemerintahan Prabowo Subianto.
Prabowo dalam pidato pertamanya sebagai presiden menyinggung soal demokrasi santun. Dia menghendaki demokrasi khas Indonesia, mengoreksi atau mengkritik tanpa harus mencaci-maki. Seperti kasus yang dialami Najwa dan pengurus BEM FISIP Unair, kritikan atau pernyataan yang mereka sampaikan dianggap tidak sopan kepada Prabowo dan Jokowi sebagai presiden yang telah habis masa jabatannya.
Koordinator Badan Pekerja KontraS, Dimas Bagus Arya mengatakan pihak yang kontra narasi dengan pemerintah akan dianggap sebagai pengkritik yang tidak sopan.
"Kemudian dilakukan upaya-upaya sistematis, termasuk melakukan penyerangan terhadap harkat martabat dan juga kepribadiannya," ujar Dimas kepada Suara.com.
Dimas menyebut serangan secara digital baik secara langsung atau tidak, bukan barang baru. Pada era pemerintahan Jokowi lalu, hal yang sama marak terjadi.
Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2020 menemukan dugaan pemerintah mengeluarkan anggaran senilai Rp90,45 miliar untuk jasa influencer yang terdiri dari perorangan atau kelompok. Tujuannya untuk mempengaruhi opini masyarakat sesuai kehendak pemerintah.
"Jadi ini adalah cara-cara yang sebenarnya dilanjutkan, ketika era Jokowi dilanjutkan di era Prabowo. Tentu dengan diksi yang berbeda, demokrasi santun," ujar Dimas.
KontraS pun memprediksi, ke depan upaya-upaya yang seperti ini akan terus berulang. Ketika pemerintah membuat kebijakan yang tidak pro kepentingan rakyat, kritikan publik akan dilawan dengan narasi lewat pendengung atau buzzer.
"Jadi kami melihat ini sebagai sebuah upaya sistematis untuk membangun ketidakadilan dan juga membangun ketimpangan narasi. Dan juga ketimpangan kuasa yang dilakukan oleh rezim penguasa hari ini," tandasnya.
Penyidik Kejaksaan Agung kaget bukan kepalang saat menggeledah rumah mewah Zarof Ricar
"Jadi secara umum memang kami itu sedang galau dan gelisah soal posisi BRIN itu mau di kemanakan," kata sumber Suara.com di lingkungan BRIN.
"Kenapa perempuan masih susah masuk di kabinet, karena persoalan di kabinet ini persoalan politik, sangat erat dengan lobi-lobi politik," kata Kurniawati.
Cerita warga di sekitar proyek hilirisasi nikel yang bertahan hidup dengan risiko kematian.
Sejauh ini, tak ada jaminan ormas keagamaan mampu lebih baik mengelola pertambangan di Indonesia.
Nasarius, kehilangan pekerjaan sebagai satpam di Plaza Indonesia akibat potongan video yang merekam dirinya memukul anjing khusus pengamanan viral di media sosial.
Ajaran 'Ngaji Rasa' tak mau menyakiti hati dan perasaan orang lain melekat dalam kehidupan masyarakat Dayak Indramayu.